Tak hanya itu, beberapa desa bahkan telah memulai bank sampah, di mana warga bisa menukar sampah yang dikumpulkan dengan uang. Wah, siapa sangka tumpukan plastik bekas minuman bisa berubah menjadi pundi-pundi rezeki?
Peran Penting Edukasi
Namun, semua upaya pengelolaan sampah ini tak akan berjalan tanpa edukasi yang baik. Edukasi di sini bukan sekadar memberi tahu orang untuk tidak membuang sampah sembarangan. Lebih dari itu, ini soal membentuk pola pikir baru tentang bagaimana kita memandang sampah.
Penting bagi masyarakat desa untuk memahami bahwa sampah yang mereka hasilkan adalah tanggung jawab mereka. Banyak dari kita masih berpikir bahwa sekali sampah keluar dari rumah, itu bukan urusan kita lagi. Padahal, dalam ekosistem desa yang baik, semua orang berperan dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan.
Mungkin ada yang berpikir, “Ah, ini kan tugas pemerintah desa atau petugas kebersihan!” Tapi sebenarnya, kalau setiap warga desa mau mengambil peran aktif, dampaknya akan jauh lebih besar. Pemerintah desa bisa mendukung dengan menyediakan infrastruktur yang memadai, seperti tempat sampah terpilah dan fasilitas daur ulang. Tapi tanpa kesadaran dan partisipasi masyarakat, semuanya hanya akan menjadi teori belaka.
Bicara soal sampah juga bisa jadi lucu, kalau kita pikirkan betapa kita kadang abai. Pernah suatu kali, ada cerita lucu tentang orang yang rajin buang sampah ke sungai setiap hari, berharap air mengalirkannya jauh. Tapi yang terjadi, sampah itu balik lagi di depan rumahnya setelah banjir datang. Hayo, siapa yang pernah ngalamin? Ternyata hukum karma bisa berlaku untuk sampah juga!
Menuju Qaryah Thayyibah
Mewujudkan qaryah thayyibah memang bukan pekerjaan semalam, apalagi jika berbicara soal mengubah kebiasaan dan cara pandang tentang sampah. Namun, dengan langkah-langkah kecil yang konsisten, kita bisa menuju ke arah itu. Desa yang bersih, tertata, dan warganya peduli pada lingkungan adalah impian yang bisa menjadi kenyataan.
Mari mulai dengan langkah sederhana: pisahkan sampah di rumah, manfaatkan yang bisa didaur ulang, dan komposkan yang organik. Ingat, qaryah thayyibah bukan sekadar desa fisik yang baik, tapi juga tempat di mana warganya hidup selaras dengan alam, penuh kebersamaan, dan selalu menjaga kebersihan, baik jasmani maupun rohani.
Dengan demikian, qaryah thayyibah bukan hanya mimpi yang ada di buku-buku agama atau kata-kata indah dalam khutbah, tapi sebuah desa nyata yang bisa kita ciptakan bersama—dimulai dari mengelola sampah. Yuk, mulai dari sekarang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H