NU, dengan berbagai lembaganya, telah menunjukkan bagaimana bekerja bersama umat bisa membawa maslahat. Lihatlah bagaimana LazisNU menggerakkan zakat untuk membantu korban bencana. Atau bagaimana LP Ma’arif NU membangun sekolah-sekolah di pelosok negeri. Semua itu menjadi bukti bahwa kerja bersama umat adalah jalan menuju maslahat.
Tapi, mari jujur saja. Tantangan ke depan tidak semakin mudah. Kita menghadapi krisis lingkungan, ketimpangan sosial, hingga disrupsi teknologi. Maka, kerja bersama umat ini harus lebih inovatif. Tidak cukup hanya bekerja dengan cara lama; NU harus berani mengambil langkah baru.
Refleksi untuk Semua
Di usia 102 tahun, NU seperti orang tua bijak yang menasihati anak-anaknya: “Jangan lupa akar, tapi jangan takut terbang.” Kita perlu menjaga tradisi, tapi juga beradaptasi dengan modernitas.
Dalam momen refleksi ini, saya teringat pesan Gus Dur, “NU itu ibarat sungai besar. Ada yang memandangnya dari sisi tradisional, ada pula yang modern. Tapi selama alirannya menuju kebaikan, biarlah ia mengalir.” Pesan itu mengingatkan bahwa NU adalah milik semua. Ia besar karena umatnya, dan ia bekerja untuk umat.
Menyongsong Masa Depan NU
Ketika melihat tema Harlah kali ini, saya merasa optimis. NU bukan sekadar organisasi; ia adalah gerakan yang hidup di hati masyarakat. Dengan bekerja bersama umat, NU punya kekuatan besar untuk membawa maslahat bagi Indonesia.
Bayangkan jika semangat ini dirawat oleh semua lapisan, dari kyai hingga santri, dari kota hingga desa. Bukan tak mungkin, Indonesia yang maslahat benar-benar terwujud. NU telah menunjukkan bahwa kerja bersama adalah kunci. Tinggal bagaimana kita, sebagai umat, melanjutkan perjuangan ini.
Selamat Harlah ke-102, Nahdlatul Ulama. Semoga terus menjadi cahaya, bekerja bersama umat, untuk Indonesia yang maslahat. Mari bergerak bersama, dengan cinta dan harapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H