Membaca tulisan Mbakyu Niken tentang kisah Kusrin Si Perakit Televisi, saya jadi teringat sebuah cerita dari seorang polisi yang terus terang membuat saya masih optimis, bahwa selalu ada orang baik dan bijak di setiap keadaan.
Kisahnya dimulai saat polisi menangkap seorang pria muda yang terlibat judi online. Pekerjaan si pria setiap harinya sebenarnya juga tidak terlalu beruntung. Namun entah mengapa, dia terlibat judi online dan akhirnya ditangkap polisi. Untuk sementara dia harus menghuni sel polisi.
Tiga hari kemudian, beberapa orang datang dengan seorang ibu di sebuah kursi roda ke kantor polisi. Pimpinan kantor polisi tersebut menanyakan ada apa kok seorang ibu yang tampaknya begitu lemah dan menurut orang-orang yang mengantarnya, si ibu lumpuh dan stroke. Orang-orang yang mengantarkan si ibu tersebut ternyata tetangganya.
Tetangga si ibu bercerita, kalau mereka secara tidak sengaja menemukan si ibu tersebut terlantar selama beberapa hari. Awalnya mereka heran saat melihat pintu rumah si ibu terbuka hingga larut malam. Saat mereka mencoba menengok ke dalam rumah, terlihat si ibu sedang duduk diam di kursi dengan kondisi yang kotor dan kelaparan. Dari tetangga tersebut, kepala polisi mengetahui kalau si pria muda itu adalah keluarga satu-satunya yang merawat si ibu. Mulai dari makan, membersihkan kotoran, memandikan dan kegiatan lainnya. Kepala polisi begitu terenyuh dengan kondisi si ibu dan akhirnya memerintahkan anak buahnya untuk melepas si pria muda tersebut dengan jaminan dirinya. Kepala polisi teringat akan ibunya yang dia begitu sayang. Beliau begitu takut orang lain juga tidak berbakti kepada ibunya
Si kepala polisi lebih memilih bersikap bijaksana dengan tidak melihat hukum itu hitam atau putih, benar atau salah. Si kepala polisi lebih memilih melihat dari sisi kemanusian, daripada sisi hukum dengan memenjarakan si pria muda tersebut. Namun tentu saja, kepala polisi memberikan nasihat panjang lebar kepada si pemuda, untuk menjaga diri dari perbuatan melanggar hukum demi tetap bisa menjaga dan merawat ibunya. Akhirnya, malam itu juga, si pria muda diperbolehkan pulang bersama ibunya.
Bagaimana dengan Kusrin?
Saya tidak begitu paham kasus Kusrin. Informasi dari tulisan sebelumnya, Kusrin adalah orang desa lulusan sekolah dasar, namun memiliki kemampuan dalam bidang elektronik untuk merakit atau merekondisi televisi dan menjualnya kembali. Dia divonis bersalah karena melanggar undang-undang tentang penjualan barang elektronik yang tanpa ijin produksi.
Melihat kasus Kusrin dari pendekatan bapak kepala Polisi di atas, Kusrin bisa saja diambil pendekatan yang lebih humanis. Aparat penegak hukum tidak harus serta merta menangkap dan membawanya ke pengadilan. Bisa saja dia diberi peringatan dan pembinaan, agar pengatahuan dan keterampilannya bisa lebih dimanfaatkan tanpa harus melanggar hukum. Bahkan kalau bisa, pemerintah, bisa memberinya modal untuk membuka usaha di bidang eletronik dan dibantu urusan perijinan dan hak patennya. Ini sama seperti pendekatan polisi saat seorang pengendara motor melanggar marka atau rambu jalan raya. Si polisi bisa memilih untuk langsung menilang atau hanya memberikan peringatan saja untuk tidak melanggar.
Saya berharap, ada banyak penegak hukum yang bisa lebih bijaksana dalam mengambil keputusan seperti Bapak kepala Polisi yang saya ceritakan di atas. Hukum tidak harus selalu berarti menghukum. Sehingga jangan sampai anggapan hukum itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas, itu benar-benar terbukti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H