Saat ini kata UPS menjadi hal yang paling sering disebut-sebut setelah adanya perseteruan antara Ahok dan DPRD DKI Jakarta perkara dana siluman di RAPBD 2015. Penyebabnya karena salah satu item anggarannya adalah pembelian UPS untuk sekolah-sekolah yang 'beruntung' mendapatkan hibah walau mereka mengaku tidak pernah mengajukannya. Saya tidak akan membahas perseteruan mereka. Namun boleh taruhan potong ujung kuku, kalau yang akan keluar sebagai pemenangnya pasti Ahok.
Baiklah. Pertama, jangan salah tentang kepanjangan dari kata UPS. UPS yang dimaksud, bukan singkatan dari United Parcel Service -- sebuah perusahaan ekspedisi internasional, tetapi nama sebuah alat elektronik. UPS singkatan dari "Uninterruptible Power Supply", sebuah alat semacam baterai yang dapat menyimpan daya listrik. UPS ini memiliki rangkaian baterai yang dapat diisi ulang dan sebuah rangkaian listrik switching yang berfungsi untuk mengaktifkan UPS untuk menyalurkan listrik secara otomatis, apabila listrik utama dari PLN tiba-tiba padam. Misal seorang pekerja kantoran sedang mengetik sebuah surat dengan menggunakan PC. Saat  listrik tiba-tiba padam, maka hilanglah hasil pekerjaannya apabila dia tidak sempat menyimpan hasil ketikannya. Cukup beruntung bila aplikasinya melakukan backup secara otomatis.
Namun harus diingat, bahwa padamnya listrik secara tiba-tiba, menjadi penyebab utama kerusakan banyak komputer. Terutama pada komponen power supply PC dan harddisk. Dengan menggunakan UPS, hasil pekerjaan sempat disimpan dan peralatan listrik masih sempat dimatikan secara 'normal'. Seperti kalau Anda bekerja dengan menggunakan laptop yang memiliki baterai. UPS ini dianjurkan untuk daerah yang listriknya tidak stabil atau sering mati lampu.
[caption id="attachment_370911" align="aligncenter" width="444" caption="Rangkaian instalasi UPS (fujielectric.com)"][/caption]
Berapa banyak peralatan komputer yang dapat terhubung ke UPS? Berapa lama UPS tersebut dapat mensuplai daya hingga akhirnya habis? Jawaban sederhananya, tentu saja tergantung pada kapasitas UPS dan kebutuhan daya masing-masing peralatan elektronik yang digunakan. Sebuah komputer membutuhkan daya sekitar 400 VA. UPS yang digunakan minimal memiliki daya 1.5 kalinya, atau 600 VA. Paling tidak, UPS tersebut bisa digunakan kurang dari 10 menit saja. Kalau ingin lebih lama, maka harus menggunakan UPS dengan kapasitas yang lebih besar.
UPS yang dibeli untuk sekolah di Jakarta tersebut seharga 5.8 Milyar , kabarnya memiliki terdiri dari 8 unit dengan total daya sebesar 130.000 VA. Untuk 50 komputer yang ada di sekolah tersebut  digunakan selama kurang dari 1 jam saja. Bagaimana dengan AC dan penerangan. Tentu saja tidak mungkin siswa berada di lab komputer, dengan komputernya bisa digunakan karena dukungan UPS tersentral, sementara lampu dan AC tidak menyala. Namun bila AC dan lampu juga dibebankan pada UPS, maka run time UPS  pasti akan jauh berkurang dari perkiraan 'ngawur' saya tadi. Harga UPS tertinggi yang saya dapat per unit untuk 20.000 VA, sekitar Rp.150 juta. Jadi kalau 8 unit, harganya sekitar 1.6 milyar saja. Taruhlah 1ditambah biaya instalasi dan bangunan, pasti tidak akan lebih dari 2 milyar. Nilai proyek Rp.5.8 milyar tersebut masih terlalu 'menculek' mata.
Pandangan saya, menggunakan UPS tersentral untuk mem-backup seluruh sistem listrik di sebuah sekolah tidak efektif dan tidak efisien. Saya lebih menyarankan untuk menggunakan UPS ukuran medium dan small untuk masing-masing ruangan sesuai penggunaan peralatan komputer saja. Berikutnya, tersedia ganset full otomatis, yang akan menyala saat listrik PLN padam. UPS digunakan hanya untuk mempertahankan agar peralatan tidak mati tiba-tiba, sampai genset menyala secara otomatis dalam hitungan 1-2 detik saja.
Pengalaman saya di sebuah rumah sakit, komputer server didukung oleh UPS dengan kapasitas medium. Sementara masing-masing PC di front dan back office menggunakan UPS dengan kapasitas small saja. Saat saluran listrik PLN mati, semua komputer tetap menyala, namun lampu ruangan berkedip sebentar dan menyala kembali, karena genset langsung menyala. Saya belum menemukan genset yang delay-nya nol detik, saat listrik utama PLN padam. Pasti masih ada jeda nol sekian detik, namun cukup membuat peralatan seperti komputer akan mati 'secara tidak wajar' dan itu berbahaya bagi peralatan listrik.
[caption id="attachment_370959" align="aligncenter" width="548" caption="UPS di pasaran (bhinneka.com)"]
Genset yang saya maksud adalah genset tipe besar untuk satu gedung dan memiliki kemampuan start dan switching otomatis atau ATS (Automatic Transfer Switch). Genset merek Perkins dengan daya 200KVA senilai Rp. 350 juta. Bila ditambah biaya instalasi dan panel ATS, tidak akan lebih dari 400 juta. Ditambah pembelian 2 UPS kapasitas medium untuk server senilai Rp. 12 juta serta 50 UPS ukuran kecil senilai Rp. 1 juta. Total jendral sekitar Rp.550 juta saja. Itupun sudah sangat 'mewah' untuk sebuah sistem kelistrikan di sebuah sekolah menengah. Coba cari, mana kampus di Indonesia yang punya sistem backup listrik senilai Rp.550 juta. Apalagi sampai Rp.5.8 milyar seperti yang dianggarkan DPRD DKI Jakarta. Gile lu Ndro!
[caption id="attachment_370953" align="aligncenter" width="550" caption="Perkins 200 KVA (http://www.currentgeneration.co.nz/)"]