Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Doa Seorang Napi (Bagian 2)

9 Agustus 2017   16:26 Diperbarui: 9 Agustus 2017   21:51 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : detikNews

Lama Hendra mengetahui kalau Amir sebenarnya mencuri barang dari Jordan, big bosnya sendiri. Selama ini Amir bekerja sama dengan pacarnya, Maya untuk memasarkan narkoba. Bukan itu saja, Amir dan Maya ternyata bermain dua kaki juga dengan Dicky, bos lain, untuk menjual narkobanya. Maya tadinya adalah simpanan Dicky juga. Mereka kemudian mencuri barang dari kedua bos narkoba itu, yang lalu disembunyikan di apartemen Maya. Tetapi Amir kemudian menjadi serakah. Dia lalu membunuh Maya dengan membuatnya over dosis. Setelah mengambil seluruh uang tunai dan sabu di brankas, Amir lalu kabur.

Polisi ternyata memang sudah mengintai Hendra, karena ada informasi bahwa Hendra adalah salah satu pemain baru yang berniat masuk ke pasar narkoba. Apalagi ada rumor mengenai  banyaknya barang baru masuk lewat Thailand. Polisi mengintai Hendra dan Maya untuk mengetahui siapa sebenarnya bos besar dibelakang Hendra. Setelah tertangkapnya Hendra di apartemen Maya, polisi kemudian memastikan bahwa Hendra hanyalah sekelas bandar biasa saja. Polisi menduga, bos yang dicari itu sudah menghilang bersama Amir. Akibat tindakan Amir tersebut, terjadilah perang diantara Jordan dan Dicky yang mengakibatkan tewasnya sembilan orang anak buah mereka sendiri...

Tak ada yang dapat dilakukan Hendra. Hendra kemudian dipecat dari pekerjaannya. Tak ada yang berani menjenguknya terkait isu kepemilikan narkoba yang begitu banyak! Harta, mobil bahkan rumah yang cicilannya belum lunas itu juga sudah dijual isterinya untuk membayar pengacara, dan hasilnya tetap nihil. Hendra dihukum dua puluh tahun penjara. Hendra hanya bisa pasrah tak berdaya, menanggung rasa malu dan penyesalan yang tak terperihkan. Hendra masih beruntung tidak dihabisi oleh dua bos mafia yang kehilangan barang sangat banyak itu...

***

Lima tahun pertama menjalani hukuman di penjara seperti neraka saja bagi Hendra. Bukan hanya secara fisik saja tetapi juga psikis. Rasa marah, kecewa, takut, malu, dan penyesalan yang mendalam membuatnya sering menjerit histeris. Akibatnya Hendra sering dihajar dan dipukuli teman-teman satu selnya. Akan tetapi hal itu tidaklah membuat Hendra menjadi takut kepada mereka.

Karena tidak mempunyai duit, Hendra lalu ditempatkan di sebuah sel besar yang pengap, sel tempat para penjahat kriminal kelas proletar berkumpul. Selama lima tahun pertama menjalani masa hukumannya, Hendra terlihat bagaikan zombie saja. Penampilannya seperti mayat hidup dengan rambut panjang tidak terurus. Jambang dan kumisnya pun tidak dicukur. Kuku jarinya menghitam dengan tatapan mata kosong.

Sesekali dia menangis sedih terisak-isak kalau mengingat anak isterinya. Tak ada yang pernah menjenguknya. Dua tahun pertama, isterinya masih rajin menjenguknya, tetapi kemudian dia mengusirnya dan tidak mau menjumpainya lagi. Hendra tidak mampu melihat tatapan isterinya itu. Jika dia mengingat tatapan mata isterinya tersebut, pasti akan membuatnya meraung-raung, menjerit histeris penuh penyesalan. Hendra lalu memaksa isterinya agar jangan menjenguknya lagi, dan segera melupakannya. Dia sudah mati dan tak ada lagi harapan buat mereka...

***

Diakhir tahun kelima Hendra di penjara, datanglah kabar itu. Isterinya datang menjenguknya dan kali ini Hendra mau menjumpai isterinya karena dia merasa sangat rindu. Isterinya sangat terkejut ketika melihat penampilan Hendra yang seperti orang gila itu. Isteri Hendra nyaris tidak mengenali Hendra lagi. Sambil menangis isterinya memohon izin kepadanya untuk menikah lagi dengan seseorang lelaki yang sangat sayang kepadanya dan anaknya.

Empat tahun yang lalu, Hendra juga sudah meminta kepada pengacaranya untuk mengurus surat perceraian dengan isterinya, agar isterinya itu bisa menikah lagi dengan orang lain. Hendra tidak mau membiarkan isterinya menunggunya sampai hukumannya selesai selama dua puluh tahun itu... Hendra kemudian menangis tersedu-sedu. Bukan karena sedih tetapi karena sangat bahagia. Dia merasa beban yang harus dipikulnya selama ini, akhirnya terangkat juga! Hendra lega isterinya mau menikah lagi. Hendra mau isterinya bahagia walaupun tidak akan pernah bersamanya lagi. Dia telah mati, tetapi cintanya kepada isterinya tidak akan pernah mati untuk selamanya. Kebahagiaan istrinya adalah sukacita terdalam bagi Hendra...

Pernikahan isterinya ternyata membawa perubahan besar bagi Hendra. Hari Natal itu, dia mendapat banyak remisi sama seperti waktu-waktu sebelumnya. Hendra dan para napi lainnya kemudian mendapat hadiah pakaian baru dari berbagai donatur sosial.

Hendra kemudian mencukur rambutnya dengan potongan pendek. Kumis serta jenggotnya juga dibabat habis. Ketika melihat wajahnya di cermin, Hendra terlihat kaget dengan penampilannya. Wajahnya nyaris sama dengan wajah ketika pertama kali datang kemari dulu. Wajahnya terlihat tampan, lalu dia tersenyum. Itulah senyum manis pertamanya di lapas....

***

Bergabung dengan penjahat jalanan membuat Hendra belajar banyak dari segala pengetahuan yang buruk. Hampir semua "bahasa-bahasa kotor" dari berbagai suku bahasa negeri ini dia tahu. Cara-cara mencopet, mencuri, menipu, menghipnotis, mencongkel pintu mobil, mencuri motor, memalsukan minyak makan, pokoknya segala hal yang berbau penipuan dan pemalsuan dipelajarinya dari sesama napi. Hanya memalsukan gigi palsu yang belum pernah dia pelajari di penjara itu...

           

Karena selama ini dianggap "berkelakuan baik", Hendra lalu dipindahkan ke kavling yang bagus. Kavling mewah tempat para penjahat "white collar crime", Penjahat berdasi, boss narkoba, Penipu kelas kakap, Penjahat yang suka berbicara dengan mengutip kata-kata mutiara dari Socrates, Plato ataupun Gandhi berada...

 

Di kavling yang baru sejuk karena ruangannya luas sementara penghuninya sedikit. Di lapas kaum proletar, penghuninya berjejal seperti penumpang komuter. Untuk tidur pun terpaksa harus bergantian... Status sosial jelas menentukan tempat. Napi kelas kakap mempunyai banyak "tamu" yang datang mengunjungi mereka. Mulai dari tamu terhormat kelas pejabat, politisi, rohaniawan, media maupun kaum kere yang mengharapkan "salam tempel" dari mereka. Walaupun di lapas, napi kelas kakap ini tetap mendapat penghormatan dari banyak pihak!

Itulah sebabnya mereka itu tidak pernah merasa bersalah dan tidak pernah juga merasa sebagai seorang penjahat! Mereka meyebut dirinya cuma apes, sial saja. Biasanya kalau napi kelas kakap itu mantan pejabat atau anggota DPR, pengunjung itu dikasih "sangu" amplop sekedar pengganti uang lelah. Tetapi amplopnya biasanya cukup tebal, sehingga membuat para pengunjung itu rajin berkunjung kembali.  Disini "yang tidak ada,akan tetap ada!" Pizza, Sphagetti, Bakmi GM pun tetap ada. Disini uang yang berbicara dan di kavling ini, penghuninya memang orang berkelebihan uang....

***

Setahun sejak Hendra berada di cluster yang baru, terjadi berita besar! Perang besar antar Geng Narkoba terjadi di Jakarta. Jordan big bos yang selama ini menguasai pasaran mati tertembak oleh jaringan bandar baru yang dipimpin oleh Amir, mantan anak buah Jordan sendiri. Tetapi tiga hari kemudian Amir juga mati tertembak dalam sebuah aksi tembak menembak di Marina yang menewaskan dua belas orang anggota sindikat narkoba. Munculnya kembali nama Jordan dan Amir mengingatkan orang kepada nama Maya dan Hendra...

Enam tahun yang lalu ada berita besar menghiasi Head-line semua surat kabar, majalah maupun televisi. Kehadiran seorang Gembong muda narkoba membuat perang antar Boss Narkoba berkecamuk dan berahir tragis dengan masuknya Gembong muda narkoba tersebut kedalam penjara, serta kematian pacarnya yang juga seorang mantan model terkenal.

Tahun pertama Hendra di penjara, puluhan wartawan telah mewawancarainya. Hendra lalu menceritakan keadaan yang sebenarnya. Tetapi tetap tidak ada yang percaya, apalagi ketika melihat penampilannya!

Orang-orang membutuhkan Mitos, Legenda, Tokoh besar, tidak perduli dia baik atau jahat. Disini orang-orang biasa tidak akan dihiraukan. Hanya orang yang sangat baik atau sangat jahat yang populer dan dipuja! Itulah sebabnya dulu dia diacuhkan. Dulu dia disebut-sebut gembong narkoba, tetapi penampilannya yang seperti orang alay, miskin, dan berada diantara penjahat kelas teri, tidak sesuai dengan nama besarnya. Cerita seperti itu tidak akan laku dijual....

(bersambung...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun