"Siap berangkat Sayang?" Tanya seorang pria muda kepada seorang wanita yang baru dinikahinya.
"Yes, I do," jawab si wanita dengan senyum penuh kebahagiaan.
Dengan menaiki sebuah kapal kecil, kedua pasangan muda ini berencana menyeberangi samudra untuk sampai ke tanah harapan. Bekal mereka tidak banyak. Hanya alat penangkap ikan, bahan makanan, alat untuk menyuling air laut menjadi air minum, alat navigasi dan komunikasi, serta beberapa peralatan kesehatan.
"Sekarang aku nakhodanya, dan engkau adalah juru mudi dan juru masak." Si pria menggandeng istrinya menaiki kapal kecil mereka.
"Tanah harapan.... I am coming."
Tiga hari perjanalanan, keduanya menegarungi samudra begitu bahagia. Dunia kecil mereka berdua seluas permukaan kapal. Namun mereka merasa begitu lapang dan luas.
Hari keempat ujian pertama datang. Hujan badai mengombang-ambingkan kapal kecil mereka. Sebagian persedian makanan terlempar ke laut. Mereka sedang diuji dengan perasaan takut dan lapar. Si suami berusaha keras meyakinkan sang istri kalau kapal mereka akan baik-baik saja.Â
Setahun berikutnya, sang istri melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat, lucu dan lincah. Mereka berdua membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Diajarinya si anak cara bertahan hidup, berfikir kritis dan bersyukur terhadap karunia Tuhan yang paling besar, yaitu nikmat hidup, kesehatan dan perasaan bahagia.
Kapal kecil tersebut berubah menjadi semakin besar. Tangkapan ikan selama perjalanan cukup untuk mereka makan dan menjualnya ke pasr ikan di pelabuhan yang mereka singgahi. Beberapa bahan dibeli untuk memperbaiki dan memperluas ukuran kapal.
"Kapten, aku hamil lagi," kata sang istri pada suaminya di suatu senja sambil menunjukkan alat test kehamilan. Si suami mendekap istrinya dengan mesra. Ini merupakan anugerah yang dinanti-nantinya selama perjalanan mengarungi samudra. Beberapa bulan kemudian, seorang anak perempuan lahir. Wajahnya cantik sempurna dengan kulit gelap seperti kulit bapaknya. Si anak pun sama seperti kakaknya. Dia tumbuh sebagai anak yang cerdas, galak, namun baik hati.
Sesekali mereka bercengkrama di buritan kapal, sambil menikmati masakan sang istri dan menikmati indahnya kerlap-kerlip bintang  di langit malam yang begitu luar terhampar.Â