Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dua Tahun Tak Lama, Hanya Sekejap Saja...

28 Mei 2017   11:00 Diperbarui: 28 Mei 2017   11:10 2352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Megapolitan - Kompas.com

Kabar mengejutkan datang dari keluarga Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengabarkan bahwa Ahok tidak akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta sehubungan dengan vonis dua tahun kurungan yang telah dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas kasus penistaan agama kepadanya. Sebelumnya Penasehat Hukum Ahok yang telah menyusun Memori Banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, akhirnya menarik kembali memori banding tersebut. 

Sangat menarik untuk mencermati fenomena ini. Sejatinya terdakwa yang dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Negeri pastilah akan mengajukan banding yang memang difasilitasi oleh undang-undang tersebut. Akan tetapi Ahok adalah fenomenal. Nama dan integritasnya jauh melebihi daripada vonis dan wibawa para anggota majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara tersebut. Mari kita cermati fakta-fakta tersembunyi dibalik pembatalan banding ini.

Pertama, Makna Hukum.

Seperti kita ketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memakai pasal 156.a untuk menjatuhkan vonis dua tahun kepada Ahok, melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum, 1 tahun penjara (2 tahun percobaan) yang memakai pasal 156 sebagai landasan tuntutan, karena pasal 156.a tidak terbukti sesuai dengan fakta di persidangan. Fakta hukum memang selalu debatable, itulah sebabnya disediakan fasilitas “Banding, Kasasi dan PK!” Atas “prestasi” majelis hakim yang mampu memvonis melebihi tuntutan JPU tersebut, mereka kemudian mendapat promosi jabatan dari atasan...

Fakta vonis hakim yang melebihi tuntutan JPU dan promosi jabatan para hakim tersebut, tentu saja menjadi “pertanda” bagi Ahok untuk melihat “kemanakah seharusnya dia mencari keadilan di negeri ini” Kini Ahok paham akan kalimat yang telah tersurat ribuan tahun yang lalu pada kitab Pengkhotbah 3:16, “... di tempat pengadilan, disitu pun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, disitu pun terdapat ketidakadilan...” Ketika Ahok mencari keadilan kepada orang yang salah lagi, maka musibah yang lebih hebat akan menantinya. Kecuali kalau Ahok memang mengharapkan “orang-orang tersebut” mendapat promosi jabatan dari atasannya...

Ihwal promosi jabatan tersebut, lembaga kehakiman mengatakan bahwa proses promosi tersebut sudah berjalan lama sebelumnya, hanya kebetulan saja waktunya bersamaan dengan vonis Ahok itu. Mengingat sensitifnya kasus ini, seharusnya lembaga kehakiman bisa bersikap bijaksana untuk menunda sementara promosi ini agar tidak menimbulkan prasangka buruk dari masyarakat. Akan tetapi ada makna terselubung dibalik relasi vonis dan promosi jabatan ini.

1. Petinggi lembaga kehakiman ingin menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa merekalah pemegang superioritas hukum, dimana mereka dapat membuat keputusan sendiri dengan mengabaikan opini JPU, sebagai lembaga penegak hukum lainnya.

2. Promosi jabatan itu dipakai sebagai reward, dan untuk melepaskan tekanan bagi anggota majelis hakim.

3. Walaupun berkedudukan sebagai lembaga hukum, namun para Petinggi lembaga kehakiman ini ingin menunjukkan posisi politis mereka kepada teman maupun lawan...

Kedua, Makna Sosial.

Sungguh luar biasa fenomena Ahok ini sehingga mampu membuat jutaan orang “menggila” untuk membencinya dan segala sesuatu yang dianggap berhubungan dengannya! Itulah salah satu alasan hakim menjatuhkan vonis dua tahun kepadanya. Ahok dianggap membuat kegaduhan di negeri ini! Sejak kasus yang berawal dari video editan Buni Yani ini mencuat, kegaduhan yang berlandaskan kebencian pun dimulai. Pihak-pihak yang berkepentingan segera memblow-upkasus ini demi keuntungan pribadi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun