Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Mudahnya Jadi Wartawan Gadungan

30 Januari 2015   15:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:06 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_394056" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Kompas.com"][/caption]

Iya, memang mudah sekali menjadi wartawan gadungan. Berbekal atribut yang mengasosiasikan kita dengan sebuah media massa terkenal, kita akan dianggap sebagai bagian dari media tersebut. Saya pernah punya pengalaman demikian. Maksud saya, bukan sebagai wartawan, tetapi dikira wartawan. Catat, saya juga bukan wartawan gadungan.

Atribut Media Massa

Gantungan name tag dan jaket, merupakan atribut yang rawan disalahgunakan oleh orang yang berniat menjadi wartawan gadungan. Oleh karena itu, tidak disarankan bagi media massa untuk membagikannya sebagai suvenir kepada publik. Bisa-bisa, tali gantungan dan jaket berlabel media massa tersebut disalahgunakan untuk melakukan penipuan atau pemerasan. Ingat kasus wartawan bodrex yang mengaku dari Kompasiana, dengan membuat kartu nama Kompasiana dan mengaku sebagai jurnalis. Saya sendiri punya jaket berlabel 'Harian Pagi Surya', tali gantungan berlabel 'Jawa Pos' dan 2 tali gantungan berlabel 'Kompas.com'.

Pengalaman Saya

Awalnya saya tidak terlalu 'ngeh' kalau atribut tersebut dapat mengecoh orang dan menganggap kita wartawan beneran. Suatu hari saya datang ke sebuah acara pameran dengan menggunakan jaket berlabel 'Harian Pagi Surya' yang diberi seorang teman wartawan saat main ke kantor. Bahannya dan modelnya yang nyaman, membuat saya sering menggunakan jaket tersebut.  Saat memasuki arena, beberapa panitia menyambut saya dengan ramah dan mempersilahkan saya, sambil bertanya, 'Dari media ya mas?'. Saya jawab bukan sambil tersenyum dan mereka menganggap saya bercanda dengan jawaban saya. Namun, jaket tersebut ada untungnya juga buat saya. Saat kampus saya sempat mendemo Mapolwiltabes Surabaya -- waktu itu masih dipimpin Kombes Sutarman (Mantan Kapolri), saya bisa keluar masuk Mapolwiltabes Surabaya, Gedung DPRD Jatim dan Kantor Kejaksaan Surabaya dengan leluasa, berbekal jaket dan handycam, untuk mendokumentasikan demo tersebut.

Atribut lain yang saya miliki adalah tali gantungan name tag berlabel Jawa Pos. Tali gantungan tersebut saya dapatkan saat datang ke Graha pena, untuk mengucapkan selamat ulang tahun pada Jawa Pos. Benar saja. Saya dikira wartawan Jawa Pos, saat tertangkap polisi karena plat nomer motor saya yang bagian belakang copot karena bautnya lepas. Sayapun dilepas dan hanya diberi peringatan untuk memasang plat nomer dengan benar, setelah sebelumnya Pak Polisi tersebut bertanya apakah waya wartawan. Memang profesi wartwan adalah salahsatu profesi yang ditakuti oleh pejabat dan mungkin juga polisi. Apakah karena itu saya dilepas? Saya tidak. Pak Polisinya saja yang kasihan melihat motor Yamaha Vibrator butut saya. :)

[caption id="attachment_366614" align="aligncenter" width="600" caption="Atribut yang dapat menggiring persepsi masyarakat . Dok.pri"]

14225828211123022979
14225828211123022979
[/caption]

Tali gantungan Jawa Pos, sudah musnah karena saya gunakan untuk gantungan kunci motor. Setelah 2 tahun akhirnya tali gantungan tersebut memudar warnanya dan tidak lagi jelas tulisan Jawa Posnya. Namun saat ini, saya punya 2 tali gantungan berlabel Kompas.com yang saya dapatkan di dua kegiatan Kompasiana yang berbeda. Berbekal kamera DSLR, tali gantungan dan nametag 'sembarang',  orang bisa mengira saya wartawan Kompas.com. Untungnya saya masih pria baik-baik dan tidak ada niat apapun untuk menggaet gadis maupun janda dengan menyamar sebagai wartawan Kompas.com.  Jadi saran saya sekali lagi, kepada media massa untuk tidak membagikan souvenir berupa atribut yang dapat dimanfaatkan untuk kejahatan. Bagaimana kalau berupa rompi? Kalau rompi berlabel Kompas.com atau Jawapos, paling-paling Anda akan dianggap loper koran dan bukan wartawan. :D

Referensi


  1. http://media.kompasiana.com/new-media/2012/01/06/memergoki-wartawan-kompasiana-428468.html
  2. http://blog.kompasiana.com/2011/12/30/nama-kompasiana-kerap-dicatut-oleh-wartawan-gadungan-waspadalah-423422.html

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun