[caption id="attachment_201852" align="aligncenter" width="620" caption="Sebaran Lokasi kebakaran di Jakarta (kompas.com)"][/caption] Membaca dan melihat berita di media online dan televisi dalam bulan Agustus ini membuat saya teringat saat tinggal di Jakarta dulu. Berita ke kebakaran di mana-mana, mulai dari perkampungan kumuh padat penduduk hingga pasar-pasar tradisional yang habis dilalap si jago merah. Pertanyaan yang sempat hinggap dipikiran adalah apakah kasus kebakaran yang terjadi sporadis di Jakarta tersebut murni kebakaran yang tidak disengaja (not in purpose), atau memang ada tangan-tangan jahat yang senang bermain api dalam arti yang sebenarnya, entah dengan alasan apa. Masyarakat sudah memiliki banyak rekam jejak terkait kejadian kebakaran, sehingga wajar jika muncul pikiran yang menuduh ada tangan jahat yang suka bermain api. Memang alasan atau kambing hitam yang paling mudah disalahkan biasanya adalah konsleting listrik. Percikan api akibat stacker listrik yang menumpuk, maupun terkelupasnya kabel sehingga terjadi loncatan bunga api yang membakar. Walau sepanjang pengetahuan saya, kabel listrik yang terbakar, tidak akan secepat bila bensin disiramkan pada objek kemudian dibakar. Bila kabel listrik terbakar, bau kabel terbakar akan tercium sebelumnya. Lagipula, kebakaran terjadi saat semua listrik sedang tidak banyak digunakan karena ditinggal penghuninya yang mudik. Memang kasus kebakaran yang paling sering dan mungkin terjadi biasanya saat listrik PLN mati dan warga menggunakan lilin atau lampu minyak sebagai penerangan. Cerita tentang kampung yang dibakar atau pasar yang dibakar sudah menjadi rahasia umum. Bila sebuah daerah memilki nilai ekonomis dan strategis yang tinggi, maka cara mudah menggusurnya adalah dengan membakarnya. Cara kerja ini mirip pengusaha perkebunan kelapa yang membakar lahan agar mudah menyingkirkan tanaman yang tidak berguna dan menyiapkan lahan baru. Namun kejadian yang paling sering adalah perubahan pasar tradisional menjadi pasar modern. Bila sudah ada investornya, maka penghuni pasar mulai perasaan waswas akan terjadi kebakaran muncul. Kejadian pembakaran Pasar Turi di Surabaya adalah contoh kasus pembakaran pasar (berita di sini dan di sini). Kebakaran pasar juga biasa terjadi saat libur lebaran. Sebuah kebetulan yang mencurigakan. Bagaimana bila yang terbakar adalah perkampungan? Penyebabnya bisa karena adanya investor yang tertarik dengan lahan tersebut, bisa juga karena human error. Namun pengalaman saya tinggal di Jakarta Utara, rumah-rumah petak yang begitu rapat memang rawan kebakaran. Kebanyakan kasusnya karena kompor mledug. Waktu itu memang semua orang masih pakai kompor minyak tanah. Kompor mledug terjadi bila salahsatu sumbu lepas dan jatuh ke minyak tanah sehingga terbakar. Konstruksi kompor yang buruk juga menyebabkan panas kompor terdistribusi ke tangki minyak, sehingga minyak tanah cukup panas dan menguap, sehingga kompor meledak seperti mercon bumbung. Ditambah rumah petak itu kebanyakan berbahan sesek bambu yang dilapisi kertas semen dan dicat atau triplek yang pasti cukup renyah buat api untuk melahapnya. Biasanya untuk memutus penyebaran kebakaran, warga merubuhkan rumah petak yang bersebelahan dengan rumah yang terbakar. 1 rumah terbakar, yang rusak bisa 4-5 rumah. Lepas dari motif terbakar atau dibakar, kini Jakarta seperti dikepung api. Jakarta sudah menjadi lautan api, mari Bung rebut kembali. Yang harus dipikirkan adalah solusi ke depannya. Solusi yang komprehensif agar Jakarta tidak lagi menjadi lautan api di kemudian hari. Penyuluhan bahaya kebakaran memang perlu, tetapi penataan ulang kawasan kumuh dengan memberikan subsidi pembangunan rumah permanen akan cukup menekan resiko kebakaran pada rumah semi permanen yang berbahan mudah terbakar. Kerugian akibat kebakaran bukan hanya dari kehilangan nyawa akibat adanya korban jiwa, tetapi juga kerugian material dan immaterial. Sebuah keluarga bisa kehilangan sumber pendapatannya akibat kebakaran tempat usahanya. Terakhir, terjadinya kebakaran di sebuah kantor pemerintahan paling mungkin karena motif penghilangan barang bukti korupsi. Terbukti, ruang yang paling mudah terbakar justru ruang arsip dan keuangan. Api memang cara efektif untuk menghapus jejak korupsi di pemerintahan. Tulisan ini hanya sekedar opini dan bersifat debatable. Bahan Bacaan
- http://www.tempointeractive.com/
- http://nostalgia.tabloidnova.com/
- Terbakar.Kantor.Pemkab.Pasuruan.Ludes
- penyebab-kebakaran-kantor-dinas-pu-palu-masih-kabur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H