Mengapa ini terjadi? Generasi muda mungkin merasa Pilkada tidak relevan dengan hidup mereka. Bagi mereka, isu-isu besar seperti lapangan kerja, pendidikan, dan teknologi lebih menarik perhatian dibandingkan soal siapa yang akan duduk di kursi bupati. Lagi pula, mereka lebih nyaman "berpendapat" di kolom komentar media sosial daripada datang ke TPS.
Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Menurunnya partisipasi pemilih ini adalah alarm bagi semua pihak. Ini menunjukkan bahwa demokrasi kita tidak hanya membutuhkan pemilih, tetapi juga kepercayaan. Jadi, apa yang bisa kita lakukan?
Pertama, perbaiki hubungan antara kandidat dan rakyat. Kampanye harus lebih dari sekadar janji dan jargon. Kandidat perlu benar-benar turun ke masyarakat, mendengarkan suara mereka, dan menjawab kebutuhan mereka secara nyata.
Kedua, tingkatkan pendidikan politik. Ini harus dilakukan secara berkelanjutan, bukan hanya menjelang pemilu. Edukasi ini bisa melibatkan sekolah, komunitas, hingga media lokal untuk menyebarkan pesan tentang pentingnya partisipasi dalam demokrasi.
Ketiga, adopsi teknologi secara lebih efektif. E-voting, misalnya, bisa menjadi solusi jangka panjang untuk meningkatkan partisipasi. Meski membutuhkan infrastruktur yang matang, ini bisa menjadi langkah besar dalam menjangkau pemilih muda dan mereka yang tinggal di daerah terpencil.
Sebuah Refleksi
Partisipasi pemilih bukan sekadar angka, tapi ukuran seberapa besar rakyat percaya pada sistem politik dan pemimpin mereka. Selisih 7% ini mungkin kecil secara statistik, tapi besar maknanya dalam demokrasi. Ini adalah tanda bahwa kita perlu bekerja lebih keras untuk menjadikan Pilkada lebih inklusif dan relevan bagi semua.
Pada akhirnya, demokrasi adalah soal kepercayaan, bukan hanya pada siapa yang kita pilih, tapi juga pada sistem yang mengatur pilihan itu. Mari kita jadikan Pilkada bukan sekadar ajang politik lima tahunan, melainkan momentum untuk memperkuat hubungan antara rakyat dan pemimpin. Karena di sanalah letak kekuatan demokrasi kita: pada suara rakyat yang didengar, dihargai, dan diwujudkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H