Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Thanks Pak SBY, Sudah Mampir ke Gubuk Saya

14 Maret 2011   02:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:48 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sangat terkejut ketika acara kecil yang saya siapkan bersama teman-teman didatangi oleh Bapak Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono. Pak SBY dan Ibu Ani datang tanpa pengawalan dan protokoler. Tampilan beliau juga serasa sangat sederhana dengan jas warna coklat (bukan biru) tampak serasi dengan Ibu Ani yang menggunakan bleser warna senada. Tiba giliran Pak SBY memberikan sambutan dan pengarahan, namun sayang suaranya kurang begitu terdengar dari tempat saya berdiri. Para ibu-ibu kampung peserta tampak antusias menyambut gembira setiap kalimat yang beliau sampaikan. Rupanya kharisma Pak SBY sebagai pemimpin yang cool mampu menghipnotis masyarakat seperti kampung saya ini. [caption id="" align="alignright" width="339" caption="Pak SBY dan Ibu Ani"][/caption] Saya masih takjub dan tidak habis fikir bagaimana Pak SBY bisa menyempatkan datang ke acara kami yang cuman kelas kampung ini. Oh ini mungkin kejutan dari Pak SBY untuk warganya batin saya. Atau jangan-jangan, Pak SBY lagi mengamalkan ilmunya Sayyidia Umar bin Khattab, saat menjadi khalifah dulu menyempatkan diri berkeliling sendiri tanpa pengawalan untuk melihat kondisi masyrakat yang sebenarnya. Belum sempat saya mengambil kesimpulan, tiba-tiba Pak SBY sudah berada di depan saya untuk berpamitan. Wajahnya tampak teduh namun sedikit ada goresan kesedihan wajah dan tatapan matanya. Beberapa orang yang berdiri bersama saya bersalaman tanpa mencium tangan beliau. Namun melihat wajah beliau yang tampak melo, saya jadi begitu bersimpati. Saat salaman, sayapun sungkem dan mencium tangan beliau. Setelah berpamitan, Pak SBY dan Ibu Ani berjalan bergegas menuju jalan raya yang hanya berjarak 20 meter saja dari tempat acara. Sayapun mencoba mengiringi langkah mereka berdua dari belakang. Oh my God, rupanya Pak SBY dan Ibu Ani tidak membawa mobil pribadi apalagi pengawalan Vor Rijder. Pantas saja waktu beliau datang tidak ada kegaduhan tidak menarik perhatian masyarakat sekitarnya. Tiba-tiba sebuah mobil travel ala Cipaganti berhenti persis di depan Pak SBY dan Ibu Ani. Rupanya beliau sudah memesan pada biro travel tersebut untuk dijemput pada jam dan tempat yang telah ditentukan. Hebat, benar-benar tepat waktu nih travel. Saat pintu mobil di buka, saya melihat isi mobil sudah hampir penuh, hanya bagian VVIP di depan dekat sopir saja yang masih kosong tersedia kursi untuk 2 orang. Sednagkan penumpang yang lainnya saya lihat berwajah  multi etnis. Namun yang paling mencolok dekat pintu saya melihat seorang wanita setengah baya etnis Tionghoa berambut keriting ikal menatapku tanpa ekspresi. Pak SBYpun menjejakkan kakinya menaiki mobil tersebut. Sedangkan Ibu Ani berdiri bersiap-siap mengikuti dari belakang untuk naik mobil itu juga. Saat tiba giliran Ibu Ani naik, tiba-tiba mobil tersebut mulai bergerak secara berlahan. Padahal Ibu Ani belum naik ke mobil yang cukup lebar tersebut. Akhirnya sayapun berteriak-teriak kepada si sopir untuk mengentikan laju mobil karena melihat Ibu Ani sedikit berlari kecil untuk bisa menjejakkan kaki di pijakan pintu mobil. Alhamdulillah, akhirnya Ibu Ani berhasil masuk dan pintu mobil tersebut ditutup. Beberapa saat kemudian mobil tersebut bergerak semakin kencang dan meninggalkan saya di tepi jalan sendirian. "Aneh..."  guman saya. Kok bisa mobil travel tersebut menggunakan plat mobil warna merah. Seperti warna plat mobil yang biasa digunakan di mobil-mobil instansi pemerintahan. Apakah memang kendaraan dinas sekarang ini sudah dijadikan objek komersial. Ya sudahlah... yang jelas saya sudah cukup senang bertemu dengan Ibu Ani dan Pak SBY yang cukup humble. "Pak.. bangun pak sudah subuh,"  sebuah suara yang saya kenal betul terdengar dari alam lain. Sayapun terkejut saat kemudian istri saya sudah memegang bahu saya. Oh... tadi cuman mimpi ya. Tapi tuh mimpi kok sepertinya begitu nyata. Luar biasa, hingga saya bangun tidur saya masih bisa merasakan salaman saya dengan Pak SBY. Yah mungkin mimpi saya ini dikarenakan begitu banyaknya pemberitaan tentang SBY yang memenuhi ruang publik. Walau belum pernah bertemu secara langsung, minimal sudah salaman di alam mimpi. Thanks Pak SBY sudah mampir ke gubuk saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun