Mohon tunggu...
choirunisah
choirunisah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

baca novel, nonton movie, bersepeda.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Post Truth Dulu dan Sekarang

3 Juni 2024   20:44 Diperbarui: 3 Juni 2024   20:51 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Oleh Syamsul Yakin & Choirunisah

Selaku Dosen serta pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung, Kota Depok & Mahasiswa Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.

Post-truth tidak hanya terjadi dalam era digital, tetapi telah ada sejak masa lampau. Nabi SAW telah meramalkan masa depan yang penuh dengan penipuan, di mana pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur didustakan, dan pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah dianggap sebagai pengkhianat.


Menurut Nabi SAW, post-truth berawal dari hati manusia sejak dahulu kala. Kebohongan berasa fakta telah terjadi sejak masa Nabi SAW. Post-truth adalah perilaku lama dengan kemasan baru, di mana orang tidak lagi dipengaruhi oleh opini dari sumber berita valid dan lebih percaya hoaks yang mempermainkan emosi dan akal sehat.

Post-truth muncul dari rasa ketakutan akan kejujuran orang lain dan kekhawatiran akan kekalahan dalam persaingan. Orang-orang kalah memaksa untuk menang dengan intrik, agitasi, dan kampanye hitam, sehingga pendusta dibenarkan sedangkan orang jujur didustakan. Praktik politik modern telah diterpa post-truth.

Kondisi seperti ini diperparah oleh munculnya Ruwaibidhah, representasi masyarakat online yang instan, hipokrit, anti-sosial, dan bandit. Ruwaibidhah adalah musuh bangsa-bangsa dan peradaban. Untuk memenangi persaingan ini, kita harus bermental progresif dan berwatak futurolog dengan mengusung adagium "tomorrow is today", bukan sebaliknya, menjadi kaum romantis-konvensional yang memegang teguh tajuk "yesterday is today". Kita harus melakukan shifting dan reposisi dari "penumpang" era digital kepada "pengendali" agar tidak tergilas katalis perubahan yang liar dengan kecepatan nano-second.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun