Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sopir Lepas, Samurai Tak Bertuan

15 Februari 2015   19:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:08 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hallo para readers. Sebelumnya aku sudah bercerita bagaimana pengalaman saya sebagai sopir pribadi dan sopir seorang koruptor di tulisan:

  1. http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2013/06/10/balada-seorang-sopir-pribadi-ganteng-bagian-1-567374.html
  2. http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2013/06/10/balada-seorang-sopir-pribadi-ganteng-bagian-2-tamat-567450.html
  3. http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2013/10/05/sopir-pribadi-seorang-koruptor-598683.html

Setelah sempat menikmati peran sebagai sopir pribadi dengan seragam resmi yang membuat aku begitu happy karena cita-citaku tercapai, berikutnya aku menjadi sopir lepas. Bos terakhirku yang juga seorang pengusaha, ditangkap polisi karena kasus penggelapan pajak dan kasus korupsi juga. Sebenarnya bukan bosku sih yang korupsi, hanya karena beliau sebagai rekanan pemerintah, akhirnya beliau tersangkut juga saat pejabat pengguna anggarannya menjadi tersangka. Aku tidak tahu, apakah gajiku selama ini halal, haram atau subhat. Apakah kalau bos tempat kita korupsi dan dia membayar gaji kita dengan uang korupsi, kita juga dianggap makan uang haram? Entahlah. Biar Tuhan saja yang menjadi seadil-adilnya hakim. Ronin, Sopir Tanpa Tuan Apa rasanya menjadi lepas? Jangan tanya bagaimana perasaan tersiksaku sebagai sopir lepas. Bagi mereka yang memiliki passion sebagai sopir pribadi yang mengabdi pada seorang tuan, menjadi sopir lepas itu seperti seorang samurai tak bertuan. Kalau tidak salah, samurai yang tidak mengabdi pada tuan manapun, disebut ronin. Aku pernah menonton film tentang ronin. Judulnya kalau tidak salah adalah "47 Ronin". Kebetulan juga saat itu, aku masih menjadi sopir pribadi, dan diajak oleh anak juragan yang jomblo. Ternyata kehormatan seorang samurai atau pendekar pedang di Jepang, adalah jika dia terdaftar atau memiliki tuan tempat dia mengabdi. Sedangkan samurai yang tidak memiliki tuan, akan dianggap tidak berguna dan tidak punya kehormatan sebagai seorang samurai. Karena seorang samurai, hidup hanya untuk mengabdi kepada daimyo atau tuannya.  Itu juga yang aku rasakan saat menjadi sopir lepas. Dipanggil atau dihubungi saat seseorang membutuhkan jasa saja, rasanya membuat kehormatanku sebagai sopir profesional menjadi hilang. Beruntung, seorang teman lama sesama sopir pribadi mengajakku untuk menjadi sopir taksi. Walau melenceng dari obesesi untuk mengabdi sebagai sopir pribadi, rasanya masih bisa lebih terhormat menjadi sopir taksi dan tidak lagi menjadi ronin yang tidak memiliki tuan untuk mengabdi. Setelah secara resmi diterima sebagai sopir, aku bergantian dengan teman tersebut menjalankan taksinya.  Hal tersebut untuk memenuhi target uang setoran ke perusahaan taksi. Uniknya Para Penumpang Pengalaman menjadi sopir taksi memang cukup berbeda dengan menjadi sopir pribadi. Karakteristik penumpang juga bermacam-macam. Terkadang menggelikan. Tak jarang ada juga penumpang yang membuat susah. Itu terjadi kalau penumpang taksinya tidak suka pakai AC, sehingga di kota besar yang panas begini, rasanya mobil tanpa AC itu seperti roti berjalan. Lebih parah lagi, bila penumpangnya sampai muntah di dalam taksi. Biasanya itu terjadi kalau menaikkan penumpang yang baru pulang dugem. Taksi menjadi bau dan buang-buang waktu untuk membersihkannya. Suatu pagi dini hari seorang pria dan seorang wanita muda yang tampak teler mengehentikan taksiku. Setelah si wanita naik di bangku belakang dibantu si pria, si pria menutup pintu, berjalan ke arahku dan menyodorkan selembar uang seratus ribu sambil berkata dengan nada datar, "Bang diantar ke Senayan I, ya. Thanks." Seratus ribu tuh lumayan besar untuk rute yang tidak terlalu jauh. Tetapi masalahnya, bagaimana menurunkan si wanita itu nanti saat telah sampai di tempat tujuan. Benar saja. Saat taksi sudah berhenti di depan lobby apartemen, si wanita masih belum juga bisa bangun, walaupun aku sudah mengguncang-guncangkan badannya. Aku coba menanyakan kepada petugas security apartemen, mungkin mereka bisa membawanya ke ruangannya, tetapi mereka tidak berani menerima saran  tersebut. Jadilah aku menjadi penjaganya sampai pagi dengan membiarkannya tidur di kursi belakang. Jangan berfikir jorok kalau aku akan mengerjai penumpang wanitaku. Bagi seorang sopir profesional, itu adalah pantangan dan menghilangkan kehormatan diri. Lagi pula, aku bukan pria ala kucing jantan yang mau bercinta dengan semua kucing betina yang ditemuinya di jalan. Pernah juga suatu hari saat baru menurunkan penumpang di sebuah mall. Seorang pria paruh baya dan seorang wanita muda menghentikan taksiku. Keduanya duduk di bangku belakang dengan lengan si pria merangkul si wanita dan si wanita merapatkan tubuhnya ke si pria. Sepanjang perjalanan mereka saling berbisik-bisik. Sampai akhirnya mobil mendekati kantor yang dituju, si pria memberikan uang kepada si wanita dan meminta turun 100 meter sebelum kantor tersebut. Sedangkan si wanita terus aku antar hingga memasuki kantor yang dituju. Dari awal aku memang sudah menduga kalau mereka bukan suami istri. Keduanya pasti terlibat asmara satu kantor karena keluar jalan-jalan pada saat jam kerja. Kalau mereka suami istri, pasti di dalam taksi tidak akan semesra itu. Itu berarti mereka jarang bisa bersama untuk bermesraan. Hampir semua suami istri yang naik taksiku, si suami duduk di depan dan istrinya di belakang. Mereka juga bukan suami istri, karena yang mengeluarkan uang untuk membayar taksi  si pria. Umumnya, saat di mall, pujasera dan tempat belanja lainnya, si istri yang akan memesan makanan dan membayarnya. Namun pada mereka yang 'pacaran', si prialah yang akan mengeluarkan uang. Aku juga bukan sopir taksi tukang tipu. Aku mengantarkan penumpang sesuai rute yang wajar dan tidak berputar-putar agar biayanya semakin banyak. Itu bukan cara yang terhormat bagiku untuk menambah penghasilan. Memang cukup mudah untuk mengetahui apakah penumpang kita bisa dijadikan 'korban' atau tidak. Saat penumpang naik dan menyebutkan alamat tujuannya, si sopir taksi tinggal bertanya, "Mau lewat mana?" Penumpang yang tidak tahu jalan dan pasrah pada sopir taksi akan menjawab, "Terserah Pak." Dari logat atau cara bicara penumpang juga bisa ditebak apakah si penumpang merupakan pendatang yang belum tahu jalan atau tidak. Sekali lagi, itu bukan caraku mencari uang. Taksi yang aku gunakan, aku lengkapi dengan GPS dan peta digital. Saat seorang penumpang naik dan menyebutkan tujuannya, aku tinggal memencet display tracking dan menyampaikan informasi ke penumpang estimasi jarak, waktu tempuh dan kemacetan yang mungkin akan ditemui serta memberikan tawaran jalan alternatifnya. Si penumpang biasanya merasa senang dan semakin meningkatkan kepercayaan mereka kepadaku. Tidak jarang justru akhirnya mereka memberi uang lebih saat membayar ongkos. Namun tidak masalah juga bila penumpang membayar pas sampai ke ratusan rupiah sesuai dengan yang tertera di argo taksi. Saat ini aku punya 3 pelanggan yang akan membuat appointment bila mereka minta diantar atau dijemput. Salah satunya adalah wanita mabuk yang aku antar ke apartemennya, namun akhirnya aku jaga sampai pagi, seperti yang aku ceritakan di atas. Sedangkan yang lainnya, ibu rumah tangga yang biasanya minta diantar jemput kalau akan belanja atau acara arisan. Aku jadi ingat tukang becak yang dulu ibuku sewa untuk mengantar jemput aku dan kakakku sekolah. Ya, aku jadi seperti tukang antar jemput. Terus sampai kapan menjadi sopir taksinya? Ya, sampai aku kembali menjadi sopir pribadi kembali sesuai obsesiku. Aku juga tidak ingin menjadi ronin dengan menjadi sopir lepas. Memang pernah juga saat mengantarkan seorang penumpang pria yang mengaku berasal dari Bandung, si penumpang menawariku untuk menjadi sopir pribadinya. Aku menolaknya dengan halus karena si pria tampaknya sedikit 'genit' dengan sesama pria. Aku tidak mau menjadi korban jeruk makan jeruk.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun