Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Elsa, Si Permata Hati

18 Juni 2012   08:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:50 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kamu memang istri yang boros! Masak uang 1 juta sudah habis dalam 2 minggu!"  teriak si suami dengan suara keras.

"Bapak bilang boros? Coba saja dihitung, berapa kebutuhan belanja 1 bulan. Dasar Bapak saja yang tidak pintar mencari uang, seenaknya saja menyalahkan!" teriak si istri dengan nada jauh lebih tinggi.

"Sudah kamu diam! Saya ini bekerja siang malam untuk keluarga ini. Apa kamu tidak sadar hah! teriak si suami kembali.

Tiba-tiba terdengar sebuah bunyi sangat keras di ruang tamu, "prang....prang...." Beberapa piring kaca itupun hancur berkeping-keping menghantam dinding tanpa ampun.

"Ya hancurkan semua.. hancurkan saja semua..." Teriak si suami sambil berkacak pinggang di depan pintu dapur.

Elsa yang sedari tadi di kamar saat orang tuanya perang mulut, akhirnya memberanikan diri untuk keluar dari kamarnya. Gadis kecil  yang sebentar lagi ujian kenaikan kelas inipun menghampiri bapaknya. Dipeluknya si bapak dengan erat dan kemudian menariknya ke ruang tamu untuk duduk di kursi sofa lama, yang beberapa bagian sudah sobek dan bolong.

"Bapak duduk di sini dulu ya," bisik Elsa dengan lembut kepada bapaknya.

Si bapak diam saja sambil memengi kepalanya yang kali ini sepertinya benar-benar terasa pusing karena dia tidak tahu harus bagaimana memecagkan masalah asap dapur yang sering sulit mengebul di pertengahan bulan. Sesekali dia menjambak rambutnya untuk mengusir rasa pusingnya tersebut.

Elsapun beranjak meninggalkan bapaknya dan berjalan mendekati ibunya yang duduk di kursi dapur sambil menyeka air matanya dengan ujung bajunya. Dengan tangan kecilnya dia mendekap ibunya dari depan sambil berkata, "Ayo Ibu ikut Elsa ya." Elsapun menggandeng tangan ibunya untuk diajak duduk di sofa bersebelahan dengan bapaknya.

Bapak dan Ibu Elsa tampak bingung dengan cara Elsa mengumpulkan mereka berdua di ruang tamu. Namun api kemarahan yang masih tampak dari wajah mereka, membuat Bapak dan Ibu Elsa masih enggan untuk saling berbicara dan apalagi berpandangan.

"Baik Bapak dan Ibu, maafkan Elsa ya. Elsa tahu Bapak dan Ibu lagi marahan karena kita selalu kekurangan. Memang kekurangan tersebut membuat kita susah. Namun Elsa lebih sedih lagi bila Bapak dan Ibu marah-marahan karena kesusahan kita ini. Kesusahan memang membuat Bapak, Ibu dan Elsa menjadi tidak bahagia. Elsa mohon kepada Bapak dan Ibu untuk tidak lagi marah-marahan dan menambah kesusahan kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun