Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kajur Kok Mau Jadi Rektor!

14 Juni 2014   16:34 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:46 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisahnya dimulai dari saat Amir akhirnya terpilih sebagai ketua jurusan untuk yang kedua kalinya. Sistem pemilihan langsung yang melibatkan dosen dan karyawan jurusan, hampir 90% suara memilih Amir sebagai ketua jurusan karena periode kepemimpinan Amir sebelumnya berjalan dengan sukses. Banyak permasalah yang dipecahkan dengan baik oleh Amir. Bahkan ada banyak prestasi yang diraih oleh jurusan dalam 5 tahun kepemimpinan Amir. Beberapa penghargaan diraih oleh Amir sebagai pemimpin yang inspiratif dan inovatif.

Baru berjalan 2 tahun di periode kepemimpinannya yang kedua, civitas akademika dari jurusan lain dalam fakultas yang sama, memintanya untuk mencalonkan diri menjadi dekan, karena dekan yang lama telah habis masa jabatannya. Namun Amir enggan meng'iya'kan permintaan tersebut. Dia ingin fokus untuk menyelesaikan amanat yang diterimanya sebagai ketua jurusan hingga masa jabatannya habis. Namun seorang guru besar meyakinkannya kalau Amir tidak menghianati amanat yang diterimanya. Justru ini akan membuat jurusannya bangga karena orang dari jurusannya bisa memimpin fakultas yang lebih besar. Sorak-sorai dukunganpun bertambah kuat yang akhirnya meluluhkan Amir untuk bersedia mencalonkan diri menjadi dekan.

Nama Amir mulai dikenal di seluruh kampus dan tidak hanya di jurusan atau di fakultasnya saja. Beberapa kandidat rektor untuk periode yang akan datang mulai resah, jikalau Amir yang begitu populer kemudian menjadi pesaing mereka dalam pemilihan rektor 2 tahun lagi. Maka    disusunlah skenario agar saat 'fit and propert test' dihadapan civitas akademika, Amir diharuskan berjanji untuk menuntaskan kepemimpinannya sampai tuntas, apabila nanti dia terpilih menjadi rektor. Tentu saja Amir tidak keberatan dengan permintaan tersebut, karena memang dia tidak pernah berambisi menjadi apapun. Semua yang dijalaninya adalah bagian dari keinginannya untuk berbuat yang terbaik bagi almamaternya. Singkat cerita, Amir terpilih sebagai dekan mengalahkan kandidat lain yang merupakan dekan lama.

Setelah terpiilih, Amir dibantu wakil dekannya, dengan cepat bekerja menyelesaikan banyak PR yang tidak mampu diselesaikan oleh dekan lama, seperti akreditasi prodi, jabtan akademik dosen yang tertunda, dan pengembangan laboratorium yang didapatnya dari dana hibah CSR perusahaan.Memang ada 2 masalah besar yang belum dapat diselesaikannya, yaitu kapasitas kelas dan ruangan yang tidak dapat diselesaikan sendiri karena kewenangan rektor, dan masalah kebersihan lingkungan yang membuat fakultasnya sering kali kebanjiran. Masalah inipun sulit diselesaikan karena tergantung pada fakultas lain yang tidak mau mendukungnya. Sedangkan rektor sendiri tidak mau membantu untuk menyelesaikan masalah koordinasi antar fakultas tersebut. Pernah Amir memperbaiki jalan kampus yang rusak untuk menuju ke fakultasnya, namun justru dia ditegur oleh wakil rektor yang katanya itu wilayah kewenangannya dan fakultas tidak berhak memperbaikinya.

Semua orang takjub dengan cara kerja Amir. Dia bukan tipe dekan yang hanya senang duduk di belakang meja. Dia turun langsung membantu prodi bahkan menemui dosen dan mahasiswa untuk mengetahui secara langsung apa kritik dan harapan untuk membangun fakultasnya. Dengan menyerap aspirasi secara langsung, Amir mencoba berempati dengan masyarakat kampusnya dan pada akhirnya menggerakkan dirinya untuk memberi solusi yang kreatif dan inovatif. Salah satunya adalah perjuangan Amir untuk membuat mahasiswa yang kos di sekitar bantaran kali, untuk pindah ke asrama mahasiswa yang selama ini dikuasai oleh para mafia asrama yang mencari kekayaan dengan cara menguasai aset kampus.

Tak  terasa, dalam waktu 1.5 tahun, ada banyak program Amir yang berjalan baik dalam membenahi fakultasnya, walaupun belum semuanya bisa diselesaikan karena terkendala oleh kebijakan di tingkat rektorat yang tidak mendukung program pembenahan fakultasnya. Termasuk rekuitment dosen yang sentralistik dan pengembangan sarana kampus yang tidak melihat kebutuhan per fakultas.

Berikutnya, kampus mulai memanas saat akan dilaksanakannya suksesi di tingkat universitas. Jabatan rektor akan habis dalam waktu 5 bulan lagi dan senat universitas sudah membentuk tim adhoc untuk menjaringan calon rektor. Amir yang sudah begitu populer dengan kinerjanya selama menjabat sebagai ketua jurusan dan dekan, digadang-gadang oleh beberapa guru besar dan dosen dari berbagai fakultas, untuk menjadi rektor berikutya. Namun setiap kali Amir ditanya apakah dia mau mencalonkan diri sebagai rektor, Amir hanya menjawab, "saya ghak mikir" atau "saya harus menyelesaikan pekerjaan saya sebagai dekan". Namun desakan agar Amir mau mencalonkan diri sebagai kandidat rektorpun terus menguat yang membuat Amir perlu membicarakannya dengan semua orang.

Seorang Guru Besar yang Amir temui menyarankan untuk menerima dukungan menjadi rektor. Saat Amir bertanya apakah dia akan dianggap tidak amanah karena tidak menuntaskan jabatannya sebagai dekan, Sang Guru Besar berpendapat kalau konteks kata tidak amanah tidak tepat dalam hal ini, karena Amir meninggalkan amanat jabatannya untuk amanat yang jauh lebih besar dan penting. Lagi pula, Amir akan dapat  menyelesaikan amanat untuk membenahi fakultasnya justru bila Amir menjadi rektor. “Ingat, selama ini hambatanmu menyelsaikan masalah di fakultasmu justru karena kebijakan rektorium yang tidak kondusif. Jadi, sekali Anda menjadi rektor, 2 amanat terlampaui,” ujar sang guru besar memberi saran.
Amir masih belum cukup yakin dan menanyakan janjinya untuk tidak mencalonkan diri sebagai rektor dan akan menuntaskan jabatannya hingga selesai. Sang Guru Besar kembali menjelaskan dengan sebuah analogi. “Begini, ada seorang kelasi yang diberi amanat untuk menjaga buritan kapal. Sang kapten kapal berpesan, agar dia tidak boleh meninggalkan buritan hingga kapal tiba di dermaga. Namun, sebelum sampai di dermaga yang dituju, sang kapten kapal terkena serangan jantung dan meninggal dunia. Sementara yang memiliki keterampilan mengemudikan kapal dengan baik dan benar berikutnya, hanya si kelasi. Sementara ada anak buah kapal lainnya ada yang tidak cukup bisa karena belum pernah memegang kemudi kapal, namun begitu 'bersemangat' untuk menguasai kapal. Kira-kira si kelasi tersebut tetap memegan amanat untuk menjaga buritan, atau dia naik ke ruang kemudi untuk mengambil alih posisi kapten kapal?” “Pilih mana antara menjaga amanat pribadi dengan kepentingan keselamatan kapal yang lebih besar?” Tanya Sang Guru Besar kembali. “Kini abaikan amanat yang lebih kecil dan lupakan janjimu untuk bertahan dengan janjimu yang bersifat kondisional. Apalagi yang saya tahu, permintaan untuk berjanji itu adalah desakan dan jebakan dari orang-orang yang takut kalaua Anda mencalonkan diri menjadi rektor. Sekarang kampus ini membutuhkan Anda untuk menjadi lebih besar dan lebih berjaya. Tidak ada khianat untuk kepentingan yang lebih besar. Belajarlah dari kisah Aji saka dan 2 pengikutnya Dorha dan Sembadha yang mati saling membunuh karena kesetiannya pada amanat. Salah satu dari mereka diberi amanat untuk menjaga pusaka. Sedangkan yang lainnya diberi amat untuk menjemput dan mengambilnya. Mulia, tetapi tragis.” Amir menganggukan kepalanya tanda mengerti penjelasan Sang Guru besar.

Setelah mendapatkan pencerahan dari Sang Guru Besar, Amir menemui koleganya untuk bersedia untuk menjadi calon rektor untuk periode berikutnya. Niat Amir hanya satu, membuat kampusnya menjadi berjaya di antara kampus-kampus lain dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tidak ada niatin pribadi bagi dirinya karena haus kekuasaan dan menghalalkan segala cara untuk menduduki posisi puncak dalam struktur organisasi kampus.

Namun ternyata, dalam dunia kampus ada juga intrik politik yang menghalalkan segala cara untuk menjatuhkannya. Issue bahwa dia tidak amanah seperti yang dikhawatirkannya selama ini mulai berhembus. Bahkan lebih gilanya lagi, kalau nanti dia sudah menjadi rektor, setahun berikutnya akan mengkudeta ketua yayasan bahkan meteri pendidikan. Memang tidak masuk akal. Tetatpi orang yang gila kekuasaan jarang yang berfikir logis. Sampai-sampai issue bahwa Amir dikabarkan sebagai manusia jadi-jadian ala jailangkung. Sebuah poster di seputar kampus bahkan menyebutkan kalau Amir ini tidak jelas bentuk kelaminnya seperti Hudson di ajang pencarian bakat, yang bisa AC-DC. Lebih kejamnya lagi, Amir dituduh Manusia setengah alien yang akan menguasai dunia dan berkomplot dengan plankton yang akan mencuri resep rahasia Tuan Krab.
Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun