“Mata kuliahnya pasti gampang dong”
“Kenapa belajar bahasa Indonesia lagi? kan kita orang Indonesia”
“Oh, nanti jadi guru Bahasa Indonesia ya?"
“Lulusan Sastra Indonesia mau jadi apa?”
Menghindar tak bisa, menjawabnya pun bosan karena sudah terbiasa. Begitulah kira-kira isi hati mereka sebagai pembelajar Sastra Indonesia. Jurusan yang kerap kali dianggap remeh oleh orang sekitar dan dianggap tidak memiliki peluang besar untuk pekerjaan di masa depan.
Mudah sekali menjawabnya. Namun, sebelum itu, perlu dipahami bahwa Sastra Indonesia bukanlah pilihan yang sekadar “mudah” untuk dipelajari. Sastra Indonesia tidak hanya belajar Bahasa Indonesia, menghafal kata baku dan tidak baku, memahami tata bahasa, tetapi lebih dari itu, mereka diharuskan untuk memahami kompleksitas bahasa dan budaya. Mahasiswa Sastra Indonesia juga dilatih untuk menganalisis secara mendalam terhadap teks-teks sastra dengan pemikiran yang kritis dan skeptis.
Sebagai contoh, ketika menganalisis suatu karya sastra, mahasiswa diminta untuk mengamati unsur-unsur tersembunyi di balik luasnya keindahan cerita. Biasanya, unsur-unsur itu tidak diketahui oleh pembaca biasa, tetapi sebagai mahasiswa Sastra Indonesia, mereka mampu menemukan keindahan lain dengan menggunakan teori analisis sastra, seperti sosiologi sastra, psikoanalisis, feminisme, dan sebagainya.
Selain itu, ada pula mata kuliah Linguistik yang merupakan suatu ilmu yang mempelajari bahasa dari segi struktur, fungsi, dan pengggunaannya dalam berkomunikasi. Lebih lagi, apabila difokuskan secara mendalam akan dipertemukan dengan Linguistik Forensik, yaitu suatu cabang ilmu Linguistik yang mempelajari dan mengkaji ilmu bahasa dalam ranah hukum. Keren, bukan?
Pada dasarnya, jurusan Sastra Indonesia tidak dicetak untuk menjadi seorang guru, sebab jika memang ingin menjadi guru, ambillah program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra yang memang dididik untuk menjadi pengajar.
Namun, bukan berarti lulusan Sastra Indonesia tidak bisa menjadi seorang guru atau pengajar karena justru keahlian mereka dalam menganalisis dan mengomunikasikan ide-ide kompleks dapat menjadi nilai tambah dalam dunia pendidikan. Artinya, mereka tetap memiliki potensi untuk menjadi seorang pengajar atau pendidik yang kreatif.
Sementara itu, lulusan Sastra Indonesia juga memiliki berbagai peluang di dunia kerja. Mereka dapat bekerja di bidang penerbitan, media massa, periklanan, penerjemahan, penulisan konten, dan bidang-bidang kreatif lainnya. Keterampilan dalam menganalisis teks serta kemampuan dalam memahami struktur bahasa dan keragaman budaya membuat lulusan Sastra Indonesia menjadi aset berharga di banyak sektor pekerjaan.
Ryandy, salah satu alumni Sastra Indonesia di Universitas Indonesia yang saat ini bekerja di ranah digital marketing pada salah satu E-Commerce di Indonesia, menuturkan bahwa seluruh mata kuliah yang dipelajari di jurusan Sastra Indonesia dapat menjadi penunjang untuk karir di masa depan, “Semua mata kuliah mewajibkan kita untuk membuat tulisan yang logis, terstruktur, dan sesuai EYD. Jadi, semuanya pasti akan terpakai di dunia kerja,” tuturnya.
Semasa kuliah, ia mengaku amat menyukai mata kuliah Fonologi yang merupakan salah satu cabang ilmu dari Linguistik. Ilmu yang mengkaji bunyi bahasa, dari proses terbentuk hingga perubahan bunyinya. Berawal dari hal itu, ia mulai menikmati kuliah di Sastra Indonesia khususnya di Universitas Indonesia. Ia menambahi, bahwa posisinya dalam dunia kerja saat ini tak lepas dari kemampuannya dalam menulis artikel yang mampu menarik hati pembaca dan hal ini menjadi salah satu modal penting yang ia miliki selama berkuliah di Sastra Indonesia untuk berkarir di dunia digital marketing.
Perlu diingat bahwa pilihan karir tidak terbatas pada label jurusan yang dipilih, tetapi pada keahlian dan keterampilan yang diperoleh selama proses belajar di perkuliahan. Sastra Indonesia memberikan dasar yang kuat untuk pengembangan berbagai kemampuan yang akan digunakan dalam dunia kerja, seperti kemampuan berpikir kritis, analitis, dan kreatif.
“Untuk sekarang, banyak bidang pekerjaan yang melihat potensi skill orang dengan tidak melihat dari jurusan di kampus, tapi melihat dari hardskill yang dimiliki dan dipelajari di luar jurusan. Jadi, banyak potensi yang bisa kita maksimalkan kalau banyak aktif ikut organisasi, workshop, dan pelatihan,” ungkap Ryandy.
Bukan ungkapan semata, seorang guru besar di Universitas Indonesia, Prof. Dr. Multamia Retno Mayekti Tawangsih, S.S., D.E.A, yang juga merupakan ahli Linguistik turut menuturkan bahwa ada banyak keunggulan ketika menjadi lulusan Sastra Indonesia.
“Di Jakarta kan perusahaan besar, seperti Korea, Jepang, dan semua negara kalau buka kedutaan besar kan di Jakarta. Nah, kalau mereka datang kan pasti bahwa istri sama anaknya. Pada umumnya, istrinya kan juga pengen belajar bahasa Indonesia karena dia susah berkomunikasi, nggak bisa ngomong sama ART, nggak bisa ngomong sama sopir. Jadi, siapa yang ngajarin, ya kita yang ngajarin dan bayarannya dolar,” ujarnya.
“Sedangkan teman-teman yang lulus dari jurusan sastra asing, kalau mereka mau ngajar bahasa luar yang diajarin kan orang Indonesia, bayarannya apa, rupiah? Kan beda. Itu sederhananya, beda banget penghasilan kita berpuluh kali lipat, tapi itu kalau kita mau spesialisasi menjadi pengajar bahasa Indonesia untuk orang asing,” tambahnya.
Multamia mengungkapkan bahwa Kementerian Indonesia juga sangat terbuka kepada lulusan Sastra Indonesia sebab segala laporan Kementerian perlu ditulis dengan bahasa yang baik dan benar, pidato-pidato para menteri pun wajib dicek struktur bahasa Indonesianya. Selain itu, ia menambahkan bahwa lulusan Sastra Indonesia juga dapat bekerja ke ranah hukum, yaitu lembaga-lembaga bantuan hukum karena apabila terdapat kesalahan kosa kata atau pemahaman dalam teks gugatan, maka hal itu akan berakibat fatal dan sangat mudah bagi hakim untuk mengetok palu.
“Kalian harus bangga menjadi anak dari Prodi Indonesia karena peluangnya itu besar sekali dibandingkan dengan teman-teman dari prodi asing yang kelihatannya sekarang keren. Tapi nanti kalau udah lulus kita yang lebih keren,” ucap Multamia pada akhir sesi obrolan malam itu.
Maka dari itu, pertanyaan "Lulusan Sastra Indonesia mau jadi apa?" seharusnya tidak menjadi stereotipe atau batasan, melainkan menjadi pintu masuk untuk memperluas pandangan mengenai lebarnya peluang lulusan Sastra Indonesia dalam dunia kerja. Bagi mereka yang memilih jurusan ini, tantangan terbesar mungkin bukanlah menjawab pertanyaan klise, tetapi membuktikan bahwa keahlian dan pengetahuan yang mereka miliki dapat membawa kontribusi yang berarti di masa depan karir mereka nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H