Kasus First Travel yang telah memakan ribuan korban jemaah dan triliunan rupiah ini seharusnya menjadi pembelajaran penting bagi kita semua betapa pola kejahatan itu ternyata mampu memasuki wilayah sakral dalam tatanan hidup bemasyarakat. Sama seperti bau busuk yang tidak mungkin bisa disembunyikan selamanya, kejahatan itu pun kemudian terbongkar, untuk kemudian membawa duka yang mendalam bagi para korbannya.
Bila dibandingkan dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Kepolisian maupun Kejaksaan, KPK kini berada di garda terdepan dalam tindakan pemberantasan dan penindakan korupsi ini. Itu karena ada beberapa oknum polisi dan kejaksaan yang "dicokok" KPK karena korupsi, dan tidak ada (belum ada) oknum KPK yang "dicokok" polisi maupun kejaksaan gegara korupsi!Â
Kasus BLBI belum selesai, kasus e-KTP menyeruak ke permukaan untuk kemudian diramu dengan kasus First Travel. Pertanyaan besarnya adalah, Adakah sesuatu yang bisa kita lakukan untuk mencegah kejahatan itu terjadi, atau setidaknya menindaknya sebelum kasus tersebut membesar?Tentu saja ada dan bisa! Pertanyaannya adalah apakah kita semua mau mendukung  cara tersebut? atau tidak!
Pihak pertama yang tidak setuju akan ide ini tentulah DPR! Lalu Birokrat dan lembaga penegak hukum sendiri! Cara mencegah tindak kejahatan (korupsi) itu adalah dengan memaksimalkan peran PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk melakukan PENYELIDIKAN atas setiap informasi transaksi keuangan yang terindikasi merupakan tindak pidana pencucian uang!
Mungkin tidak banyak yang mengetahui peran PPATK ini. Sebagai sebuah institusi yang sangat penting di negeri ini, PPATK sungguh bernasib malang karena penampilannya bak "macan ompong saja!" PPATK mempunyai kemampuan mengendus (mengumpulkan, menyimpan, menganalisis hingga mengevaluasi) semua transaksi yang mencurigakan, tetapi sama sekali tidak mempunyai kewenangan untuk menyelidiki kejahatan tersebut sedini mungkin!
Analoginya seperti ini. Seekor K-9 (anjing pelacak) mengendus koper seorang penumpang di bandara, yang ternyata membawa 10 kg sabu senilai Rp 8 miliar. Lalu K-9 tersebut "berbisik" kepada majikannya perihal sabu tersebut. Kemudian sang majikan menyeret kurir narkoba tersebut ke ruang keamanan, untuk kemudian berdamai dengan sang kurir. "Setelah merapikan celananya" sang majikan lalu memberikan sepotong tulang kepada K-9 tersebut....
***
Tindak pidana korupsi, penipuan (seperti First Travel) penyuapan maupun kejahatan narkoba/psikotropika, termasuk pencucian uang selalu mempunyai transaksi yang mencurigakan, dan hampir pasti selalu terendus oleh PPATK. Akan tetapi PPATK tidak bisa berbuat apa-apa, karena mereka tidak mempunyai wewenang untuk menindaklanjutinya untuk mendapatkan bukti materil. Ataupun juga mungkin PPATK ini tidak mau hanya "mendapat tulang saja," sementara oknum Polisi, oknum Jaksa dan oknum Hakim mendapat "Tenderloin steak!"
Selain wewenang untuk melakukan penyelidikan, PPATK juga sebaiknya diberi wewenang untuk melakukan pemblokiran rekening yang terindikasi merupakan tindak pidana pencucian uang! Karena dalam beberapa kasus kejahatan, ketika kejahatan itu mulai diungkap oleh pihak yang berwajib, pelaku kejahatan masih sempat mengalihkan aset-aset mereka ke luar negeri maupun kepihak lain!
Dalam kasus First Travel misalnya. Berdasarkan penelusuran dan analisa PPATK, sejak 2011 sampai Juni 2017, First Travel (PT First Anugerah Karya Wisata) berhasil mengumpulkan dana dari ribuan jemaah umroh hingga mencapai triliunan rupiah. Menurut polisi, First Travel mempunyai total utang tiket sebesar Rp 85 M, utang kepada sebuah perusahaan provider visa sebesar Rp 9,7 M, belum terhitung beberapa provider lain yang dikelabui oleh First Travel! Di Arab Saudi, First Travel mempunyai utang kepada 3 hotel di Mekah dan 3 hotel lainnya di Madinah, dengan total utang keseluruhan sebesar Rp 24 M! Akan tetapi di rekening First Travel hanya bersisa satu jutaan rupiah saja...
Betapa mirisnya melihat situasi ini. PPATK memeriksa laporan keuangan FT sejak 2011 hingga 2017 dimana FT berhasil mengumpulkan dana hingga triliunan rupiah dan berhutang ratusan miliar rupiah, tetapi di rekening FT hanya bersisa satu jutaan rupiah saja! Itu karena Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan berhasil memindahkan semua aset-aset mereka sebelum kasus ini terungkap!