Beberapa hari ini kasus tuduhan dan kecaman Pemerintah Australia cukup menohok kita sebagai bangsa yang beradap. Kecaman tersebut didasarkan atas penayangan video oleh TV ABC yang menampilkan penyiksaan sapi di Rumah Potong Hewan (RPH) yang ada di Indonesia. Dalam penayangan video tersebut (youtube), tampak petugas RPH melakukan penyiksaan pada sapi-sapi yang akan dipotong maupun sedang dipotong. Australia marah karena sapi-sapi yang ada di Indonesia adalah sapi hasil import dari Australia. Sehingga di Australia, penyiksaan sapi bisa menjadi isue kemanusian (kalau ghak boleh disebut kebinatangan ya). Video yang diunggah di youtube tersebut juga disebutkan kalau investigasi tentang penyiksaan sapi di RPH Indonesia merupakan kerjasama antara Animals Australia dan RSCPA (sebuah lembaga penyayang binatang) mendokumentasikan proses pemotongan hewan. Akibatnya, Pemerintah Australia memutuskan untuk menghentikan sementara ekspor sapi Australia yang memang terkenal lebih semok dan montok dibandingkan dengan sapi dari Bali  atau Madura. Namun hal ini sebenarnya bisa menjadi boomerang (senjata khas Aborigin ya) mereka sendiri. Karena hal ini akan merugikan pada peternak sapi Australia sendiri. Namun setelah membaca sebuah berita yang berjudul Penjagal Terima Rp 50.000 untuk 'Syuting' Video Kekerasan Sapi Australia dis ebuah media Online, saya jadi berfikir lain. Jangan-jangan ada sebuah rekayasa dalam kasus penyiksaan sapi ini. Mari kita dekati dengan teori konspirasi (pura-puranya jadi detektip nih).
- Menurut berita tersebut, video itu dibuat oleh beberapa orang bule yang datang ke tempat RPH mereka dan mengarahkan apa yang harus mereka lakukan dalam video dokumenter tersebut. Untuk jasa sebagai aktor tersebut, mereka dibayar 50 ribu rupiah.
- Adegan dalam video tersebut, tampak si jagal sapi memecut dan menendang-nendang kepala sapi walaupun si sapi sudah tidak berdaya. Seolah-olah kegiatan tersebut iseng dan hanya untuk kesenangan belaka.
- Pada video yang lain, yang berjudul Stop Animal Torture! - Indonesia cattle abuse outrage - Sapi di siksa dgn sadis, ditampilkan proses penjegalan kaki hingga persiapan pemotongan sapi.
Pendapat saya:
- Saya dulu tinggal di dekat rumah pemotongan hewan dan tidak mungkin petugas jagal menyiksa dengan cara menendang-nendang kepala sapi. Karena mereka harus bekerja cepat mengingat begitu banyak sapi yang harus dipotong dalam per harinya. sapi dijegal dengan tali dan palang kayu, diikat, dipotong dan ditinggal sampai darahnya habis. Tidak ada kegiatan main-main karena yakin mereka begitu sibuk untuk menyelesaikan tugas pemotongan sapi berikutnya.
- Cara menjegal sapi kaki tidak seperti yang ada di video tersebut yang terkesan takut-takut. Pemotong hewan di RPH memiliki metode yang baku dalam mempercepat dalam merobohkan sapi dan pemotongannya. Pada video tersebut terkesan mereka 'bermain-main' saja.
Jika memang video tersebut adalah hasil skenario atau rekayasa untuk memperburuk citra RPH di Indonesia, maka apa, mengapa dan siapa yang melakukan rekayasa ini.
- Rekayasa bisa saja dilakukan oleh LSM seperti para penyayang binatang ini untuk 'mencari pekerjaan'. Bukan rahasia umum lagi jika LSM itu akan semakin banyak mendapatkan dana jika memberikan laporan kasus yang ditangani.
- Video bisa saja sengaja dibuat oleh rumah potong hewan atau para penjagal sapi Australia dan eksportir daging, agar Pemerintah Australia tidak lagi mengekspor sapi hidup, tetapi mengekspornya dalam bentuk daging beku. Otomatis keuntungan mereka jadi lebih besar karena biaya pemotongan dan pengemasan bisa mereka dapatkan.
- Musuh-musuh politik Indonesia yang ada di Australia, sengaja untuk memperburuk citra Indonesia sebagai bangsa yang sadis kepada hewan.
Namun, lepas dari benar tidaknya salah satu dugaan saya diatas. Kita juga harus bisa introspeksi terhadap adanya RPH liar yang bisa saja berperilaku 'tidak senonoh' terhadap sapi. RPH resmi pastiya diawasi oleh MUI dan pemerintah setempat sehingga tatacara pemotongan hewan harus sesuai dengan kaidah pemotongan hewan yang halal dan tetap sehat. Kita tunggu saja investigasi lanjutan dari temuan rekayasa pembuatan video tersebut. Right?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H