Suatu hari seorang teman sebut saja Pak Belalang menghubungi saya via SMS. Dia meminta saya untuk membuka sebuah halaman profil facebook  yang mengatasnamakan  Kodok Ngorek. Rupanya seseorang membuat account dengan nama Pak Kodok, yang merupakan teman saya juga. Account Facebook atas nama Pak Kodok dihiasi dengan foto Pak Kodok sebagai foto profilnya, yang diambil dari sebuah website tempat kerjanya. Maklum, Account Facebook Pak Kodok yang asli tidak berisi foto wajahnya, dan hanya menggunakan foto anak-anaknya. Hal yang membuat saya mengelus dada (dada sendiri loh ya, bukan punya Jupe) karena  prihatin adalah, account FB kloningan tersebut digunakan untuk menjelek-jelekkan Pak Kodok sendiri dengan memuat kalimat cabul bin jorok sebagai status Facebooknya. Hebatnya lagi, si pembuat account abal-abal ini menambahkan teman-teman Pak Kodok yang asli termasuk saya. Saya juga tidak menyadari bila permintaan pertemanan yang diminta oleh Pak Kodok, berasal dari account kloningannya. Jumlah total pertemanannya hampir 425 orang, dan lebih dari setengahnya merupakan teman yang sama dengan saya. Dengan insting ala detektif yang saya dapatkan dari bertapa di Gunung Bromo, sayapun mulai menyelidiki siapa pembuat account FB yang menjelek-jelekkan Pak Kodok (padahal Pak Kodok ini memang sudah jelek pool, jadi percuma dijelek-jelekkan lagi). Beruntung ternyata saya menjadi teman dari account FB kloningan ini, sehingga saya bisa memetakan siapa saja teman-teman yang sama dengan saya dan yang bukan. Dengan menggunakan operasi matematika sederhana seperti intersection, saya bisa memetakan data-data dari para tersangkanya. Akhirnya hasil pemetaan mengerucut pada satu nama atau account facebook, sebut saja Mas Walang Keket. Sayapun meninggalkan jejak berupa pesan di dinding Facebook kloningan Pak Kodok, berupa himbauan agar tidak menggunakan foto dan nama Pak Kodok sebagai foto profil account tersebut. Ternyata seorang teman sebut saja Bu Kupu-kupu menuliskan hal yang sama di dinding account kloningan ini untuk tidak mendeskriditkan seseorang. Setelah begitu haqqul yakin dan mantabs, sayapun mengirimkan pesan di inbox Mas Walang Keket yang menjadi dalang dari account kloningan Pak Kodok. Dalam pesan tersebut, saya meminta dan menyarankan dengan sopan kepada Mas Walang  untuk menghapus account FB atas nama Pak Kodok yang dibuatnya. Selama 2 hari saya memantau Mas Walang ini aktif mengupdate status FB-nya tanda dia pasti telah menerima pesan saya, namun tampaknya tidak berani menanggapi himbauan saya. Tepat hari ke-3, account FB kloningan Pak Kodok tak tampak aktif lagi. Rupanya account tersebut telah dihapus dari muka bumi, eh dunia maya. Sakit Hati Berujung Caci-maki Dunia maya pada akhirnya menjadi katarsis bagi mereka yang sakit hati bahkan mungkin juga sakit jiwa. Mereka yang tidak bisa memecahkan masalah di dunia nyata, kemudian menggunakan dunia maya seperti FB untuk membalas sakit hati maupun membuat propaganda pembunuhan karakter. Hal ini juga yang saat ini terjadi pada account twitter @Neen_martha yang sedang membuka foto-foto nakal seorang artis. Rupanya account tersebut dibangun atas dasar sakit hati yang berujung pada perbuatan caci-maki. Dunia Maya, Dunia Siluman Dunia maya memang seperti sebuah dunia siluman. Orang yang masuk ke dalamnya bisa saja mendapatkan ilmu hikman sehingga menjadi lebih bijaksana dalam menyikapi hidup, atau bisa saja tersesat dan kehilangan jiwanya sebagai manusia beretika dan berbudaya. Sangat sering saya temui manusia-manusia yang pada dunia nyata begitu halus lembut tutur katanya, namun saat masuk di forum-forum diskusi mapun di dunia blogging, mereka menghamburkan sumpah serapah dan daftar isi kebun binatang. Saya sendiri  pernah mengalaminya saat masuk di sebuah forum debat agama di dunia maya yang sangat terkenal karena tempatnya pertempuran antara berbagai penganut isme. Pada akhirnya saya keluar dari forum yang penuh dengan pertumpahan ludah dan membuat jiwa saya hampir melayang. Yang saya maksud dengan jiwa tentu saja bukan nyawa atau soul. Jiwa yang saya maksud adalah kepribadian dan karakter baik kita. [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Bob Marley (Courtesy of allposters.com)"][/caption] Mereka yang masuk di dunia maya, seolah-olah merasa aman menggunakan topeng  karena bisa menggunakan nama dan foto yang bukan dirinya. Identitas barunya di dunia maya membuatnya merasa bebas untuk menjadi apa saja dan siapa saja. Sehingga mereka-mereka yang mengalami Sibling Complex (kepribadian ganda), menemukan media yang pas untuk mengumbar nafsu sisi gelapnya dari kepribadiannya yang retak. Tak heran bila sebagian para pemilik account dengan nama dan foto aspal, bisa dan biasa berlaku kurang beradab dan beretika saat beropini maupun berdiskusi. Hal ini karena dia telah kehilangan jiwanya di dunia maya yang dianggapnya sebagai dunia serba boleh. Ayo jangan sampai kita kehilangan jiwa kita di dunia maya. Sadari bahwa dunia maya itu juga adalah dunia virtual yang melibatkan orang-orang nyata dan punya perasaan dan kehidupan nyata. Sadari keadaan diri. Perilaku kita di dunia maya lambat laun akan berpengaruh kepada kehidupan kita di dunia nyata. Sumpah serapah yang kita hamburkan di dunia maya, tanpa kita sadari akan tertanam di alam bawah sadar dan bukan tidak mungkin akan menjadi kebiasaan di dunia nyata. Semoga saya dan Anda menjadi orang yang tetap memiliki kepribadian yang selalu menjunjung tinggi adab dan etika dalam berhubungan dengan orang lain, baik di dunia maya, dan lebih-lebih di dunia nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H