Mohon tunggu...
Tito Budiarso
Tito Budiarso Mohon Tunggu... -

Sebesar Impian Anak-anak Kecil

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pak Beye, Kenapa Buat Hidup Kami Makin Berat...

3 Januari 2014   18:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:11 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="" align="aligncenter" width="666" caption="sumber: rimanews.com"][/caption] Sebelum menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tahun lalu, pemerintah berjanji warga miskin tidak akan bertambah.

Dengan menggelontar berbagai program bantuan perlindungan sosial, salah satunya program BLSM (bantuan langsung sementara masyarakat), pemerintah mengklaim dapat menekan angka kemiskinan.

Namun nyatanya, kehidupan rakyat semakin merana akibat melonjatnya harga kebutuhan pokok menyusul kenaikan BBM sehingga jumlah warga miskin mustahil berkurang.

Jumlah penduduk miskin per September 2013 di Indonesia mencapai 28,55 juta orang, bertambah 480 ribu orang dibandingkan angka yang tercatat pada Maret 2013.

Sementara itu, program beras untuk keluarga miskin (raskin), Program Keluarga Harapan (PKH), beasiswa untuk siswa miskin, dll hanya isapan isapan jempol karena faktanya tidak efektif menekan jumlah warga miskin.

Di penghujung tahun 2013 dan menjadi akhir masa periode pemerintahan SBY, ekonomi Indonesia terjun bebas di titik terendah. Rupiah masih melemah terhadap Dollar yaitu 12.134, inflasi sepanjang 2013 besarnya 8,38% dan inflasi bahan pokok makanan 11,35%.

Bagaimanapun ini bukanlah kesalahan SBY seorang melainkan kesalahan dari jutaan rakyat Indonesia yang ikut memilih dan menggantungkan sebagian harapan padanya selama 10 tahun.

Belum lagi menemukan solusi atas persoalan – persoalan diatas, pemerintah kembali menerapkan kebijakan yang kembali mengejutkan, menaikkan harga Gas Elpiji non subsidi sebesar 68 persen.

Namun, pemerintah melalui Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan bahwa kebijakan menaikan elpiji tersebut sepenuhnya merupakan corporate action atau aksi korporasi PT Pertamina. Lantas, apa peran pemerintah disini?

Menanggapi hal tersebut Ekonom INDEF, Eny Sri Hartati menegaskan bahwa langkah menaikkan harga elpiji dapat membebani pemulihan inflasi yang sudah mencapai 8,3 persen.

Hal ini jelas membuat daya beli masyarakat makin menurun sehingga memperlambat laju ekonomi. Ini kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk menekan inflasi dan mencapai pertumbuhan ekonomi.

Inikah kado tahun baru pemerintah untuk rakyat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun