Contoh kasus yang masih relevan adalah kasus bank Century pada tahun 2008 lalu.
Dalam kasus ini ada prinsip perbankan yang dilanggar. Akan tetapi ketika kita berbicara tentang "Bahaya sistemik perbankan yang bisa menyeret Indonesia kembali seperti pada masa krisis 1997-1998" maka cara penanganan kasus Bank Century ini pun menjadi bias.
Jujur saja sampai detik ini pun KPK sendiri tidak bisa (berani) mengambil sikap.
Artinya, apabila dalam kasus Century ini KPK bersikap "prudent," maka sebaiknya untuk kasus-kasus seperti ini KPK juga harus bisa bersikap "prudent." Apalagi terdakwa samasekali tidak menerima suap.
***
Saya ini termasuk pendukung revisi UU KPK, terutama terkait SP3. Dalam artikel saya sebelumnya, kita bisa melihat bagaimana KPK kalah dalam kasus Syafruddin Temenggung karena KPK "salah kamar."
Juga dalam kasus korupsi RJ Lino, dimana sampai lima tahun waktu berlalu, KPK belum juga selesai menghitung berapa besar sebenarnya kerugian Negara.
Kasus tidak kuat, tetapi dipaksakan untuk terus maju. Ini karena UU KPK lama, tidak memungkinkan KPK untuk membuat SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara).
Kasus Sofyan Basir kemudian menjadi puncak dari kekonyolan itu. Untunglah jaksa penuntutnya orang KPK sendiri. Sebab kalau jaksanya dari "Gedung Bundar" pasti mereka ini tidak akan mau menangani kasus ini.
Dengan UU KPK yang baru, hal-hal seperti ini nantinya tidak akan terjadi lagi. Nanti Dewan Pengawas akan memeriksa kasus-kasus seperti ini. Kasusnya kuat atau tidak. Kalau tidak, maka langsung SP3, dan KPK pun akhirnya terhindar dari rasa malu.
Atau jangan-jangan ada "Mujahidin yang bukan polisi Taliban maupun polisi India" di tubuh KPK sekarang ini.