Salah satu isu yang menjadi perdebatan para pakar perekonomian saat ini adalah perihal lesu tidaknya perekonomian nasional. Masing-masing memaparkan teorinya termasuk dengan data dan ulasan teknis. Lazimnya "pakar pesanan," (mungkin ini pengaruh honor/popularitas sebagai nara sumber di televisi) mereka itu menggiring opininya berdasarkan sudut pandang mazhab yang sudah terbentuk (pengaruh Pilpres 2014 dan Pilgub 2019) yaitu kubu pro dan kontra pemerintah. Alih-alih mendapatkan solusi, yang terjadi malahan debat kusir berkepanjangan yang semakin membuat kita kebingungan, apa yang sebenarnya topik yang mereka bahas...
Daripada berkutat kepada teori-teori njlimet dan ilmu cocoklogi yang hanya pas diatas kertas saja, lebih baik kita mengamati langsung fenomena yang terjadi di lapangan, termasuk pengalaman sendiri, lalu dikorelasikan dengan hubungan sebab-akibat dan teori-teori njlimet dan ilmu cocoklogi tersebut. Fenomena yang saya amati hanya yang terjadi pada dunia konstruksi dan properti saja, terkait dengan uang panas dan money loundry.
Tidak dapat dipungkiri uang panas berperan besar dalam memutar perekonomian suatu negara. Singapura, Swiss, Virgin Island, Panama dan beberapa negara tax haven lainnya menggantungkan diri kepada uang panas ini. Skandal Panama papers menjadi bukti sahih adanya praktek pencucian uang ini. Tetapi tidak banyak yang tahu, dan tidak perlu kita jauh-jauh pergi ke Karibia untuk "mencuci uang" karena "hujan emas di negeri orang, hujan permata di negeri sendiri!" Uang panas ternyata banyak dicuci di halaman rumah sendiri! (Baca juga, http://www.kompasiana.com/chokky/menyingkap-rahasia-tax-amnesty_592fa8ef3797738f093907e6 )
Uang apakah yang hendak dicuci itu? Dulu hanya satu jenis saja (hasil korupsi), tetapi sejak dua dekade lalu, uang narkotika juga ikutan hendak dicuci. Tempat yang lazim dipakai untuk mencuci uang adalah pada bisnis jual beli tanah, proyek konstruksi dan properti (jangka menengah-panjang) dan bisnis showroom mobil (jangka pendek) cara kerjanya dapat kita cermati pada paparan berikut.
Dulu saya bersama teman, pernah membuat penawaran untuk pekerjaan urugan tanah dan membuat gudang pada sebuah pabrik di Cilegon. Kebetulan saya punya teman orang dalam pada pabrik tersebut. Walaupun sudah dikorting habis-habisan termasuk memangkas keuntungan, (karena tujuannya adalah untuk menyelamatkan cicilan dump-truk dan alat-alat berat) harga penawaran tersebut ternyata belum masuk! Rasanya sungguh mustahil! Akhirnya pemenangnya adalah teman juga dengan harga penawaran 20% lebih murah!
Saya mafhum, ada sesuatu dibelakangnya. Tak lama kemudian teman pemenang proyek tadi menghubungi saya. Dia berkata dibelakangnya ada dana "unlimited", dan dia mengajak saya untuk bekerjasama mencari proyek yang jelas sebanyak-banyaknya (terutama proyek dari perusahaan nasional) Â Yang penting kualitas pekerjaan nantinya harus bagus, cepat dan jauh dari masalah! Soal cash-flow proyek, jangan ragu karena tidak tergantung kepada termyn pembayaran dari bowheer (pemilik proyek) Selain itu "keuntungan untuk kontraktor juga sudah dijamin" oleh pemodal! (Buset! Belum kerja keuntungan sudah terjamin!)
Padahal biasanya cash-flow proyek harus "disesuaikan" dengan jadwal/jumlah pembayaran yang akan diterima! Sepertinya sangat menggiurkan akan tetapi membuat saya ragu. Kalau dananya hasil korupsi mungkin tidak terlalu masalah, karena kondisi paling buruk adalah proyek berhenti "karena putus nafas!" Tetapi hal itu masih bisa diakali dengan mengatur cash-flow proyek agar tersedia dana cadangan untuk mengantisipasi kondisi terburuk tadi. Kalau dana tadi berasal dari korupsi di Deplu, misalnya dari KBRI London, Polisi juga tidak akan mencari link London-proyek!Â
Tapi kalau dananya hasil narkoba, urusannya pasti akan panjang! Polisi akan menghubungkan semuanya! "Pengedar sering terbaca menjadi Pemakai, pemakai terbaca menjadi pengedar, Â orang proyek bisa saja tertulis menjadi kurir merangkap pemakai!" Situasi akan semakin runyam kalau seandainya sipemodal narkoba tadi suka main ke proyek, dan sialnya tertangkap ketika nyabu bersama selingkuhannya di proyek pula! Memikirkan hal itu membuat perut saya mulas! Kerja sama proyek uang panas pun urung terjadi....
Bagi beberapa kontraktor, uang panas ini jelas sangat membantu di tengah "lesunya dunia konstruksi yang waras!" terutama kalau sudah menyangkut cicilan bank dan peralatan proyek. Maklumlah sejak zaman otonomi daerah menguat, perekonomian melekat kepada penguasa daerah. Teman bupati yang tadinya adalah rentenir, seketika berubah menjadi kontraktor! Sepupu bupati yang dulunya dukun beranak, kini menjadi kontraktor juga! Bagi bupati berlaku prinsip, "demi peri keadilan dan peri kemanusiaan, semua orang boleh menjadi kontraktor selama membayar mahar 10% dari nilai proyek!" (Pada beberapa daerah konon mahar itu mencapai 15%)
***
Dulu ada seorang pejabat daerah yang "mencuci" uangnya lewat properti (ruko) Pejabat ini sebelumnya mempunyai tanah luas dari warisan keluarga. Lalu lewat uang panasnya, dia membangun komplek ruko di tanah tersebut secara bertahap. Orang-orang lalu menertawakannya karena dia membangun ruko diantara kebun pisang! Tetapi dia berkilah, ada investor yang mengajak kerjasama, dan dia hanya menyediakan tanah eks keluarga saja. Setelah ruko tersebut terbangun, pejabat tersebut lalu memodali keluarganya dan juga orang miskin lainnya untuk tinggal dan berusaha di ruko tersebut secara gratis.