Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Diary Dokter Cinta (Bagian 6)

5 Desember 2017   09:39 Diperbarui: 5 Desember 2017   10:27 2566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah yang lebih cinta daripada sebuah cinta...

cinta kini membuatku tertawa dan melayang

melintasi angkasa menuju bintang-bintang

tapi ku takut cinta ini hanya sementara

karena takdirku selalu merana ditinggal cinta...

Hujan yang sudah berhenti membuat sore hari ini cerah kembali. Aku baru saja menikmati secangkir kopi pahit tanpa gula. Kopi ini nikmat sekali karena diracik dengan sentuhan cinta... Biasanya aku membuat kopi dengan memasaknya bersama dengan air. Setelah air hampir mendidih, aku cepat-cepat mengangkatnya dari atas kompor, lalu menyaringnya. kalau airnya keburu mendidih, rasa kopinya menjadi tidak enak karena kopinya pecah...

Lenny membuat kopi dengan cara yang berbeda. Air dijerang. Setelah mendidih, kopi lalu diseduh. Biasanya aku tidak akan suka cara begini. Kopi tidak melting dengan air. Kopi tidak "kawin" dengan airnya, sehingga rasanya jadi berbeda. Tapi kali ini aku ingin membuat penilaian tersendiri diluar kelaziman. Mana yang lebih dominan "cinta rasa kopi" atau cita rasa kopi itu sendiri. "Aha...ternyata kopi buatan Lenny jauh lebih enak. Itu karena lezatnya terasa di lidah, sensasinya singgah di hati...

"Selamat sore dok..."

"Eh..selamat sore, silahkan masuk pak..." jawabku pada seorang pasien yang telah membuyarkan sensasi kopiku.

"Ini dok, badan saya ini lemes-lemes. Disini juga sakit dok, di hati. Kadang-kadang seperti diremas-remas ini jantung dok kayak mau mati..."kata pasien tersebut sambil menunjuk ulu hatinya.

Aku lalu memeriksa dengan cermat pasien bernama Jansen ini. Tidak ada yang salah, semuanya dalam keadaan baik. Tensi dan denyut jantung normal. Sepertinya ini masalah psikis saja. Lalu Jansen mengeluarkam hasil pemeriksaan laboratoriumnya dua hari yang lalu. 

Aku lalu membacanya dengan teliti. Semuanya bagus. Aku menatapnya sekali lagi. Tampilan fisiknya baik, pasti ini orang sering nge-gym. Kulit, kuku dan rambutnya terawat dengan baik. Sepertinya orang ini juga rajin perawatan diri ke salon, Meni-pedi (menicure dan pedicure....)

Aku pikir mungkin dia sedikit depresi. Aku lalu meminta Lenny meninggalkan kami berdua. Aku lalu mengatakan kepada Jansen bahwa kondisi fisiknya sangat baik, bahkan lebih baik dari kondisiku sendiri. Jadi aku meminta dia menceritakan apa saja yang mengganggu pikirannya saat ini...

Tiba-tiba wajah Jansen berubah, seperti orang mau nangis. Dia lalu menceritakan penderitaan batinnya. Ternyata Jansen ditinggal pergi oleh pacarnya. Di Jakarta mereka sudah tinggal serumah dua tahun terakhir ini, dan sudah bersiap untuk melangsungkan pernikahan. Eh tiada dinyana tiada diduga pacarnya berselingkuh dengan tetangga sebelah, untuk kemudian tinggal pula di rumah sebelah...Astaga naga! Apakah tak ada lagi kos-kosan atau rumah sewa ditempat lain untuk ditinggali bersama selingkuhan..?

Aku merasa sangat iba kepada Jansen. "Ah nasib kita sama Sen, sering mendapat SP-3 alias diputus pacar.." bisikku dalam hati. "Eh..tunggu dulu, itu pacarnya kelaminnya apa dulu..." kataku dalam hati sambil menjaga jarak! Soalnya bukan apa-apa. 

Dulu itu pernah ada seorang duda separuh baya yang ditinggalkan kekasihnya datang ke praktik, lalu menangis. Bapak itu lalu memelukku sambil menangis sesunggukan. "Sudah pak, sabar ya pak..." kataku ketika itu sambil memeluknya juga.

Tak berapa lama kemudian, aku merasakan keanehan lewat cara bapak itu memelukku. Ternyata kekasih sibapak tadi sudah insyaf dan kembali lagi kepada isterinya yang seorang bidan itu! "Ih!!!" jeritku ketika itu. Untung saja aku tidak refleks menonjok congornya...

Jansen sepertinya sudah bisa mengendalikan emosi dan tangisnya. Setelah bisa memastikan bahwa mantan pacarnya itu adalah seorang perempuan sejati, aku kemudian berbicara lebih terbuka kepadanya. Aku lalu berbicara tentang kisah kekelaman cintaku kepadanya. 

Tentu saja sudah ditambahi dengan bumbu-bumbu penyedap... Setelah berbagi kisah, Jansen kini sudah tenang. Aku memberinya penenang ringan dan vitamin. Aku lalu menasehatinya agar segera move-on. Seharusnya dia bersyukur, wanita itu memang tak pantas untuknya....

"Saya sudah kadung sakit hati dok..."

"Wah jangan dibiarkan dong hatinya sakit, ntar bisa jadi sirosis...kanker hati" kataku bercanda
"Gimana caranya memperbaiki hati yang sudah terlanjur sakit dok..." Kata Jansen lagi

"Ah caranya gampang. Gak perlu transplantasi hati atau apa, cukup pindah saja ke lain hati, lalu semuanya akan baik-baik saja... Makanya carilah sijantung hati agar yang remang menjadi terang, susah menjadi senang...hahahaha..." kami tertawa bersamaan...

"By the way, kenapa gak cari pacar disini saja pak. Disini cewenya baik-baik dan cakep lagi. ngapain juga cari di Jakarta. Saya aja kapok pacaran sama cewe Jakarta..

"Oh gitu. serius dok..?"

"Iya. Saya juga baru pacaran dengan cewe sini, anaknya baik banget" waduh! aku keceplosan...

"Wah selamat ya dok.." kata Jansen sambil menyalamiku.

"Wah apaan ini selamat, kalau bisa bertahan lebih dari dua tahun baru boleh kasih selamat" gerutuku dalam hati. Soalnya umur pacaranku itu tak pernah sampai dua tahun. Entah kenapa selalunya aku yang ditinggal...

Tanpa terasa sudah satu jam Jansen di ruang praktik. Kebetulan juga tidak ada pasien lain sehingga kami bisa berbicara leluasa. Sebelum pergi Jansen berkata, "berapa ya dok...?"

"Ah, untuk teman free aja deh..." Aku tahu Jansen akan tinggal di sini, dan rasanya Jansen akan bisa menjadi sahabat yang baik bagiku. Disini aku memang tidak punya "teman yang sepadan..."

"Ah enggak ah, aku gak enak ini dok.." katanya sambil meletakkan dua lembar pecahan gocap...

"Ya udah, kali ini aja ya..." kataku sambil berharap dia meletakkan selembar pecahan gocap lagi

"Makasih ya dok..." katanya sambil memelukku erat.

"Sama-sama bro, goodluck ya..."

"Ah gua seneng banget nih..." kata Jansen sambil meletakkan dua lembar pecahan gocap lagi diatas meja, dan langsung ngacir ke luar... Buset tuh orang.... kenapa Tuhan tidak mengirim banyak-banyak pasien seperti ini ya...

"Koh Jansen tadi sakit ape dok..." tanya Lenny yang tiba-tiba aja sudah nongol di ruang praktik. "Ah dia tuh sakitnya disini koh..." kataku sambil memegang dadaku. Aku sengaja menyebut "koh" karena Lenny terkadang memanggilku dok, terkadang memanggil koko. Kalau lagi berduaan, dia baru memanggilku dengan sebutan koko....

"Sakit paru-paru ko?" selidik Lenny.

"Nggak. dia itu gak sakit apa-apa. Jansen cuma mau konsultasi aja, gimana caranya mencari sijantung hati..."

"Ah dokter becanda mulu...."

"Ah.. ini mah urusan laki" kataku sambil memeluk Lenny dari belakang...

Tiba-tiba Lenny melepaskan pelukanku. "Ah tak bagus dok kalau dilihat orang!" kata Lenny sedikit ketakutan. Aku hanya tertawa geli lalu menyalamkan dua ratus ribu uang Jansen tadi. "Nih buat jajan kamu.."

"Uang dari mana ini.." tanya Lenny heran.

"Gua baru ngerampok...hahahaha..." aku tidak dapat menahan tawa. "Ya uang dari praktek dong sayang.."

"Thanks ko, tapi disimpan disini aja ya..." kata Lenny sambil memasukkan nopek tersebut ke laci.

"Gak usah Lenn.. itu buat kamu.." kataku serius.

"Gak ah. duit praktik harus dikumpul buat sekolah. ntar aja kalau koko udah kaya baru aku minta uang jajan..."

"Ya, Tuhan...ini anak baik banget... emang pas anak ini dijadiin bini, hidupku kelak tidak akan melarat og..." bisikku dalam hati...  

Bersambung

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun