Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Kotak Kosong: Perlawanan Sunyi dalam Demokrasi

8 Desember 2024   07:00 Diperbarui: 8 Desember 2024   09:01 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kotak Kosong Pilkada | harian.disway.id

Ada yang unik dari kotak kosong. Ia tidak pernah berkampanye. Tidak ada poster, tidak ada pidato, apalagi strategi pemenangan. Namun, ia sering kali menjadi ancaman serius bagi kandidat tunggal.

Ini adalah perlawanan sunyi yang berbicara melalui surat suara. Ketika pemilih mencoblos kotak kosong, mereka tidak hanya menolak kandidat yang ada, tetapi juga mengirimkan pesan bahwa mereka tidak bisa dibujuk oleh janji-janji atau klaim prestasi yang tidak meyakinkan.

Pilkada Makassar 2018 telah membuktikan bahwa kotak kosong bisa menang. Dan di Pilkada 2024, ancaman yang sama kembali terasa. Dengan tingkat kepercayaan publik terhadap elite politik yang cenderung menurun, kotak kosong menjadi pilihan rasional bagi mereka yang ingin menegur tanpa berkata-kata.

Antara Risiko dan Harapan

Tentu, ada risiko jika kotak kosong menang. Pilkada ulang membutuhkan biaya besar dan waktu tambahan. Tapi, bukankah demokrasi sejati memang membutuhkan ongkos? Ketika kotak kosong menang, partai politik dipaksa untuk merefleksikan diri. Mereka harus lebih selektif, lebih sensitif, dan lebih responsif terhadap kebutuhan rakyat.

Di sisi lain, kemenangan kotak kosong adalah harapan. Harapan bahwa rakyat tidak pasif dalam demokrasi. Mereka mampu menyatakan sikap bahkan dalam kondisi serba terbatas.

Suara dari Kesunyian

Kotak kosong adalah wajah lain dari demokrasi Indonesia. Di tengah keramaian kampanye, ia hadir tanpa suara tetapi penuh makna. Dalam Pilkada 2024, kehadirannya kembali menjadi pengingat bahwa demokrasi bukan hanya soal memilih, tetapi juga soal menolak jika pilihan yang ada dirasa tidak layak.

Kotak kosong mungkin tampak sunyi, tetapi ia menggema dalam hati banyak pemilih. Dalam kesederhanaannya, ia menyampaikan pesan yang tidak bisa diabaikan: bahwa demokrasi tidak sekadar soal siapa yang berkuasa, tetapi tentang bagaimana rakyat benar-benar merasa terwakili.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun