Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ilmu Selamet Lebih Tinggi dari Ilmu Kebal

23 Agustus 2012   07:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:25 3826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi malam (23/8), setelah saya menyelesaikan tulisan Siapa Gadis dan 2 Pemuda Ini Menurut Anda?, putra dan putri saya belum tidur juga walau sudah jam 1 pagi. Mereka masih menyimak berbagai cerita saya tentang pengalaman saat masih SMP, SMA dan kuliah.

Salah satu pengalaman yang saya ceritakan adalah saat SMP dulu, saya dan 4 teman sekolah lainnya menyebrang dari Kamal Madura ke Surabaya. Tujuan kami saat itu adalah jalan-jalan ke Tunjungan Plaza. Saat itu, pusat keramaian elit Surabaya hanya ada di Siola dan Tunjungan Plaza. Dengan menumpang bis Damri, dari Tanjung Perak, kami tiba sekitar jam 2 di Tunjungan Plaza.

Saat berjalan di trotoar persis depan Tunjungan Plaza, tiba-tiba datang segerombolan anak STM. Mereka langsung memalak teman-teman saya. Salah seorang teman yang menolak menyerahkan uangnya diberi hook kanan, hingga akhirnya dia menyerahkan uangnya. Beberapa teman yang lain juga bernasib sama. Mereka dipaksa menyerahkan uangnya. Anehnya hanya saya saja yang tidak dihardik dan didiamkan saja. Hanya saya yang selamat dari pemalakan ala anak STM tersebut. Namun saya harus tetap membantu teman-teman membayar ongkos naik bus untuk pulang kembali ke Madura. Untuk mensiasati tidak perlu membeli tiket kapal, kami naik truk bak terbuka yang akan menyebrang dan bersembunyi di dalamnya.

Di waktu yang berbeda, saat itu saya SMA kelas 1 dan menjelang malam tahun baru. Teman-teman main di sebuah perumahan mengajak untuk merayakan pergantian malam tahun baru di Surabaya. Dengan berbekal uang tabungan, akhirnya saya ikut juga bersama mereka menyebrang dari Kamal Madura ke Surabaya. Maklum, saya memang belum pernah jalan-jalan di malam tahun baru. Biasanya hanya menonton TVRI yang menayangkan berbagai acara dan berita seputar tahun baru berserta 'count down' di berbagai belahan dunia.

Teman-teman yang lebih besar, sebagian saya tidak kenal karena merupakan teman dari teman saya, mengajak jalan-jalan di seputar Tugu Pahlawan. Saat itu hujan gerimis membasahi Surabaya. Kami jalan menyesuri sekitar Tugu Pahlawan yang begitu ramai oleh pedagang dan lautan manusia lainnya.

Salah seorang teman kemudian mengajak jalan-jalan di sekitar Pasar Turi, yang bersebelahan dengan Tugu Pahlawan. Saat kami sedang berjalan beriringan, dari depan tampak kelompok pemuda lain berjalan mendekat. Jarak kurang dari 10 meter, tiba-tiba mereka kelompok yang ternayata membawa pentungan bambu dan celurit tersebut berlari memburu kami. Beberapa teman yang berjalan paling depan dihajar dengan pukulan kayu dan sebagian lagi dapat tendangan ala Bruce Lee. Tercium bau minuman keras dari para penyerang yang memang tampak mabuk dari cara berjalannya.

Seketika rombongan kami yang terdiri dari 10 orang kocar kacir karen tidak menduga akan diserang. Lagi pula kelompok kami bukan tipe remaja nakal yang suka berkelahi. Namun saya beruntung tak satupun penyerang tersebut memukul saya. Mereka hanya lewat dan tidak mengejar saya. Sementara teman-teman berlari menyelamatkan diri masuk ke rumah penduduk. Akhirnya sayapun ikut berlari ke rumah salah seorang penduduk walau tidak dikejar-kejar. Saya khawatir juga kalau salah seorang di antara mereka kemudian menyerang saya juga. beruntung, seorang warga Madura yang rumahnya dijadikan tempat perlindungan teman-teman, keluar sambil membawa celurit besar dan menantang para penyerang kami. Merekapun akhirnya pergi entah ke kemana.

Itu adalah 2 cerita yang saya sampaikan kepada putra saya tadi malam. Saya tegaskan kepada mereka, bahwa ilmu tertinggi kedua setelah ikhlas adalah ilmu selamet. Kejadian apapaun yang menimpa kita, tetapi bila kita beruntung, maka kita akan selamat. Dua kejadian tersebut adalah contoh betapa saya tertolong oleh ilmu selamat. Sementara orang lain menjadi korban, justru saya salamat dari kejahatan mereka. Mungkin ilmu selamat tersebut muncuk karena doa kita, doa orang tua kita, doa nenek dan kakek sebelum kita, yang oleh Allah diijabah. Bisa juga karena amalan-amalan kita karena membaca sholawat, atau infaq dan shodaqoh kita yang membuat kita menjadi orang yang beruntung.

Entahlah, yang pasti saya menekankan bahwa ilmu selamat lebih tinggi daripada ilmu kebal. Orang kebal bisa juga tidak selamat kalau kemudian dia ditenggelamkan di air. Kebal terhadap golok dan peluru, tetapi tidak kebal terhadap mati tenggelam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun