Zakat dan wakaf mengacu pada dimensi ketuhanan karena zakat dan wakaf merupakan simbol dari ketaatan dan wujud dari rasa syukur hamba kepada Tuhannya. Zakat dan Wakaf tidak hanya memiliki dimensi ketuhanan, tetapi juga erat kaitannya dengan manusia. Banyak sekali manfaat dari zakat wakaf bagi umat manusia, antara lain adalah bahwa zakat wakaf dapat dijadikan sarana untuk memupuk rasa solidaritas dan kepedulian terhadap sesama umat manusia, sebagai sumber dana untuk memenuhi sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh umat manusia, sehingga zakat dan wakaf merupakan mesin penggerak dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengikis kemiskinan. Zakat diyakini sebagai bentuk ibadah yang  menyeimbangkan hubungan sosial. Melalui zakat wakaf (ziswa), jarak antara orang berada dan orang yang kurang beruntung dapat didekatkan. Orang berada punya kewajiban untuk membantu dan memperhatikan orang-orang susah yang hidup di sekitarnya. Selain itu, ziswa juga berfungsi agar sirkulasi harta kekayaan tidak hanya berputar di kalangan sekelompok orang-orang. Perkembangan Zakat dan Wakaf di Indonesia tentunya bersamaan dengan datangnya Islam. Sebagai pendorong penerapan rukun islam ini diperlukan strategi agar Zakat dan Wakaf terus berkembang di Indonesia.
Tinjauan Pustaka
Perkembangan adalah perubahan yang mengarah pada kemajuan, pergerakkan sejarah pada arah yang maju adalah tujuan dari pembahasan dalam penelitian ini yang dimana bahwa pada penelitian Analisis Strategi Pengembangan Zakat, Infaq, Shadaqoh dan Wakaf di Indonesia (Analysis of Zakat, Infaq, Shadaqoh and Wakaf Development Strategies in Indonesia) Rusdi Hamka Lubis, dan Fitri Nur Latifah Program Studi: Ekonomi Syariah, Institut PTIQ Jakarta, Indonesia, Perbankan Syariah, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia. Yang dimana pada penelitian ini bertujuan penelitian ini untuk memaparkan gambaran potensi ziswaf serta realisasi Ziswaf diIndonesia dijelaskan perbedaan antara potensi dan realisasi. Di awali denga metode pendekatan kuantitatif deskriptif dengan pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber. Gap yang sangat besar antara nilai potensi dengan besaran realisasi. Selama lima tahun terakhir hingga tahun 2016 realisasi penerimaan zakat hanya kurang dari 1%. Pengembangan dana Ziswaf di Indonesia harus memiliki sasaran strategis yang harus diturunkan dalam kebijakan seluruh stakeholder. Sehingga, muzakki dan mustahik sebagai komponen penting dalam pengembangan dan suksesi pemberdayaan. Pemilihan strategi yang tepat dapat dilakukan dengan metode analisis SWOT untuk menghasilkan peta kondisi kelompok penelitian dan strategi yang tepat mendukung sasaran strategis. Hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi Ziswaf di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan.
PembahasanÂ
- Sejarah Perkembangan Zakat dan Wakaf di Indonesia
Perkembangan Zakat dan Wakaf di Indonesia dapat dikaitkan dengan seiringnya keberadaan islam yang memasuki nusatara, penyebaraan agama islam pada masa itu menjadikan masyarakat Indonesia perlahan mengenal, memahami, dan mempraktekkan syariat- syariat Allah. Ajaran-ajaran pokok berupa syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji mulai di jalankan.
Sebagai salah-satu rukun Islam, Zakat diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat, Menurut tokoh zakat Indonesia, Ahmad Juwaini, pada masa awal Islam masuk, prakteknya hanya sebatas muzakki memberikan zakat pada mustahik secara langsung, tanpa melakukan kontrol atau pembinaan. Artinya muzaki (pemberi zakat) memberikan zakat secara langsung kepada mustahik (penerima zakat), dan belum didiriannya lembaga-lembaga yang menjalankan pengelolaannya.
Perkembangan wakaf di Indonesia dimulai pada masa-masa awal penyiaran Islam, para ulama membutuhkan termpat seperti masjid untuk menjalankan aktivitas ritual dan dakwah, yang pada akhirnya di mudahkan dengan pemberian tanah wakaf untuk mendirikan masjid menjadi tradisi yang lazim dan meluas di komunitas-komunitas Islam di Nusantara.
Wakaf merupakan ajaran agama Islam yang umum dipraktikkan masyarakat. Wakaf untuk masjid, lembaga pendidikan, pondok pesantren, dan kuburan merupakan jenis wakaf yang paling banyak dikenal oleh masyarakat. Praktik wakaf ini konon telah ada sejak Islam menjadi kekuatan sosial politik sejak akhir abad ke-12 M dengan berdirinya beberapa kerajaan Islam di Nusantara. Tradisi serupa dengan praktik wakaf telah ada di Jawa Timur sejak abad ke-15 M dan secara nyata disebut wakaf dengan ditemukannya bukti-bukti historis baru ada pada awal abad ke-16. Di Sumatera, Aceh, wakaf diperkirakan mulai muncul abad ke-14 M. Meskipun demikian perlu ditekankan di sini bahwa praktik-praktik yang serupa wakaf dikatakan telah ada sebelum kedatang Islam ke Nusantara.
Praktik dan tradisi wakaf menyebar hampir merata di Nusantara. Jika di Jawa, wakaf dipraktikkan dengan mendirikan masjid dan pondok pesantren, di wilayah lain, seperti Sumatera, wakaf dipraktikkan dengan mendirikan surau di  Minangkabau, di tangan para tokoh agama, seperti Syaikh Khatib, Syaikh Thaher Djalaludin, Syaikh Muhammad Djamil Djambek, Syaikh Ibrahim Musa, dan Haji Rasul, institusi keagamaan surau dan Masjid didirikan. Selain itu, sebagian wakaf digunakan untuk mengembangkan sekolah-sekolah agama, seperti thawalib, parabek, dan diniyah.
Hal-hal diatas merupakan awal mula perwujudan Zakat dan Wakaf di indonesia, dari hal tersebut mebuakan hasil yang baik karena menurut Guru Besar Sejarah dan Peradaban Islam UIN Jakarta, Azyumardi Azra dalam "Zakat dan Peran Negara" menuturkan bahwa pada masa kerajaan, filantropi Islam terutama zakat, membawa perubahan besar dalam kondisi sosial di Nusantara. Zakat, katanya, menjadi kontrol sosial era itu.
"Hendaklah yang raja itu melebih hormat akan segala fakir dan miskin dan dimuliakan mereka itu terlebih daripada segala orang kaya dan harus senantiasa duduk dengan mereka itu..." ia mengutip teks Tajul Salatin. Namun, menurutnya pada masa kerajaan zakat dan wakaf masa itu banyak dilakukan kalangan elite kerajaan. Ibadah itu dilakukan sekaligus saat mengadakan ritual Upacara Kelahiran, Upacara Pemotongan Rambut, dan Upacara Pembayaran Zakat. Bentuk sedekah yang dikeluarkan pun tak tanggung-tanggung. Seorang ningrat bisa mengeluarkan emas, perak, dan sandang untuk dhuafa.