Dunia berduka atas tragedi yang terjadi di Nice. Walaupun belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas peristiwa tersebut, jelas sekali bahwa kejadian tersebut dilakukan oleh teroris. Melihat dari tempat, waktu dan jumlah korban, jelas peristiwa itu tidak terjadi begitu saja, akan tetapi sudah diperhitungkan dengan cermat dan teliti. Sekiranya polisi tidak cepat menembak pelaku, sulit dibayangkan berapa lagi jumlah korban yang akan bertambah.
Keputusan untuk menembak mati pelaku sudah sangat tepat karena sudah pasti akan mengurangi korban yang akan berjatuhan. Aksi teroris bukanlah kejahatan kriminal. Pada kasus kejahatan kriminal, polisi akan berusaha “melumpuhkan” pelaku agar dapat memperoleh informasi penting darinya. Akan tetapi hal itu tidak berguna bagi eksekutor teror lapangan. Sejak jaman dulupun, teroris terbiasa melengkapi dirinya dengan kapsul sianida yang langsung ditelan apabila mereka tertangkap.
Aksi teror adalah musuh seluruh dunia. Walaupun terjadi nun jauh disana, akan tetapi teror itu seperti virus atau kuman jahat yang hanya menunggu waktu saja untuk tiba disini. Terlepas dari sentimen atau alasan apapun, aksi teror itu adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang paling tidak berperikemanusiaan.
Layaknya virus atau sel kanker, teroris bisa hidup dan bertumbuh karena memang ada media pertumbuhan, supply nutrisi dan iklim yang nyaman untuk bertumbuh. Lalu dalam seketika berubah menjadi monster yang ganas yang memangsa lingkungannya, bahkan termasuk induk semang tempat dia bertumbuh dan berlindung! Tentulah pemerintah harus dapat memetakan tempat-tempat/”inang untuk tempat pertumbuhan virus/sel kanker ini”
Ada hal yang menarik dalam aksi teroris, yaitu korelasi antara aksi teror dengan HAM. Aksi teror lebih sering terjadi pada negara-negara yang menjunjung tinggi HAM! Di Indonesia teror bom sering terjadi sejak jaman reformasi. Itu disebabkan karena teroris itu justru berlindung dibalik HAM! Padahal mereka itu adalah pembunuh HAM nomor satu didunia!
Disetiap aksi teror, polisi pasti tertinggal dari teroris. Ketika melakukan aksinya, para teroris itu tidak memperdulikan orang lain, bahkan nyawanya sendiri. Sedangkan polisi harus memperhitungkan semuanya dengan cermat termasuk nyawa dan kepentingan pihak lainnya. Itulah sebabnya ketika polisi Nice ahirnya berhasil dengan cepat menembak pelaku teror, kita layak bersyukur karena jumlah korban yang akan jatuh lagi dapat direduksi.
Eskalasi aksi teror di Eropa Barat terutama di Perancis sudah menghawatirkan. Di Jerman aksi berbau rasis ala Neo Nazi juga meningkat mengimbangi gelombang imigran Asia-Afrika. Eskalasi aksi teror ini juga berdampak buruk bagi imigran Asia Barat/Afrika yang tinggal di Eropa. Mungkin hanya ras Asia Tenggara/Asia Timur yang masih agak nyaman tinggal di Eropa. Akan tetapi aksi rasis sewaktu-waktu dapat terjadi.
Kalau dulu aksi teror lebih banyak untuk alasan perjuangan kemerdekaan, kini aksi teror sangat tidak jelas juntrungannya. Kalau dulu eksekutornya adalah agen/pasukan terlatih yang melakukan aksinya, tepat dan sesuai dengan target yang direncanakan. Sedapat mungkin korban yang jatuh hanya target sasaran.
Akan tetapi kini pelaku teror adalah “pengantin” yang sudah “dicuci otaknya” Para pengantin ini adalah orang biasa tanpa “CV” sehingga sering lolos dari radar aparat. Memang ada juga plus minusnya. Peledakan kantor polisi Surakarta kemarin, boleh dikatakan termasuk gagal karena dieksekusi oleh seorang pengantin polos yang tidak terlatih sehingga gampang diantisipasi. Kalau pelaku seorang profesional, tentulah korban yang jatuh akan lebih besar.
Akan tetapi begitulah “seni”nya. “Profesional” akan mengincar Mabes atau Polda dan tak sudi bertandang ke polres, akan tetapi keamanan ditempat itu cukup ketat. “Pengantin” tidak mau ke Mabes/Polda karena “takut tersesat” lalu mengicar polres, polsek atau bahkan pos jaga lantas!
Justru di pos jaga lantas itulah rawan kecelakaan. Terkadang tukang kerupuk juga mau beristirahat disitu. Bagaimana kalau pengantinnya tukang kerupuk itu? Bagaimana kalau “Bom karbit berisi paku di pipa paralon itu meledak sendiri gara-gara baterainya korslet?