Gerakan Pemuda Ansor bukan sekadar organisasi kepemudaan biasa. Di balik seragam hijau yang khas, ada semangat perjuangan, loyalitas, dan dedikasi yang mengakar. Maka, setiap kader harus terus menempa diri, baik dalam militansi organisasi maupun dalam upaya pemberdayaan ekonomi. Inilah yang menjadi pijakan bagi Pimpinan Anak Cabang (PAC) Ansor Balen dalam menggelar serangkaian kegiatan: upgrading kader, ziarah ke makam ulama, dan rapat kerja untuk merancang program strategis 2024-2027.
Ziarah: Merajut Spiritualitas dan Jejak Sejarah
Setelah upgrading, kegiatan dilanjutkan dengan ziarah ke makam Syeikh KH Syamsuddin Mojosari, yang lebih dikenal sebagai Wali Mastur. Beliau bukan sekadar ulama besar, tetapi juga guru dari banyak ulama Nusantara. Ziarah ini bukan hanya tentang berdoa di makam seorang wali, tetapi juga tentang menyelami jejak keilmuan Islam Nusantara yang penuh dengan perjuangan, kebijaksanaan, dan keberanian.
KH Syamsuddin adalah salah satu tokoh penting dalam jaringan ulama yang membentuk wajah Islam di Indonesia. Para santri yang pernah belajar kepadanya kemudian menyebarkan ilmunya ke berbagai penjuru negeri, mengokohkan tradisi Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang moderat dan inklusif. Dalam konteks kaderisasi Ansor, memahami jejak para ulama ini penting agar kader tidak tercerabut dari akar sejarah dan perjuangan Islam di Nusantara.
Di era modern ini, banyak generasi muda yang kurang mengenal sejarah para ulama besar di tanah air. Padahal, mereka adalah penjaga tradisi yang telah berkontribusi besar dalam membangun karakter bangsa. Oleh karena itu, ziarah semacam ini bukan hanya ritual tahunan, tetapi juga momentum untuk menyambungkan kembali mata rantai keilmuan dan spiritualitas kader dengan para pendahulu.
Upgrading Kader: Militansi dan Kemandirian Ekonomi
Sebagai organisasi kepemudaan yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama, Ansor tidak hanya membutuhkan kader yang loyal, tetapi juga kader yang cerdas, kritis, dan mandiri. Oleh karena itu, dalam upgrading kader kali ini, PAC Ansor Balen menghadirkan narasumber kompeten yang berbicara tentang dua aspek penting: militansi kader dan pemberdayaan ekonomi kreatif.
Militansi kader menjadi topik utama karena, di tengah arus digitalisasi dan perubahan sosial, loyalitas terhadap organisasi sering kali diuji. Tantangan bagi kader Ansor saat ini bukan lagi hanya ancaman fisik, tetapi juga narasi yang menyesatkan di media sosial, infiltrasi ideologi transnasional, dan godaan pragmatisme politik. Maka, pemahaman yang mendalam tentang sejarah perjuangan NU dan peran strategis Ansor menjadi kebutuhan mendesak. Militansi bukan sekadar fanatisme buta, melainkan kesadaran ideologis yang dibangun di atas pemahaman yang benar.
Di sisi lain, pemberdayaan ekonomi kreatif menjadi agenda krusial. Kader yang kuat adalah kader yang mandiri. Jika militansi mengokohkan ideologi, maka kemandirian ekonomi memastikan keberlanjutan perjuangan. Pelatihan tentang ekonomi kreatif membuka wawasan kader agar tidak hanya bergantung pada sektor formal, tetapi juga mampu berinovasi di sektor informal, seperti usaha berbasis digital, produk lokal, dan ekosistem bisnis berbasis komunitas. Dengan demikian, kader Ansor tidak hanya menjadi penggerak dakwah dan sosial, tetapi juga menjadi lokomotif ekonomi yang membangun kesejahteraan di lingkungan masing-masing.