Debat calon bupati selalu menjadi ajang paling seru dalam Pilkada. Tak hanya karena panggungnya penuh janji-janji manis bak gulali, tapi juga karena terkadang---maaf---lebih menghibur dari acara komedi di TV lokal. Di Pilkada Bojonegoro 2024 ini, rasionalisasi program menjadi salah satu isu hangat yang dilemparkan ke panggung debat. Tapi pertanyaannya, apakah ini realistis, atau sekadar omon-omon belaka?
Antara Impian dan Kenyataan
Bojonegoro dikenal sebagai daerah dengan potensi besar---mulai dari ladang minyak hingga pertanian yang subur. Namun, potensi itu sering kali tenggelam di tengah program-program yang terlalu banyak, terlalu ambisius, atau malah terlalu muluk-muluk. Maka, saat calon bupati berkoar soal rasionalisasi program, warga langsung pasang kuping.
"Rasionalisasi program ini penting untuk mengefisienkan anggaran," kata salah satu calon, sambil mengetuk podium seperti dosen yang menegur mahasiswa. Tapi tunggu dulu, bagaimana caranya? Karena, sejauh ini, rasionalisasi sering kali berakhir jadi alasan untuk memangkas program yang sebenarnya dibutuhkan rakyat, sementara proyek mercusuar yang mahal tetap jalan.
Contoh konkret: pembangunan taman kota yang megah di pusat Bojonegoro, sementara jalan desa di Kecamatan Malo masih seperti trek motocross. Lalu ada pula janji smart city yang katanya akan membawa Bojonegoro ke era digital, tapi warganya masih kesulitan mengakses internet stabil. Apakah ini yang dimaksud dengan rasionalisasi?
Arena Adu Janji atau Tempat Jual Mimpi?
Di panggung debat, isu rasionalisasi program kerap dipakai untuk menyerang lawan. Salah satu calon mungkin bilang, "Program lawan terlalu banyak, tidak realistis!" Sementara lawannya membalas, "Program kami sudah terukur, pakai data!" Tapi, bagi warga Bojonegoro yang duduk di depan TV sambil nyemil tempe kripik, perdebatan ini sering kali terdengar seperti lomba menjual mimpi.
Misalnya, ada calon yang berjanji akan memprioritaskan pendidikan dengan membangun sekolah digital di semua kecamatan. Wah, luar biasa! Tapi, bagaimana caranya kalau anggaran daerah masih banyak tersedot ke sektor lain? Lalu, apakah desa-desa yang sinyalnya sering ngumpet sudah siap dengan konsep ini?
Atau, janji rasionalisasi program pertanian yang katanya akan menghapus semua calo dan meningkatkan harga gabah. Ide ini bagus di atas kertas, tapi apakah mereka siap menghadapi para pemain besar yang punya pengaruh kuat di pasar?
Warga Bojonegoro punya cara khas untuk merespons janji-janji ini: humor. Di warung kopi, sering terdengar guyonan seperti, "Kalau semua janji itu jadi, kita mungkin bakal punya jalan tol sampai ke sawah!" atau, "Debat ini kayak sinetron, ujung-ujungnya kita yang disuruh sabar."