Sekelompok pemuda yang biasa kumpul di pos ronda atau warung kopi kini sibuk merancang strategi bisnis. Mereka bukan lagi sekadar ngobrol soal tim bola favorit atau jadwal pengajian, tapi tentang cara memasarkan produk lokal, mengembangkan koperasi, atau bahkan mendirikan usaha berbasis teknologi. Itulah visi besar di balik Badan Usaha Milik Ansor (BUMA), sebuah inovasi yang dirancang untuk mengubah potensi pemuda menjadi kekuatan ekonomi yang mandiri.
Dari Ngobrol ke Aksi Nyata
Pemuda Ansor, sebagai bagian dari organisasi kepemudaan Nahdlatul Ulama, memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan nilai-nilai agama, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Namun, perjuangan di era sekarang memerlukan senjata baru: ekonomi. Dengan pendirian BUMA, Ansor mengajak anggotanya untuk tidak hanya menjadi pemuda yang religius, tetapi juga wirausahawan yang tangguh.
BUMA bukan hanya soal bisnis, tetapi juga pemberdayaan. Ketika pemuda dilibatkan dalam pengelolaan usaha, mereka belajar tentang manajemen, pemasaran, hingga inovasi produk. Mereka diajarkan untuk tidak sekadar menjadi pekerja, tetapi pemimpin. BUMA menjadi wadah transformasi, dari sekadar komunitas religius menjadi komunitas ekonomis.
Potensi Pemuda yang Belum Tergarap
Indonesia adalah negara dengan bonus demografi yang luar biasa. Data menunjukkan bahwa sekitar 64% dari total populasi Indonesia adalah generasi muda produktif. Sayangnya, banyak dari mereka terjebak dalam pengangguran atau pekerjaan informal. Di sinilah BUMA hadir sebagai jembatan.
Dengan basis anggota yang tersebar di seluruh Indonesia, Ansor memiliki modal sosial yang luar biasa besar. Bayangkan jika setiap cabang Ansor mendirikan satu unit usaha yang dikelola secara profesional. Mulai dari usaha kecil seperti katering, pertanian organik, hingga startup berbasis teknologi. Dampaknya bukan hanya pada kesejahteraan anggota, tetapi juga pada ekonomi lokal di mana mereka berada.
Sinergi yang Dibangun
BUMA tidak hanya memanfaatkan potensi internal. Mereka juga membuka peluang kerja sama dengan pihak eksternal, seperti koperasi, BUMDes, hingga investor swasta. Sinergi ini menjadi kekuatan utama, karena dalam bisnis, jaringan adalah segalanya.
Sebagai contoh, BUMA bisa bekerja sama dengan koperasi pesantren untuk memasarkan produk-produk halal. Mereka juga bisa menggandeng startup fintech untuk mempermudah akses pembiayaan usaha. Dengan strategi ini, BUMA menjadi lebih dari sekadar badan usaha—ia menjadi ekosistem.