Seperti kita ketahui bersama, pada lanjutan EPL kemarin Manchester City akhirnya melumat Liverpool dengan skor amat telak 5-0!!! Kalah menang adalah hal biasa, karena sejak dari kecil saya juga sering menonton Liverpool kalah. Tapi inilah untuk pertama kalinya saya "menikmati The Reds dipermalukan" sampai 5-0!!!
Ketika babak kedua dimulai, saya berharap agar The Reds cukup kalah 2-0 saja. Karena jelas terlihat The Reds kalah segalanya, terutama dalam semangat juang dan organisasi permainan. Tetapi saya kemudian malu melihat permainan The Reds dan berharap agar skor menjadi 3-0 saja, karena skor itu terasa pas menjadi bahan evaluasi secara total. Akan tetapi Tuhan itu "sangat baik" dengan memberikan skor 5-0! Makjleb!!!
Artinya konsep gegen pressing ala Klopp selama ini memang harus dievaluasi ulang, lalu dibandingkan dengan gogon pressing ala Srimulat. Hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui mana dari keduanya yang lebih menghibur fans/penonton...
***
Saya sudah menyukai Juergen Klopp ketika beliau ini masih melatih Dortmund yang bermain sangat energik untuk mengimbangi dominasi Munich di Bundesliga. Ketika Dortmund kalah di final Piala Champion 2013 dari Munich dan kemudian prestasi Dortmund melorot hebat di Bundesliga, saya tetap yakin Klopp adalah pelatih hebat. Akan tetapi untuk urusan adu taktik, saya membuat catatan khusus. Kelas Klopp ternyata masih di bawah Mou (pelatih hebat yang bisanya hanya meramu pemain-pemain hebat juga...)
Klopp kemudian datang ke Anfiled pada 8 Oktober 2015 dengan membawa "gegen pressing" semangat khas Nordrhein-Westfalen yang tak kalah dengan semangat Bavaria yang pantang meyerah. Saya suka Klopp datang pada Oktober bukan pada Juli, agar dia tidak terbeban pada masa awal kerjanya di Anfield. 9 bulan itu pasti sudah cukup untuk mengenalkan gegen pressing dan Klopp bisa memahami karakter dan respons anak asuhnya terhadap skema permainannya.
Musim 2015-2016 berlalu. Saya menyukai gaya permainan The Reds yang baru. Determinasi tinggi dengan pressing ketat lebih memikat dari gaya semi tiki-taka ala Brendan Rogers. Tapi ada satu hal penting. Sepak bola adalah permainan 90 menit plus, bukan 60 menit! Ternyata tidak ada pemain yang bisa memainkan gegen pressing secara konstan selama 90 menit tanpa terkena kram! Bukan itu saja, kini para pemain rawan cedera harmstring atau cedera lainnya bak pemain Arsenal arahan monsieur Wenger..
Gaya bermain Klopp sepertinya tidak ingin memanfaatkan jasa pemain bernomor 9 (striker murni) Klopp lebih suka memakai 3 gelandang serang/penyerang sayap. Atau seorang "striker false9" pada Coutinho/Firmino. Pertimbangannya adalah, ketika kehilangan bola dalam posisi menyerang, 3 gelandang ini bisa langsung menekan lewat gegen pressing justru di garis pertahanan lawan sendiri. 3 gelandang serang ini ditopang 3 gelandang bertahan yang berdiri sejajar plus 2 wingback yang rajin naik. Bermain dengan gaya begini, otomatis penguasaan bola mutlak ditangan anak asuh Klopp.
Beginilah pakem permainan The Reds ketika berhadapan dengan Chelsea, The Citizens, MU, Watford, Fullham maupun Persib Bandung! Satu lagi catatan saya, sepertinya Klopp tidak suka akan "plan A atau plan B!" padahal di lapangan semuanya bisa terjadi tanpa dapat diprediksi. Dan satu lagi, agama The Reds cuma satu, gegen pressing! Tidak perduli jumlah pemain tinggal 10 orang dan pemain lawan itu ternyata "ada 12" orang, gaya bermain The Reds akan tetap gegen pressing... Akhirnya kalau Klopp ketemu dengan pelatih-pelatih "licik" seperti Mou, maka dia kan menjadi makanan empuk mereka itu...
Tetapi bukan karena "licik" Pep "memakan" Klopp! Pep belajar banyak hal dari musim pertamanya yang babak belur itu. Tidak ada yang salah dengan The Citizens tahun lalu, kecuali lini belakangnya. Lalu Pep membelanjakan triliunan rupiah untuk lini belakangnya, dan kini hasilnya terlihat sangat nyata! Lini tengah dan depan tidak banyak berubah, tetapi kini semakin trengginas karena lini belakang yang justru dengan 3 orang bek tengah itu sangat solid. Pergerakan menggila Benjamin Mendy dan Kyle Walker dari sisi kiri dan kanan lapangan, juga membuat de Bruyne leluasa menggedor pertahanan The Reds.
***