Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tempurung Kelapa dan Seorang Anak

12 Maret 2011   16:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:50 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Menulis catatan yang berjudul "Anak atau Orang Tuakah yang Durhaka?" mengingatkan saya akan kisah inspiratif yang saya sendiri lupa saya baca dari mana (Semoga Allah mengampuni saya). Maka dari itu saya coba untuk menuliskan kembali sebuah kisah bagaimana pengaruh sikap dan perilaku orang tua sebagai contoh bagi anak-anaknya. Setting dari kisah ini di tahun 80-an ketika peralatan makan dari porselin dan kaca menjadi simbol kebanggaan yang disimpan di lemari kaca.

Di sebuah kota kecamatan hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ayah, seorang ibu dan 2 orang anaknya yang tahun depan akan memasuki usia sekolah. Sang ayah adalah seoerang pengusaha yang sukses di kecamatan tersebut. Kekayaannya di atas rata masyarakat desa tersebut sehingga boleh dibilang mereka hidup serba berkecukupan. Kepala keluarga ini memilki orang tua laki-laki yang sudah tua dan merupakan kakek dari anak-anaknya. Sedangkan sang istri adalah wanita dari desa sebelah dari keluarga terpandang juga.

Suatu hari si istri berkata pada suaminya, "Pak, bapakmu ituloh sekarang mulai ceroboh, berapa kali kalau memegang gelas pasti pecah. Sepertinya bapakmu mulai tremor, bahkan piring duralex kesayanganku kemarin juga dipecahinya juga." Si Suami termanggut-manggut saja dilapori oleh istrinya tentang bapaknya yang sering memecahkankan gelas dan piring porselin kesayangan istrinya.

Hari berikutnya saat mereka makan bersama, kejadian memecahkan piring inipun terjadi. Si istri begitu jengkel kepada bapak mertuanya dengan kejadian tersebut, dengan wajah marah dan berteriak kepada suaminya "Pak, lihatlah, bapakmu memecahkan satu lagi piring mahal kita. Kalau begini terus bisa habis piring porselin mahal kita pak!" Kemudian si suami menjawab "Baiklah, kalau begitu mulai besok aku akan sedikan tempat khusus untuk makan dan minum bapakku, supaya tidak ada lagi gelas dan piring kita yang pecah." Jawab si suami kepada istrinya.

Hari-hari berikutnya kemudian sang bapak yang tua renta tersebut akhirnya makan dan minum dari wadah yang terbuat dari tempurung kelapa. Suami istri ini melarang bapak tua ini memegang segala jenis peralatan makan yang terbuat dari porselin mahal mereka. Sang bapak tua ini diam saja, baginya apapun perlakuan anak dan menantunya dia terima dengan lapang dada dan tidak ada beban apapun. Hidupnya sudah begitu ikhlas sehingga tidak ada amarah apapun dalam hatinya.

Suatu hari di bulan romadhon menjelang berbuka puasa, ayah, ibu dan kedua anaknya ini pergi untuk membeli keperluan berbuka puasa. Tak lupa mereka mampir ke tempat penjula es degan yang berada tak jauh dari rumahnya. Saat mereka tiba kembali di rumah, si ayah dan ibu keheranan mendapati anak tertuanya membawa dan mengumpulkan tempurung kelapa yang tadi didapatnya dari penjual es degan. "Hey anakku, untuk apa engkau mengumpulkan tempurung kelapa ini di rumah" tanya sang ayah kepada anaknya.

Sambil menata beberapa tempurung kelapa tersebut di rak piring, sang anak menjawab "Ah ayah ini masak sih gak tahu, ini aku mau simpan kalau nanti ayah dan ibu sudah tua, aku akan gunakan untuk tempat makan ayah dan ibu. Ananda kuatir kalau ayah setua kakek nanti, ayah juga akan memecahkan gelas dan piring ananda, jadi mulai sekarang ananda mempersiapkannya, sama seperti yang ayah dan ibu berikan kepada kakekkan?" Seketika wajah si ayah dan si ibu pucat pasi, matanya terbelalak dengan nafas tertahan.

Rupanya jawaban sang anak tersebut membuat mereka terguncang. Seketika itu juga si suami dan istri ini menghambur ke arah kamar ayahnya. "Ayah.... maafkan ananda yang telah mendholimimu, maafkan ananda yang telah meremehkan jasa ayah membesarkan ananda," sambil berisak tangis anak dan menantu ini bersimpuh memohon maaf kepada sang ayah.

Sang kakek yang tadi sempat mendengar jawaban cucunya dari balik kamarnyapun berkata "Sudahlah ananda berdua, bapak ini ikhlas dengan apa yang ananda berdua lakukan". Akhirnya keluarga ini tidak lagi membeda-bedakan antara apa yang digunakan oleh mereka sama dengan apa yang digunakan oleh sang ayah. Sejak saat itu si kakek sudah tidak lagi makan dan minum dengan menggunakan tempurung kelapa.

-----------------------------

Catatan saya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun