Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Membumikan Makna Vox Populi

31 Januari 2025   05:14 Diperbarui: 31 Januari 2025   05:14 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vox Populi Vox Dei - www.euklaria.com

"Vox populi, vox Dei" atau "suara rakyat adalah suara Tuhan" adalah ungkapan Latin yang sering kita dengar dalam diskusi politik. Namun, apakah benar suara rakyat selalu mencerminkan kehendak ilahi? Atau, lebih pragmatis, apakah suara rakyat di Indonesia hari ini benar-benar murni mencerminkan kehendak mereka sendiri? Pertanyaan ini menjadi semakin relevan menjelang Pemilu 2024, di mana pesta demokrasi kerap kali diramaikan oleh riuh rendah janji politik, buzzer, dan---tak jarang---politik uang.

Mari kita telisik lebih dalam. Secara ideal, vox populi adalah manifestasi dari demokrasi yang sehat. Dalam teori, rakyat adalah penentu utama arah bangsa. Dalam praktik, kenyataan sering kali jauh dari harapan. Di sinilah pentingnya membumikan makna vox populi, agar tidak sekadar menjadi slogan kosong, tetapi menjadi pedoman dalam berpolitik dan berdemokrasi.

Demokrasi dalam Angka

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilu 2019 mencapai 81,97%. Angka ini terbilang tinggi, bahkan melampaui Pemilu sebelumnya. Namun, jika kita melongok lebih dalam, ada pertanyaan besar yang harus dijawab: seberapa besar partisipasi ini benar-benar didasarkan pada kesadaran politik? Atau, apakah ada faktor lain seperti iming-iming materi, tekanan sosial, atau manipulasi informasi yang memengaruhi pilihan rakyat?

Sebuah survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2022 menemukan bahwa 40% responden merasa "cukup sering" atau "sangat sering" mendengar tentang politik uang di lingkungannya. Fenomena ini mengindikasikan bahwa sebagian suara rakyat masih belum lepas dari pengaruh transaksional. Di sisi lain, maraknya hoaks dan disinformasi juga memperkeruh proses pembentukan opini publik. Vox populi akhirnya menjadi suara yang tidak sepenuhnya murni.

Tantangan Membumikan Vox Populi

Ada beberapa tantangan besar yang perlu kita hadapi untuk benar-benar membumikan makna vox populi.

  1. Edukasi Politik
    Masyarakat yang terdidik secara politik akan lebih sulit dipengaruhi oleh janji palsu atau politik uang. Namun, edukasi politik bukan sekadar memberikan informasi tentang siapa kandidat yang terbaik. Lebih dari itu, masyarakat perlu diajarkan untuk berpikir kritis, menganalisis program kerja, dan memahami konsekuensi dari setiap pilihan.
    Sayangnya, data dari Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan politik masyarakat Indonesia masih berada pada level "cukup". Artinya, ada ruang besar untuk perbaikan.

  2. Ketimpangan Informasi
    Di era digital, informasi begitu mudah diakses, tetapi juga begitu mudah dimanipulasi. Algoritma media sosial sering kali menciptakan "ruang gema" (echo chamber), di mana seseorang hanya menerima informasi yang sesuai dengan pandangan politiknya sendiri. Akibatnya, diskusi politik yang sehat berubah menjadi perdebatan sengit tanpa arah.

  3. Korupsi Nilai Demokrasi
    Politik uang adalah salah satu bentuk paling nyata dari korupsi nilai demokrasi. Ketika uang menjadi alat tukar untuk mendapatkan suara, esensi vox populi menjadi ternodai. Hal ini tidak hanya mencederai moralitas, tetapi juga mengancam kualitas kebijakan yang dihasilkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun