Mohon tunggu...
Choirurrois
Choirurrois Mohon Tunggu... Penulis - انت بالعقل والفكر لا بالجسد والثياب إنسان choirurrois98@gmail.com

penulis, peneliti dan pengamat ekonomi syariah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Prinsip Pelarangan Riba dalam Al Quran: Sebuah Tinjauan Maqashid Syariah

12 Mei 2023   03:02 Diperbarui: 12 Mei 2023   03:09 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Choirur Rois /Dok pribadi

Prinsip dasar muamalah dalam hukum Islam diperbolehkan selagi tidak ditemukan dalil hukum yang mengharamkannya. Pendekatan yang digunakan dalam hukum Islam untuk memahami suatu hukum dari teks al-Qur'an atau hadis ialah dengan menganalisis 'illat hukum yang terkandung didalamnya, yang kemudian 'illat tersebut menjadi dasar diharamkan atau dihalalkan suatu praktik transaksi tertentu. Melihat 'illat sebagai alasan logis ditetapkanya suatu hukum, ulama memunculkan suatu kaidah al-hukm yadru maa'illatihi wujdan wa adman. Maka dari itu, meninjau "riba" sebagai tolak ukur syariah atau tidaknya suatu muamalah (transaksi) menjadi sangat urgen untuk dilakukannya. Hal ini meninjau fakta bahwa halal atau haramnya suatu transaksi perbankan lumrahnya hanya memperhatikan labelisasi konvensional atau syariahnya suatu perbankan. Artikel ini ingin menelusuri lebih dalam prinsip pelarangan riba dalam dalam hukum Islam dilihat dari cara pandang maqid al-syarah. Kedudukan maqid al-syarah merupakan tujuan tertinggi dibalik ditetapkannya hukum Islam.

Studi Pembuka

Pada prinsipnya segala bentuk transaksi "mu'amalah" dalam hukum Islam diperbolehkan selagi tidak ditemukan dalil yang melarangnya.[1] Maka dari itu, berkenaan dengan dalil-dalil hukum mu'amalah dalam al-Qur'an dan al-Hadis lumrahnya menggunakan redaksi berupa pelarangan. Seperti firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 130 "hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan".[2] Metode yang digunakan dalam hukum Islam untuk menemukan hukum dari suatu perintah atau larangan ialah dengan menganalisis 'illat yang terkandung baik dalam teks al-Qur'an atapun dalam redaksi hadis. Dari redaksi perintah-pelarangan tersebut, ulama' ushul fikih kemudian merumuskan sebuah kaidah "hukum asal dari suatu perintah adalah wajib dan hukum asal dari larangan adalah haram".

Dalam transaksi perbankan, pelarangan terhadap riba merupakan hal yang fundamental, terlebih sebagai prinsip pembeda antara konsep perbankan konvensional dan konsep perbankan syariah. Adanya riba sebagai prinsip pembeda memberikan definisi tersendiri dalam undang-undang Negara Republik Indonesia terhadap kedua konsep perbakan tersebut. Merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), bank konvensional didefinisikan sebagai bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional. Sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan prinsip larangan riba dalam perbankan menciptakan dua lembaga keuangan (Konvensional-Syariah).

Melihat prinsip larangan riba sebagai pokok perbedaan antara lembaga keuangan Konvensional dan lembaga keuangan Syariah, menjadi sesuatu yang urgen untuk menelaah kembali menganai dasar dan maksud "maqid" pelarangan riba dalam hukum Islam. Pertanyaan ini menjadi penting untuk dijawab melihat justifikasi bahwa halal dan haramnya suatu transaksi dalam perbankan hanya melihat terhadap indentitas dari suatu perbankan. Perbankan konvensional dikatakan sebagai lembaga keuangan dengan konsep bunga "riba" dan haram hukumnya.[4] Sedangkan lembaga keuangan Syariah sebagai lembaga bebas riba; bagi hasil. 

Diskursus mengenai riba ramai dibicarakan oleh para ahli hukum Islam begitupun para peneliti, mulai dari identifikasi terhadap 'illat hukum riba danpaknya terhadap ekonomi Islam, dan tinjauan riba dalam berbagai perspektif. Kesimpulan akhirnya menunjukkan bahwa riba diharamkan berdasarkan ketentuan al-qur'an, hadis dan ijma' ulama. Namun, mengenai tinjauan hukum menyamakan riba dengan bunga bank masih terdapat dua aliran pemikiran yang mempunyai pandangan berbeda. Pertama, aliran dengan faham tekstualis yang menyamakan bunga bank "konvensional" dengan riba. Kedua, aliran dengan faham kontekstual yang tidak menyamakan bunga bank dengan riba.

Akar Persoalan 

Bagaimana Kontekstualisasi 'illat riba berdasarkan maqid al-syarah jika di implementasikan terhadap sharia compliance?

Jejak Historis Bank Syariah di Indonesia

Keberadaan bank Syariah di Indonesia diplopori dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) sejak tahun 1992. Dengan system bagi hasil sebagai krakteristik oprasionalnya, bank Syariah diharapkan menjadi Lembaga keuangan yang mampu memberi alternatif terciptanya sistem perbankan yang saling menguntungkan antara masyarakat dan pihak bank, serta mengedepankan aspek keadilan dalam melakukan transaksi-investasi dan terhindarinya spekulatif "riba"dalam setiap traksaksi keuangan.

Di Indonesia perbankan Syariah diatur dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan Syariah. Sebelum adanya undang-undang tersebut, landasan hukum perbankan Syariah berdasarkan UU. No 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Dari undang-undang tersebut, pada tahun 1992 pemerintah mengeluarkan dua peraturan yang berhubungan dengan perbankan Syariah. Yaitu; 1) PP No. 7 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan bagi hasil. 2) PP No. 73 Tahun 1992 tentang Bank perkreditan rakyat berdasarkan bagi hasil.

Pada UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, ketentuan prinsip perbankan Syariah terdapat dalam pasal 1 angka 12-13. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Sedangkan dalam UU No. 21 Tahun 2008 bank Syariah didefinisikan sebagai bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.[1] Menurut otoritas jasa keuangan RI, yang dimaksud dengan prinsip Syariah dalam undang-undang tersebut adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI. Dalam hal ini berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 dan PPOJK No. 64 Tahun 2016 prinsip Syariah dalam perbankan Syariah di spesifikkan pada ketentuan fatwa DSN-MUI sebagai Lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa di Indonesia.

Aspek Ke-Syariahan 

  • Bebas bunga (riba)
  • Bebas dari kegiatan spekulatif (maisir),
  • Bebas dari hal-hal yang tidak jelas (gharar),
  • Bebas dari hal-hal yang merusak (bathil).

Antara Sistem Syariah dan Konvensional 

Bank Syariah (Islamic banking) dalam sistem operasionalnya tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidakpastian (gharar). Maka dari itu sebagai alternatif menghindari praktik-praktik riba, bank Syariah mengunakan sistem bagi hasil yang berasaskan prinsip Syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian.  Sesuai dengan prinsipnya pengelolaan dana yang terdapat dalam bank Syariah dikelompokkan menjadi beberapa bagian utama yaitu; 

  • Prinsip jual beli meliputi, akad murabahah, salam dan istishna,
  • Prinsip bagi hasil meliputi, akad mudharabah dan musyarakah,
  • Prinsip ujrah atau upah meliputi, akad ijarah, ijarah muntahiyah bi al- tamlik dan akad ijarah berlanjut (multijasa),
  • Prinsip pinjaman (al-qardh).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun