Saat ini masih terus berlangsung perdebatan mengenai lesu tidaknya perekonomian nasional. Kalau parameternya adalah simpanan masyarakat di bank dan belanja consumer goods, tentulah semuanya akan terlihat baik-baik saja. Akan tetapi kalau kita melihat belanja masyarakat di luar consumer goods maka nyatalah lesunya perekonomian itu. Glodok, mall-mal, pusat perkulakan dan hipermarket adalah saksi bisu menurunnya daya beli masyarakat.
Terlepas dari perdebatan tersebut, saya tertarik untuk mencermati perilaku berbelanja kelas menengah terhadap penurunan daya beli yang ditengarai menjadi salah satu penyebab lesunya perekonomian nasional saat ini. Perilaku berbelanja itu tentu saja linier dengan gaya hidup dan cara pandang mereka tentang cara menjalani hidup itu sendiri. Secara garis besar, saya membagi kelas menengah ini dalam tiga kelompok saja, yaitu KMB (Kelompok Menengah Bawah) KM (Kelompok Menengah) dan KMA (Kelompok Menengah Atas)
Pertama, KM (Kelompok Menengah)
Ciri khas KM adalah "eksis" (stylish) dan aktif di sosmed. Cenderung narsis lewat instagram ataupun fb. Ketika ekonomi nasional bertumbuh pesat beberapa waktu lalu yang ditopang oleh bagusnya harga komoditi seperti CPO, batu bara dan ekspor, maka generasi KM yang naik kelas dari KMBÂ pun bertumbuh juga. KM ini cenderung sangat konsumtif karena ditopang oleh kenaikan pendapatan dan juga kartu kredit (Tak jarang memiliki 3-4 kartu kredit!)
Pertumbuhan ekonomi akan selalu menciptakan orang kaya baru, dan perilaku (life style) yang baru pula. Kini orang mulai sering makan di luar (cafe atau restoran) dan bersantai ke karaoke keluarga. Akhir pekan berlibur ke Bandung atau liburan ke luar negeri. Menjamurnya Budget hotel, cafe dan karaoke keluarga adalah pertanda mulai banyaknya kelas menengah baru.
Masyarakat kini mempunyai kecenderungan baru yaitu rajin berganti barang seperti membeli mobil, motor, ponsel/gadget, laptop, pakaian dan sepatu/tas. Dan satu lagi masyarakat "rajin ketemuan" (arisan, reuni bahkan berbisnis) di cafe dalam suasana yang hangat dan nonformil. Akhirnya seluruh sektor usaha bisa merasakan manfaatnya, karena uang terus mengalir dan berputar, sehingga mampu mendorong ekonomi bertumbuh hingga mencapai 7%!
Pendapatan setelah dikurangi dengan biaya rumah tangga, tabungan dan konsumsi (lifestyle) masih bersisa yang sering diinvestasikan kedalam tanah dan properti karena tingkat kenaikan harga yang lumayan tinggi (jauh diatas inflasi) Â Akan tetapi suasana perekonomian terkini membuat KM berhati-hati. Mereka mulai mengurangi konsumsi (lifestyle) dan menahan investasi dalam pembelian tanah/properti (karena pasar properti memang sedang jenuh juga)
Kedua, KMB (Kelompok Menengah Bawah)
Kelompok ini adalah yang terbesar dari seluruh kelas menengah Indonesia, dan juga kelompok yang paling tinggi pertumbuhannya. KMB adalah kelompok masyarakat yang unik. Mereka berasal dari KB (Kelompok Bawah) yang naik kelas, KM yang turun kelas (terkena rasionalisasi atau perampingan) KMA yang bangkrut, ataupun "Keturunan kedelapan" dari KSK (Kelompok Super Kaya, yang "hartanya telah dihabiskan oleh keturunan ketujuh...")
Perilaku warga KM yang selalu "eksis" dan narsis di sosmed ini, ternyata turut menular pula ke warga KMB yang termasuk kategori "yang sedang-sedang saja" (tidak kaya, tidak pula miskin) Meskipun pendapatannya tidak terlalu tinggi, KMB ini ingin terlihat dan cenderung memaksakan diri seperti KM juga. Akibatnya bisa ditebak. "Kaki jadi kepala dan kepala jadi kaki" adalah suatu upaya untuk mempertahankan eksistensi ini...
Pendapatan setelah dikurangi dengan biaya rumah tangga (termasuk cicilan rumah, mobil/motor dan kartu kredit/KTA) habis untuk biaya konsumsi (lifestyle) Kalaupun ada yang bersisa, jumlahnya juga tidak akan banyak (Sebagian KMB menabung malah untuk dipakai biaya liburan akhir tahun ke luar negeri...)