Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gen Z dan Literasi: Antara Buku Fisik dan Caption Aesthetic

26 November 2024   10:45 Diperbarui: 26 November 2024   11:48 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gen Z (Sumber: personifycorp.com)

Mari kita mulai dengan sebuah adegan yang mungkin akrab di kehidupan sehari-hari. Dani seorang Gen Z duduk manis di coffee shop, dengan segelas latte art yang estetik. Di mejanya, ada buku tebal karya Tere Liye yang terbuka di halaman 37. Tapi tunggu dulu, bukannya membaca, dia malah sibuk mengambil foto. Buku itu hanya menjadi properti demi caption: "Coffee and books: my kind of therapy." Setelah fotonya diunggah ke Instagram, buku itu masuk tas dan tidak disentuh lagi hingga akhir hari.

Nah, inilah literasi di era Gen Z. Lucu? Iya. Tragis? Belum tentu. Karena faktanya, cara mereka memahami literasi memang sudah berbeda dari generasi sebelumnya.

Literasi di Dunia Gen Z: Apa Masih Relevan?

Literasi, bagi generasi sebelumnya, adalah membaca buku baik itu novel, ensiklopedia, atau bahkan majalah. Gen Z, sebagai generasi yang lahir di tengah teknologi, punya hubungan yang lebih cair dengan literasi. Buku fisik mungkin kalah menarik dibanding TikTok, tetapi jangan salah, mereka tetap membaca. Bedanya, bacaan mereka kini lebih sering berbentuk short-form content seperti tweet, caption Instagram, atau video dengan teks singkat.

Mungkin kamu bertanya, apakah ini cukup? Jawabannya, tergantung. Literasi bukan hanya tentang membaca kata-kata, tapi juga soal memahami, menganalisis, dan menggunakan informasi secara bijak. Dan di sinilah tantangan dimulai.

Membaca Cepat, Lupa Mendalam

Salah satu kebiasaan Gen Z yang menarik adalah scrolling. Dalam satu menit, mereka bisa melewati ratusan informasi hanya dengan jempol. Dari tips memasak nasi goreng, teori konspirasi alien, hingga berita selebriti menikah, semuanya diakses dalam waktu singkat. Cepat? Iya. Tapi sayangnya, kebiasaan ini membuat mereka kehilangan kemampuan untuk membaca mendalam.

Coba saja suruh seorang Gen Z membaca artikel jurnal ilmiah. "Aduh, kepanjangan, Kak," mungkin itu jawabannya. Bagi mereka, teks yang melebihi 280 karakter sudah terasa seperti tugas kuliah yang berat.

Antara Literasi Digital dan Hoaks

Di tengah banjir informasi, literasi digital menjadi penting. Sayangnya, banyak Gen Z yang terjebak dalam lingkaran hoaks. Misalnya, ketika mereka percaya pada informasi bahwa "minum air lemon tiap pagi bisa bikin kurus dalam seminggu," padahal itu cuma mitos yang dibuat oleh akun random.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun