Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola

Kisruh Stadion JIS, Memang Salah Anies! (Bagian 1)

24 Juli 2023   06:30 Diperbarui: 24 Juli 2023   07:52 1919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://img.okezone.com/

"Vision without action is a daydream. Action without vision is a nightmare!"

(Japanese Proverb)

Peribahasa "Rumput tetangga terlihat lebih hijau dari rumput sendiri," ternyata betul adanya.

Beberapa waktu lalu Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam kunjungannya ke stadion JIS berkata bahwa rumput lapangan JIS itu belum memenuhi standar FIFA. Oleh sebab itu rumputnya akan diganti supaya sama dengan rumput stadion GBK maupun stadion-stadion Indonesia lainnya.

Pernyataan Basuki itu rupanya membuat sebagian orang kebakaran jenggot!

Penulis yang merupakan seorang lelaki pemalu tanpa jenggot itu pun penasaran dengan apa yang terjadi.

Sebelumnya pada 4 Februari 2023 lalu Dewa 19 pun sudah menjajal stadion JIS ini lewat konser bertajuk "Pesta Rakyat 30 Tahun Berkarya Dewa 19."

Dilansir dari Tempo, ketika itu banyak penonton kecewa. Mulai dari susahnya akses transportasi umum, minimnya tempat parkir kenderaan, audio yang tidak terdengar jelas di tribun atas dan pintu akses masuk/keluar ke Kawasan stadion yang hanya satu pintu saja. Namun kehadiran Basuki yang juga drummer band "Kabinet Indonesia Maju" itu, bukanlah untuk menjajal JIS lewat sebuah konser. Tak jelas juga apakah beliau ini ikutan pula nonton konser Dewa 19 kemarin itu.

Ternyata PSSI sebelumnya telah mengusulkan kepada Basuki nama 22 buah stadion yang akan direnovasi untuk menyambut pelaksanaan Piala Dunia U-17 mendatang. Itulah sebabnya Basuki bersama Ketua PSSI Erik Tohir dan Menpora Dito Ariotedjo datang untuk meninjau ke-22 stadion (termasuk JIS) tersebut untuk mengecek kesiapan tempat. Nantinya FIFA akan meninjau ke-22 stadion ini, lalu memberi rekomendasi.

Selain masalah rumput, Basuki juga menyorot perihal akses keluar masuk ke kawasan stadion yang hanya memanfaatkan satu pintu (Ramp Barat) saja, dan juga akses jalan untuk bus pemain serta ofisial tim yang dianggap kurang memadai.

Warga +62 yang menggilai dikotomi kadrun versus cebong, lalu menyeret JIS ke ranah "adu penalti."

Kampret kemudian menendang bola di atas rumput hybrid, sementara cebong menendang bola di atas rumput alami. Lalu pemangku kebijakan mendatangkan seorang tukang rumput untuk menjadi wasit merangkap hakim garis.

Seperti biasa, penulis tidak tertarik dengan dikotomi kadrun versus cebong, termasuk juga sisi JIS yang sudah banyak diulas banyak media. Penulis ingin berbagi opini penulis mengenai "polemik rumput," dan terutama juga karena ada nama Buro Happold disebut-sebut dalam proyek ini, dimana hal itu justru membuat kantor pusat Buro Happold jadi nganu.

Pernyataan Menteri PUPR, Basuki yang menyebut JIS belum memenuhi standar FIFA kemudian memantik polemik. Lalu bagaimanakah duduk perkaranya?

Seperti diketahui pemilik stadion JIS ini adalah Pemprov DKI Jakarta, dibawah pengelolaan BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro) JIS merupakan pengganti Stadion Lebak Bulus yang kini berubah menjadi depo MRT.

JIS sendiri belum pernah dipergunakan dalam event turnamen resmi sepak bola tingkat dunia. Selain itu FIFA sendiri juga belum pernah memverifikasi stadion JIS ini. Jadi kalau JIS disebut belum memenuhi standar FIFA, yah memang jelas belum memenuhi standar, wong belum diverifikasi!

Lha, kalau begitu apakah bangunan JIS tidak memenuhi standar FIFA? Bukankah bangunan ini didesain oleh Buro Happold yang juga mendesain Tottenham Hotspur Stadium juga?

Nah jadi begini sudara-sudara. Penulis hakul yakin kalau kualitas bangunan JIS ini pasti sudah memenuhi standar SNI, PBI (Peraturan Beton Bertulang Indonesia) dan FIFA sendiri. Namun apakah JIS telah memenuhi standar FIFA untuk MENGGELAR sebuah turnamen resmi sepak bola Piala Dunia U-17?

Jawabnya jelas TIDAK! Mengapa tidak? Karena FIFA belum turun untuk MEMVERIVIKASI. Dan kalau semuanya nanti oke, barulah keluar SERTIFIKASI.

Contohnya begini. Dulu penulis pernah bekerja disebuah perusahaan transportasi bis. Awalnya bis-bis tersebut dibeli dalam bentuk chasis. Lalu kemudian dibuat menjadi sebuah bis oleh perusahaan karoseri.

Chasis dan bis (karoseri) tersebut pastinya sudah sesuai dengan SNI yang berlaku. Namun, apakah bis tersebut bisa langsung narik? (menggelar turnamen) Pastinya tidak, karena walaupun bis tersebut mengantongi standar SNI, Dishub (FIFA) mewajibkan bis tersebut harus Uji Kir terlebih dahulu. Tanpa kir maka bis tidak bisa narik, walaupun ia buatan Mercedes Benz, Scania ataupun Volvo!

Dulu mobil jenis truntung pun banyak dipakai menjadi angkot, tapi kini dilarang Dishub. Soalnya mesin truntung ini berjenis kelamin 2 tak, memakai BBM bensin campur oli samping. Asapnya yang menyakitkan mata dan perasaan itu pastinya tidak akan bisa lolos uji emisi.

Nah sekarang sudah jelas kan, JIS itu disebut belum layak karena memang belum diverifikasi oleh FIFA.

 

Lalu bagaimana dengan kisah rumput tak layak itu?

JIS sendiri memakai rumput hybrid, yaitu kombinasi antara rumput alami dengan serat sintetis (karpet). Ini menjadi yang pertama di Indonesia. Sesuai panduan FIFA, lapangan hybrid terdiri dari 3 jenis dengan metode,

  • Penguatan media tanam (reinforced rootzone) 
  • Karpet (dengan ketebalan media tanam di atas karpet sintetis sekitar 4--6 cm) 
  • Penyulaman serat (stiched fibre)

Untuk persiapan Piala Dunia U-20 kemarin, PSSI sebelumnya telah merenovasi beberapa stadion yang akan digunakan, termasuk juga dengan memakai rumput jenis hybrid.  Stadion Utama GBK, Stadion Manahan, Stadion Gelora Bung Tomo, dan Stadion Kapten I Wayan Dipta kemudian memakai rumput jenis hybrid tipe stiched fibre.

Tiap jenis lapangan hybrid punya kekuatan berbeda. FIFA merekomendasikan pemakaian lapangan tipe reinforced rootzone dan karpet untuk pemakaian 8--10 jam per pekan dengan masa pakai sampai 5 tahun.

Lapangan stiched fibre bisa digunakan 20 jam per pekan dengan masa pakai 10--12 tahun. Sedangkan lapangan rumput natural bisa dipakai maksimal 6 jam per pekan dengan masa hidup hanya sampai 2 tahun.

Dengan ketentuan di atas, rumput JIS (hybrid-karpet) tentunya sudah masuk spek FIFA. Lantas kenapa harus direnovasi?

 

"The pitch is the focal point of any stadium, and as such the pitch can be considered as the main stage."(FIFA)

Dilansir dari kumparan.com, "si tukang rumput" (Qamal Mustaqim, Chairman Karya Rama Prima) mengatakan rumput JIS adalah jenis zoysia japonica dan sudah sesuai standar FIFA. Masalahnya, berdasarkan pengukuran di lapangan, ketebalan media tanam rumput tersebut hanya 3 cm. Padahal ketebalan media tanam di atas karpet sintetis sekitar 4--6 cm, sesuai dengan panduan FIFA.

Kondisi begini jelas tidak nyaman dipakai bermain bola. Lapangan akan cepat rusak karena rumput dan akar-akarnya bisa tercerabut sekaligus ketika sering-sering ditendang pemain. Perlu juga diketahui bahwa sepatu bola itu memiliki beberapa tipe pul (studs, paku sepatu) untuk beberapa jenis lapangan yang berbeda pula.

Kalau seorang pemain bola memakai sepatu tipe SG (Soft Ground) di JIS, maka si pemain akan rawan cedera kalau pul sepatunya itu sampai mengenai karpet sintetis tersebut.

Selain itu di beberapa bagian, akar rumput natural JIS ini tidak menembus karpet. Padahal tujuan dari karpet sintetis ini adalah untuk "memegang rumput dengan erat." Rumput yang sehat akar serabutnya itu akan turun menembus lapisan karpet sintetis lalu membentuk perakaran kuat di lapisan media tanam di bawah karpet tersebut. Idealnya, ketika lapangan itu dipakai dan rumputnya kemudian "terluka," maka yang rusak hanyalah lapisan atas rumput saja karena akar rumput terlindung di bawah lapisan karpet sintetis.

Fakta di lapangan juga menunjukkan kalau di sebagian tempat rumput JIS mengalami stunting. Penyebabnya adalah sebagai berikut,

Pertama, Kurangnya paparan sinar matahari.

Dalam FIFA football-stadiums-guidelines section 2-2, disebutkan kalau orientasi stadion sangat berpengaruh terhadap desain stadion (khususnya atap dan posisi tribun) karena akan signifikan menciptakan iklim mikro di dalam stadion. Untuk itu survei jalur matahari/cahaya alami di stadion haruslah diikutkan sebagai bagian dari proses desain. Data pencahayaan ini tentunya akan berpengaruh pula terhadap pemilihan jenis rumput.

Sepertinya orientasi terbaik bagi JIS adalah Barat Laut-Tenggara.

Orientasi JIS adalah Utara-Selatan. JIS menggunakan atap buka tutup (retractable roof) di tengah-tengah rangka atap utama. Walaupun dalam kondisi terbuka penuh, ternyata sinar matahari tidak bisa menyinari seluruh permukaan lapangan. Salah satunya juga akibat desain dinding tribun yang terlalu tinggi. Akibatnya proses fotosintesis pada rumput tidak maksimal, yang kemudian membuat rumput menjadi stunting.

Kedua, kurang gizi

Di atas sudah dipaparkan kalau akar rumput natural itu "ogah" menembus lapisan karpet. Apakah penyebabnya?

Jawabannya adalah "ada gula ada semut." Kalau media di bawah karpet itu penuh dengan gizi dan nyaman kondisinya, maka akar rumput akan segera menyerbunya, lalu membentuk perakaran kuat di situ.

Menurut penerawangan penulis, pupuk kemungkinan disebar hanya di permukaan saja. Akibatnya rumput malas turun ke bawah, dan hanya bergerombol di atas lapisan karpet saja. Selain itu suhu di bawah karpet mungkin terlalu dingin, lembab, padat dan kurang oksigen, membuat akar rumput malas turun ke bawah.

Lantas bagaimana solusinya?

Penulis bukanlah tukang rumput atau ahli agronomi. Akan tetapi ketika penulis dulu bekerja sebagai site engineer di proyek, penulis sangat berkepentingan dengan si rumput ini. Ketika itu rumput ini banyak dipakai untuk menutup tebing maupun dinding saluran irigasi (cover crop) agar permukaan tanah tidak longsor.

Dalam hal rumput JIS ini, penulis memberi ide agar di bawah lapisan karpet tersebut dipasang jaringan pipa berpori. Lewat pipa ini nutrisi dan oksigen bisa diberikan ke dalam media di bawah karpet. Suhu/kelembapan juga bisa dikontrol lewat pipa ini. Ketika udara terlalu dingin, maka udara hangat bisa disalurkan lewat pipa. Sebaliknya ketika udara di bawah karpet terlalu panas, maka air/butiran air bisa diberikan lewat jaringan pipa tadi. Artinya media di bawah karpet ini sengaja direkayasa agar rumput nyaman untuk bertumbuh.

Ngemeng-ngemeng, pebirsa mungkin jarang mendengar kalau klub-klub top Eropa itu bukan hanya rebutan pemain dan pelatih saja, tetapi juga tukang rumput (groundsman) yaitu orang yang mengurusi lapangan bola dan rumputnya. Klub-klub kaya Eropa ini membajak tukang rumput terbaik dengan dua tujuan. Pertama untuk mengurangi cidera pemain, dan kedua untuk memungkinkan timnya bermain lebih cepat.

Jangan kaget kalau transfer para manajer pitch (tukang rumput) ini cukup panas. Tukang rumput lapangan bola terbaik semuanya berasal dari Inggris Raya. Dulu Paul Burgess dibajak Los Blancos (Real Madrid) dari Arsenal, setelah sebelumnya Arsenal membajaknya dari Blackpool. Saingan sekota, Los Rojiblancos (Atletico Madrid) membajak Dan Gonzales dari Bournemouth.

Klub kaya raya Prancis, PSG membajak Jonathan Calderwood dari Aston Villa pada 2013 lalu. Pelatih PSG kala itu, Laurent Blanc bahkan menyebut kalau sumbangsih Calderwood bagi PSG (kemudian juara musim 2013/2014) kira-kira bernilai 16 poin. Berkat polesan Calderwood terhadap rumput Stadion Parc des Princes, serangan PSG pun menjadi jauh lebih tajam dan para pemain pun terhindar dari cedera.

Nama beken lainnya adalah Alan Ferguson, yang kini menjabat sebagai eksekutif bidang rerumputan (Pitch Management Manager) FIFA. Sebelumnya Ferguson adalah groundsman klub Ipswich Town. Bersama Ipswich, Ferguson berhasil menyabet gelar groundsman terbaik Inggris sebanyak 12 kali.

Lantas dimana letak kehebatan tukang rumput dari Inggris Raya ini? 

Seperti kita ketahui cuaca dan temperatur di Inggris sedikit berbeda dengan Eropa daratan yang cenderung lebih hangat. Akan tetapi rumput di stadion-stadion Inggris itu selalu terlihat cantik dan hijau, padahal curah hujan cukup tinggi dan intensitas sinar matahari pun tak banyak.  

Lucunya lagi, ketika seluruh liga top di Eropa meliburkan diri pada bulan Desember yang bersalju, Liga Inggris justru melangsungkan pertandingan pada laga Boxing-day (malam Natal kedua)

Lalu bagaimana caranya agar rumput di stadion-stadion Inggris itu bisa dipergunakan di musim dingin?

Jawabnya gampang, bajak saja tukang rumputnya! 

Nah begitulah ceritanya. Kalau di "Republik Konoha" tukang rumput ini dibully, maka di Eropa mereka ini sangat dihormati.

(Bersambung, Buro Happold bagaimana kisahnya sebenarnya?)

 

Referensi,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun