[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Tulisan fokus lebih mudah dibaca (Courtesy of http://dwipujiastuti.wordpress.com/)"][/caption] Suatu sore dalam kesendirian, seorang teman dari alam imajiner datang menemuiku. "Hai, kamu sekarang sudah  mulai jadi penulis ya," sapanya sambil duduk di sampingku yang sedang bertafakur. "Yah itukan cuman amanat Pak Redi Panuju, guru menulisku. Katanya kalau mau jadi penulis ya menulis saja," jawabku sambil duduk bersandar di kursi taman. "Lah memangnya kamu fokus menulis apa? Kok kayaknya semua hal kamu  tulis. Coba periksa kembali hasil tulisanmu. Politik, sosial, budaya, agama, teknologi, otomotif, prosa, puisi, sampai filsafat segala. Emangnya kamu ini mau jadi penulis cap apa?" tanyanya agak serius. Akupun menggeser tempat duduk dan memiringkan badan ke arahnya sambil berkata, "Lah kalau menulis itukan suka-suka aku dong. Aku menulis semua hal sebagai pemaknaan pada perjalanan hidup ini. Memang ada yang salah dengan menjadi generalis?" tanyaku dengan tatapan mata tajam. "Enggak sih, hanya tulisanmu menjadi tidak fokus. Semua pikiran dan energimu tidak tercurah pada satu titik yang membuat tulisanmu dapat dimaknai lebih baik lagi oleh pembaca 'yang tidak biasa'. Ibarat kaca pembesar di terik matahari, susah membakar selembar kertas jika tidak fokus. Fokus, maka kamu akan lebih bisa membakar para pembaca tulisanmu. Jika itu sebuah kisah hikmah maka akan bisa membawa inspirasi. Jika tulisanmu berisi anjuran, maka akan lebih bisa mempengaruhi pembacamu." terangnya dengan panjang lebar. Aku  terdiam sejenak meresapi uraian teman imajiner saya tadi. Perkataannya ada benarnya. Aku memang masih mencari bentuk dalam menulis. Ibarat dokter, aku tidak boleh lagi menjadi dokter umum yang menangani segala jenis macam penyakit. Aku harus menjadi dokter spesialis agar konsentrasi penggalian maknanya lebih fokus dan tajam. "Jadi aku harus fokus mengambil tema tertentu dan konsisten dengan tema tersebut ya." ujar ku sambil menoleh ke arah teman tadi. Hah, teman imajinerku tadi ternyata sudah tidak tampak. Entah bagaimana cara dia pergi. Tetapi kalimat dalam dialog sore hari itu masih cukup jelas terdengar di telinga alam bawah sadar dengan sebuah kata yang menghipnotis hingga tulisan ini dibuat. Fokus... fokus... fokus...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H