Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Studi Banding DPR: Awas PPI Jepang, Jangan Seperti PPI Jerman!

29 April 2012   01:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:59 1946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prihatin! itu kata yang harus kita ucapkan atas peristiwa penolakan acara kunjungan anggota Komisi I DPR RI oleh Persatuan Pelajar Indonesia di Jerman dan Nahdlatul Ulama Cabang Jerman.  Rombongan anggota Komisi I tersebut berkunjung dalam rangka studi banding ke Jerman untuk mempelajari produksi tank Leopard. Namun niat kunjungan tersebut dicurigai sebagai acara plesiran alias wisata, karena mereka mengajak istri dan anak-anaknya dalam studi banding tersebut. Penolakan PPI Jerman sangat realistis. Mereka juga mengusulkan hal rasional untuk perbaikan kinerja DPR RI untuk setiap kegiatan kunjungan yang mereka lakukan. PPI Jerman mengusulkan setiap acara studi banding dilaporkan secara transparant melalui website DPR RI yang mengabiskan miliaran rupiah. Laporan mulai dari rencana kegiatan hingga laporan pelaksanaan kegiatan. Mungkin kita masih ingat betapa konyolnya kunjungan anggota DPR RI ke Australia tahun lalu. Dialog antara anggota dewan dan perwakilan masyarakat di Australia juga berakhir dengan ricuh. Dalam dialog tersebut, mahasiswa Indonesia di Jerman mengusulkan anggota DPR RI menggunakan teknologi komunikasi seperti Video Conference jika hanya ingin berdialog dengan kolega mereka di Australia dan tidak perlu datang ke Australia untuk menghemat anggaran negara. Lebih konyol lagi, ternyata anggota DPR RI tidak tahu email yang digunakan untuk menampung aspirasi saat diminta. Studi Banding Ke Jepang Bila di Austalia dan Jerman, mahasiswa kita di sana menolak kunjungan anggota DPR RI tersebut, maka seharusnya mahasiswa Indonesia di Jepang mendorong agar seluruh anggota DPRI beserta pimpinannya sekaligus untuk studi banding ke Jepang. Apa yang seharusnya mereka pelajari dari pejabat pemerintah di Jepang? Ya yang pasti mereka seharusnya belajar etos kerja dan budaya malu bangsa Jepang. Mengapa anggota DPR RI harus belajar ke Jepang? Baiklah, silahkan simak beberapa artikel berikut:

  1. Menteri Mundur karena "Keseleo Lidah" - KOMPAS.com
  2. PM dan Kabinet Jepang Mundur Bareng - KOMPAS.com
  3. Sepelekan Kerjaan, Menteri Jepang Mundur - KOMPAS.com
  4. Menlu Jepang Mundur karena Donasi Ilegal - KOMPAS.com
  5. Gagal Penuhi Janji, PM Jepang Mundur - KOMPAS.com
  6. Begini Seharusnya Pejabat Bersikap - KOMPAS.com

Dan masih banyak artikel lainnya yang menguatkan alasan mengapa anggota DPR RI harus bahkan hukumnya fardhu a'in untuk studi banding ke Jepang. Bayangkan, hanya karena salah ucap atau keseleo lidah, janji kampanye tidak terpenuhi, donasi ilegal dana kampanye hingga  alasan yang memang seriusnya lainnya, membuat mentri hingga perdana mentri mundur dari jabatannya. Bahkan seorang pejabat perkeretaapiaan Jepang melakukan harakiri saat terjadi kecelakaan kereta api sebagai tanggungjawab (Baca: Pejabat Ini Berpesan pada Bawahannya Sebelum Bunuh Diri). Bandingkan dengan pejabat pemerintah dan anggota DPR-RI kita. Walau sudah salah, sudah jadi tersangka, sudah pernah jadi terpidana, selingkuh dengan istri atau suami orang, ingkar janji, ngomong ngawur dan perilaku lainnya, tetap saja mereka tidak tahu malu masih muncul di muka publik, seolah-olah mereka tidak punya hati dan rasa malu. Bila anggota DPR-RI beserta pimpinannya mau berkunjung ke Jepang, kita harus dukung penuh. Bekali mereka dengan pedang pendek (wakizashi). Siapa tahu setelah mereka mendapatkan pencerahan dari studi banding di Jepang mereka terpikirkan untuk melakukan Seppuku atau Harakiri. Atau minimal di bawah meja kerja DPR yang mewah tersebut, tersedia wakizashi. Agar ketika ketahuan korupsi atau selingkuh, mereka bisa langsung menggunakannya untuk segera bertobat menghadap Tuhan. Memang bunuh diri dalam agama diharamkan. Minimal mereka cukup memotong urat kemaluannya sebagai pertanggungjawaban mereka terhadap rakyat yang telah memilih mereka. [caption id="attachment_177838" align="aligncenter" width="300" caption="Courtesy of http://www.bia-cinema.com"][/caption] Oh, ya. Tutorial tata cara seppuku bisa mereka lihat di film Harakiri produk tahun 1962. Atau bisa juga mereka lihat di film The Last Ronin untuk belajar betapa loyalitas itu seharga  taruhan nyawa. Bila mereka cinta negara ini, maka nyawa merekapun bukan apa-apa. Sekali lagi, mari kita dukung studi banding anggota dewan untuk belajar harakiri ke Jepang. ____________ ide penulisan: Audi, putra saya yang duduk di kelas 7

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun