Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menurunnya Partisipasi Pemilih di Pilkada Bojonegoro 2024

11 Desember 2024   12:00 Diperbarui: 11 Desember 2024   11:52 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Partisipasi Pemilih Pilkada 2024 | www.antaranews.com

Mengapa ini terjadi? Generasi muda mungkin merasa Pilkada tidak relevan dengan hidup mereka. Bagi mereka, isu-isu besar seperti lapangan kerja, pendidikan, dan teknologi lebih menarik perhatian dibandingkan soal siapa yang akan duduk di kursi bupati. Lagi pula, mereka lebih nyaman "berpendapat" di kolom komentar media sosial daripada datang ke TPS.

Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Menurunnya partisipasi pemilih ini adalah alarm bagi semua pihak. Ini menunjukkan bahwa demokrasi kita tidak hanya membutuhkan pemilih, tetapi juga kepercayaan. Jadi, apa yang bisa kita lakukan?

Pertama, perbaiki hubungan antara kandidat dan rakyat. Kampanye harus lebih dari sekadar janji dan jargon. Kandidat perlu benar-benar turun ke masyarakat, mendengarkan suara mereka, dan menjawab kebutuhan mereka secara nyata.

Kedua, tingkatkan pendidikan politik. Ini harus dilakukan secara berkelanjutan, bukan hanya menjelang pemilu. Edukasi ini bisa melibatkan sekolah, komunitas, hingga media lokal untuk menyebarkan pesan tentang pentingnya partisipasi dalam demokrasi.

Ketiga, adopsi teknologi secara lebih efektif. E-voting, misalnya, bisa menjadi solusi jangka panjang untuk meningkatkan partisipasi. Meski membutuhkan infrastruktur yang matang, ini bisa menjadi langkah besar dalam menjangkau pemilih muda dan mereka yang tinggal di daerah terpencil.

Sebuah Refleksi

Partisipasi pemilih bukan sekadar angka, tapi ukuran seberapa besar rakyat percaya pada sistem politik dan pemimpin mereka. Selisih 7% ini mungkin kecil secara statistik, tapi besar maknanya dalam demokrasi. Ini adalah tanda bahwa kita perlu bekerja lebih keras untuk menjadikan Pilkada lebih inklusif dan relevan bagi semua.

Pada akhirnya, demokrasi adalah soal kepercayaan, bukan hanya pada siapa yang kita pilih, tapi juga pada sistem yang mengatur pilihan itu. Mari kita jadikan Pilkada bukan sekadar ajang politik lima tahunan, melainkan momentum untuk memperkuat hubungan antara rakyat dan pemimpin. Karena di sanalah letak kekuatan demokrasi kita: pada suara rakyat yang didengar, dihargai, dan diwujudkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun