Aku baru saja masuk ke dalam mobil dan meletakkan barang belanjaan ketika terdengar notifikasi SMS masuk. Ternyata dari papa. Beliau ini kemarin datang ke Bangka karena ada urusan bisnis. Segala urusannya telah selesai, lalu papa mengajakku untuk bertemu di hotel. Apakah ini sidak? Sebuah ultimatum? Atau apa ya...? Aku lalu menuju hotel yang hanya berjarak 10 menit saja dari tempatku berada.
Ternyata papa memang ada urusan bisnis. Papa ini seorang militer dengan pangkat terakhir ketika pensiun adalah Kolonel. Dulu itu aku tidak tahu apa masalahnya, tetapi sejak delapan tahun lalu papa itu "dikandangkan" di Mabes dengan status tanpa jabatan.Â
Tapi banyak juga teman-temannya yang begitu, bahkan ada juga yang bintang satu! Sejak itu papa berubah menjadi pendiam, dan kurang dekat dengan anak-anak, termasuk padaku, "bungsu semata wayang..."
Tetapi setahun lalu terjadi perubahan. Atasan papa dulu kini menjadi petinggi di Departemen Pertambangan, lalu mengajak teman-temannya untuk bergabung dengannya, termasuk papa juga. Kini papa sering bepergian ke luar kota untuk urusan bisnis pertambangan. Sejak itu senyumnya sudah mulai sumringah sama seperti dahulu lagi...
Aku tidak tahu apakah ini kabar baik atau kabar buruk. Sebagai anak, tentu saja ini kabar baik. Papa ini terkenal suka akan tanah. Kalau ada uang kelebihan beliau ini pasti akan beli tanah.Â
Di Papua, Kalimantan dan Sulawesi tempatnya dulu bertugas, papa ini juga punya tanah, dari yang hanya sepetak hingga yang luas. kalau rezeki papa semakin bertambah tentu saja itu good news. Pasti dia akan beli tanah lagi... yang nantinya akan diwariskannya juga kepada kami anak-anaknya... Sepuluh tahun lagi harga tanah itu pasti akan melonjak!
Kabar buruknya, orang bilang semakin kaya seseorang akan semakin keras pula perangainya! Ini menyangkut Lenny! Mama jelas tak suka kepada Lenny, aku takut mama akan mempengaruhi papa. Papa itu memang kolonel, tapi di rumah mama adalah jenderalnya! Kalau ternyata papa itu tidak suka juga kepada Lenny, maka tamatlah riwayatku. Kini papa sudah jadi bos, jadi direktur, "titah baginda tidak bisa dibantah apalagi oleh anak bungsunya...yang tak lagi semata wayang..."
Wah, aku jadi stres mikirinnya. Tapi aku tidak punya banyak waktu, aku harus membicarakannya. Beliau ini adalah orangtuaku. Sebagai anak aku wajib menjelaskan semuanya apalagi menyangkut jalan hidupku.Â
Tapi jalan hidupku berada ditanganku sendiri. Sekiranya mereka tidak berkenaan, aku pun tidak bisa memaksanya. Kalau sudah begitu, aku terpaksa harus berjuang sendiri. Tidak apa-apa yang penting mereka masih mau mengakuiku sebagai anak....
Aku lalu menceritakan semua rencanaku kepada papa. Lega rasanya bisa menceritakannya karena aku belum pernah bercerita soal ini kepada siapapun. Aku juga merindukan suasana seperti ini. Terakhir kali aku ngobrol serius dengan papa adalah ketika aku hendak berangkat PTT ke Bangka dulu. Papa hanya diam saja, malah meminta maaf baru sekarang ini bisa menjengukku. Papa kemudian mengajakku ke rumah dinas.
"Wah enak banget rumah dinas kamu ini... rumah dinas papa dulu luasnya hanya setengah dari sini, dindingnya papan lagi... Eh ada ayam, kamu memelihara ayam?" seru papaku sambil tertawa.