Sabtu (22/3) jam 12.30, saya sudah berada di sekitar Jl. Jemursari, selepas mengikuti acara diskusi bertajuk mahalnya sustem demokrasi di Kampus Universitas Airlangga. Saya ragu untuk langsung menuju gedung Kompas, karena pertemuan baru akan dilaksanakan pada jam 14.00. Akhirnya saya memutuskan untuk menunggu di sebuah toko riteil yang menyediakan kursi dan meja untuk sekedar bersantai. Sementara cuaca di Surabaya sedang panas terik, membuat badan terasa gerah dan mata terasa silau dan kering.
Tiga puluh menit bersantai, rasanya panas di luar ruangan membuat saya memutuskan untuk langsung saja menuju ke gedung Kompas. Harapannya supaya bisa sekalian mendinginkan badan yang mulai berkeringat.
Saat masuk ke gedung, di lobby sudah ada 6 atau 7 orang yang saya yakin mereka pasti para Kompasianer yang akan mengikuti acara. Sayangnya, tak satupun yang saya kenal. Saya memilih sebuah deratan kursi di depan meja resepsionis yang masih kosong.
Tak lama kemudian, masuk  seorang pria muda dan 2 orang wanita muda. Belakangan saya tahu kalau ternyata pria muda tersebut bernama Mas Ikrom dan kedua wanita bernama Mbak Sarwenda dan Mbak Dwi. Mereka datang dengan nafas terengah-engah seperti baru saja ikut marathon. Rupanya memang ketiganya sampai ke Surabaya setelah melalui jalan dan perjuangan panjang, ditambah dengan berjalan kaki dari pertigaan Jemursari yang lumayan dekat jauh.
Jam 13.30, kami semua dipersilahkan untuk naik ke lantai 6, tempat pertemuan dengan Bu Risma akan diselenggarakan. Setelah mengisi absensi, saya masuk ke ruangan. Tampak Mas Isjet sedang asyik di depan komputer, dan langsung saya sapa. Kami ngobrol sampai akhirnya Mbak Dwi dan Mbak Sarwenda juga datang dan duduk di belakang kami. Tak lama kemudian, sesosok wanita yang saya tahu sebagai Mbak Indri datang dan langsung bergabung dengan Mbak Dwi dan Mbak Sarwenda. Saat Mas Isjet ada perlu, sayapun segera menghampiri Mbak Indri untuk menyapa dan menyalaminya.
[caption id="attachment_316735" align="aligncenter" width="600" caption="Sarwenda, Ito, Dwi dan Indri - Dok.Pri"][/caption]
Beberapa saat kemudian, Mas Isjet mengumumkan kalau kedatangan Bu Risma akan tertunda hingga sekitar jam 15.00. Waktu menunggu tersebut saya pergunakan untuk ngobrol santai dengan Mas Ikrom yang berasal dari Malang dan Mas Edi yang datang dan duduk di sebelah saya, asyik juga untuk diajak ngobrol mulai dari dunia penerbangan, hingga peringatan bahaya merokok yang ada di kemasannya. Mas Isjet juga sesekali datang dan ikut ngobrol, sembari menunggu Bu Risma datang. Saya juga sempat menanyakan proyeksi karir Mas Isjet ke depan sebagai jurnalis dan pengelola media warga.
[caption id="attachment_316737" align="aligncenter" width="600" caption="Bu Risma dan Mas Isjet - Dok.Pri"]
Bu Risma Datang
Jam 15.15, akhirnya orang yang paling ditunggu-tunggu datang juga. Bu Risma yang datang bersama beberapa ajudannya langsung masuk ruangan dan menyalami orang-orang yang dekat dengannnya, sebelum akhirnya duduk di kursi sofa pembicara ditemani Mas Isjet sebagai pembawa acara merangkap moderator.
Pada bagian awal, Mas Isjet menjelaskan tentang kiprah Kompasiana sebagai media warga dan menyebutkan kalau kompasianer yang datang ini bukan hanya dari Surabaya, tetapi datang dari jauh, seperti dari Malang, Madiun dan Solo. Bu Risma yang baru datang, menanggapinya sambil menggosok-gosokkan minyak angin ke tangan dan wajahnya. Secara bercanda, Bu Risma bilang kalau beliau itu 'wong deso' dan tidak tahan dengan ruangan ber-ac, sehingga biasanya menggunakan minyak angin untuk mengatasinya.