***
Program BI untuk menjaga stabilitas sistim keuangan nasional dalam mendorong pertumbuhan perekonomian nasional tentulah sangat berat karena keduanya sangat berseberangan. Di masa lalu, kebijakan Sumarlin itu adalah untuk mengejar tingkat pertumbuhan. Indonesia pun kemudian berubah menjadi macan Asia. Pertumbuhan ekonomi selalunya akan mengurangi angka pengangguran. Namun pertumbuhan yang terlalu besar juga rawan overheat, apalagi regim kebijakan keuangan biasanya akan selalu dilonggarkan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi.
Analoginya seperti menjaga berat badan ideal. Bagaimana caranya "makan enak-enak tapi perut tetap langsing" Untuk menjaga perut tetap langsing (stabilitas keuangan nasional) selalunya perlu menjaga asupan makanan (pertumbuhan perekonomian di tingkat yang rasional sekitar 4-5%)
Sebaliknya untuk mengejar pertumbuhan diatas 5%, apalagi sampai 2 digit, dibutuhkan effort yang luar biasa juga, seperti masuknya investasi asing ke sektor riil, termasuk juga melonggarkan regim kebijakan keuangan nasional yang bisa saja berubah menjadi blunder.
Program Menjaga stabilitas sistim keuangan nasional dalam mendorong pertumbuhan perekonomian ini, kini menjadi tanggung jawab kita bersama. Bisnis akan berjalan kalau ada trust (dari pemerintah dan aparatusnya) dan stabilitas sosial (dari masyarakat)
Kalau setiap hari warga berdemo, tentu bisnis tidak akan berjalan dengan sempurna. Slogan "anti aseng-asing" akan membuat investor kecut menggelontorkan dollarnya di sini.
Sebaliknya juga, dana simpanan masyarakat yang berlimpah di perbankan nasional akan membuat perbankan nasional lebih leluasa mengucurkan kredit bagi dunia wirausaha, yang otomatis akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H