"Terlalu! Mereka memang anak-anak durhaka! Bagaikan kacang lupa kulitnya!"
Itu adalah kalimat pertama yang terlontar saat saya melakukan dialog imajiner dengan seorang pimpinan polisi yang tidak mau disebutkan namanya.
"Kok bisa Bapak menyatakan demikian? Apakah memang para polisi yang menjadi oenyidik di KPK itu tidak boleh menentukan pilihan mereka?" Tanya saya dengan mulut dimonyong-monyongin tanda serius.
"Loh ya boleh saja. Tetapi sebagai seorang anak, mbok yo harus nurut sama orang tuanya dan tetap menghormati orang tuanya toh. Mereka itu tahu orang tuanya tertimpa musibah kok malah mau meninggalkan kita," sergah pimpinan polisi dengan suara tinggi.
"Kami yang mendidik dan membesarkan mereka (red: penyidik KPK), kami yang memberi mereka makan. Lah sekarang kok malah para orang tua ini melakukan kesalahan sedikit saja, mereka yang menyidik. Kami tidak terima! Dimana kewibaan kami sebagai penegak hukum yang harus dihormati!" kata pimpinan polisi itu lagi menambahkan.
"Tapi wibawa dan kehormatan lembaga polisi itukan ditentukan oleh perilaku orang-orang di dalamnya. Bila bapak-bapak dan ibu-ibu sebagai orang tua bisa berperilaku baik, pasti tetangga (red:KPK) dan masyarakat luas, terutama anak-anak Bapak akan menaruh hormat kepada Bapak," sergah saya mencoba meluruskan pola pikir pimpinan polisi ini.
"Iya, benar sih. Tetapi kamikan bukan malaikat. Sesekali salah dan tergelincir itu biasa. Lagipula kasus simulator itukan kecil, cuman ratusan milyar saja. Coba bandingkan dengan kasus BLBI dan Bank Century yang trilyunan rupiah. Kami ini ghak ada apa-apanya mas."
"Justru itu Pak. Sapu yang kotor tidak akan bisa menyapu dengan bersih. Lagipula kalau Bapak tahu BLBI dan Bank Century sebuah mega korupsi, kenapa ghak Bapak usut sampai tuntas saja. Ghak usah nunggu sampai ayam jantan dari timur (red: Abraham Samad) berkokok. Bila polisi bisa menyelesaikan semua kasus korupsi dan kriminal lainnya, KPK ghak perlu ada. Bapak ghak perlu galau dan repot-repot kehilangan anak-anaknya yang masih punya hati nurani. Saya pikir justru seharusnya Bapak senang, karena berhasil mendidik mereka sehingga masih punya hati nurani untuk menyelamatkan bangsa ini. Seharusnya Bapak berterimakasih kepada mereka karena masyarakat menganggap masih ada banyak polisi baik di antara polisi jahat, walau ternyata justru orang tuanya sendiri yang sedang khilaf. Mereka adalah pahlawan bagi kami saat ini" kata saya dengan nada sedikit kesal.
Tiba-tiba pimpinan polisi tersebut berdiri dan berkata, "Hey kamu ini siapa sih kok malah menasehati saya! Kamu mau main-main dengan polisi ya!???"
Melihat polisi tersebut marah, sayapun berdiri dan menjawab, "Ampun Pak, saya tidak suka main-main dengan polisi, apalagi main dengan Bapak. Hiiiii...... Saya lebih suka main-main dengan istri saya sendiri........"
"Kabooooooooorrrrrrrr......."