Setelah kembalinya EA Setan (berikutnya saya sebut Bung EA), kehidupan Kompasiana terutama kolom teraktual menjadi hidup kembali. Berbagai wacana khas Bung EA selalu nongkrong memancing 'klik' pada judul tulisan Bung EA yang biasanya menantang akal orang beriman. Respon pembacapun beragam, ada yang pro dan juga kontra. Bagi yang pro biasanya akan memberikan apresiasi pada tulisan Bung EA. Sedangkan yang kontrapun memberikan komentar yang tidak kalah bervariasinya. Baiklah, saya coba untuk ngomong blak-blakan tentang Bung EA (Mudah-mudahan Bung Ea merestui dan memberikan kata pengantar di tulisan ini). Konflik Saya dan Bung EA Saat awal mula saya masuk Kompasiana ini cukup kaget juga bertemu dengan berbagai judul dan tulisan Bung EA yang begitu kontroversial dan melawan arus (mainstream). Akibatnya bisa ditebak, sebagai newbie level 1, saya termasuk orang yang kontra dan 'mengecam' semua artikel Bung EA tanpa terlebih mengkajinya. Beberapa tulisan saya buat untuk kupas-tuntas Bung EA seperti
Pada tulisan pertama, saya menempatkan Bung EA alias Blogernas Forum alias Erianto Anas, Traktor dan Esther dalam satu kubu (saya sebut dedemit) melawan saya. Berbagai argumentasi mulai dari yang halus hingga yang kasar berhamburan ke ruang publik. Demikian dengan Bung EA yang saat itu juga khusus membuat postingan tentang saya. Namun beruntung saya punya beberapa teman baru seperti Mbak Yu Niken , Pak Ladinata dan beberapa Kompasianer lainnya yang memberikan nasihat yang mencerahkan untuk bisa lebih 'open mind' dalam menghadapi perbedaan pendapat (bukan beda pendapatan loh ya). Mungkin komentar panjang lebar Mbak Yu Niken di artikel kedua di atas yang menampar daya nalar saya untuk tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan dan melihat sebuah fenomena dari sudut pandang yang berbeda. Santri yang baru turun gunung Saya lalu menyadari, betapa ketika awal mula saya masuk ke Kompasiana sebagai forum bebas para pembaca dan penulis, saya seperti seorang santri yang baru turun gunung. Menemukan berbagai warna-warni pemikiran dari berbagai kepala, membuat saya mengalami cultural shock. Rupanya saya tidak menyiapkan vaksin yang cukup, sehingga sel darah putih saya bertindak berlebihan dalam menghadapi dunia nyata. Ya, Kompasiana inilah dunia nyata pertukaran pemikiran yang sangat mungkin menimbulkan gesekan pemikiran dan berakhir menjadi konflik antar personal. Bersyukur saya kemudian dapat mulai bisa melepaskan diri dari kejumudan berfikir yang membatasi saya untuk bisa menikmati pemikiran dan keindahan tulisan Kompasianer lain. Berikutnya saya mulai bisa menikmati tulisan Bung EA dan tak segan-segan saya memberikan apresiasi jika ternyata makna dibalik tulisannya begitu mencerahkan. Tetapi kemudian saya banyak belajar lebih lanjut akrobat kata-kata Bung EA dan gaya penulisannya. [caption id="attachment_123495" align="aligncenter" width="664" caption="Komentar dan Tanggapan"][/caption]
Selain itu, saya juga pernah belajar dari dialog panjang Bung EA, Mbak Esther, dan Bung Traktor di forum mereka. Terakhir saya belajar tentang Buddha dengan 3 aliran utamanya (Theravada, Mahayana dan Vajrayana) dari penjelasan Bung Traktor. Mereka berdialog saling mengisi diselingi dengan berbagai canda. Saya tidak tahu pasti, tetapi tebakan saya mereka mewakili 3 orang penganut agama di Indonesia. Bung EA (Islam), Esther (Kristen) dan Traktor (Buddha), dan ketiganya telah membangun harmoni bersama. Berikutnya Bung EA muncul kembali dengan embel-embel Setan. Hal ini sangat cocok dengan berbagai judul postingannya yang begitu 'menggoda' orang-orang beriman bahkan malaikat sekalipun. Oleh karena itu Bung EA memberikan Warning pada awal tulisannya, agar malaikat tidak boleh membaca tulisannya. :) Jadi anggap saja EA memang benar-benar bisa menjelma menjadi setan setelah gagal menjadi nabi (kata Bung EA sendiri di profilnya). Dari berbagai polemik yang ditimbulkan oleh setan yang ada di Kompasiana, saya membuat 3 (tiiga) katagori bagaimana orang-orang beriman membuat strategi dalam berhadapan dengan setan.
- Strategi Mirroring, adalah strategi yang digunakan oleh seorang yang beriman dengan meniru dan menjadi bayangan setan yang dimusuhinya sendiri. Biasanya orang beriman tersebut akan mengeluarkan caci-maka dan kata-kata yang tidak pantas untuk menyerang dan mengutuk setan itu sendiri. Begitu bersemangatnya orang orang beriman tersebut mencaci-maki setan ala jurus setan, sehingga sulit dibedakan mana yang orang beriman dan mana yang setan. Dengan kata lain, orang beriman tersebut telah mengalami kesetanan, akibatnya dia kehilangan esensi sebagai orang yang beriman dan berubah menjadi setan itu sendiri.
- Strategi Berhadapan, adalah strategi yang digunakan oleh orang yang beriman dengan hanya penyerang pendapatnya si setan saja. Orang beriman ini akan menggunakan kata-kata halus bahkan banyolan untuk mencoba menetralisir godaan setan. Baginya setan adalah lawan yang harus dihadapi, tetapi dia tidak sampai membensi si setan itu sendiri. Dia hanya membenci perbuatannya. Maka dialog-dialog hangat meresap bak balsem dapat kita nikmati bersama. Sesekali justru si setan yang tergoda untuk menjadi manusia, sesekali si manusia yang mencoba menggunakan ilmu setan untuk balik menggoda si setan.
- Strategi Bersalaman, adalah strategi yang digunakan oleh orang beriman dalam berinteraksi dengan setan. Baginya, setan adalah makhluk yang berjasa walau tidak sampai dijadikan pahlawan. Tuhan menciptakan setan pasti dengan tujuan, dan tidak ada yang sia-sia dari ciptaanNya. Orang yang beriman tidak akan pernah naik maqom (kedudukan dan derajat) tanpa melalui ujian. Orang beriman bisa sangat hormat pada setan, karena dia menganggap setan sebagai guru yang sedang memberikan soal ujian atas perintah Tuhan. Anda pasti tidak akan pernah naik kelas jika tidak mau bertemu guru tersebut karena menghindari soal ujian yang akan diberikannya. Orang beriman ini bisa jadi karena telah mengambil hikmah dari ujian yang diberikan oleh Tuhan kepada Nabi Musa melalui Nabi Khidir yang kontroversial. Bagi orang beriman, setan bahkan dimanfaatkan untuk menguji kadar keimanannya dan berterimakasih saat si setan memberikan sertifikat sebagai tanda kelulusan dari ujiannya.
Saya tidak hendak membuat Anda yang mengaku sebagai orang yang beriman mengikuti langkah saya untuk berdamai dalam perbedaan. Namun saran saya, hindari untuk menggunakan strategi mirroring dalam berbeda pendapat dan pandangan, karena saya yakin Anda akan kehilang karakter Anda yang sebenarnya sebagai orang yang beriman. Ini hanya pandangan pribadi saya dari hasil memaknai proses interaksi di Kompasiana sebagai rumah sehat. Terakhir, hindari konflik yang tidak perlu. Menjadi dewasa dalam berfiki dan bertindak sesuai dengan usia Anda yang sebenarnya. ____________________________ Bahan Bacaan Lain:
- Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
- Paman Saya Berpesan, “Hindari Debat Agama”
- Mengapa Saya Menghapus Komentar Anda
- Keluar dari Jebakan Debat Tak Berujung
- Komentar Panjang = Artikel Baru
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H