Kebisingan kelas terdengar hingga ruang guru, segala saran dan pendapat keluar dari mulut anak-anak. Hari dimana kelas 10 mendapat proyek untuk kedua kalinya. Belum lama kelas 10 selesai gelar karya pertama, kemudian langsung di datangi gelar karya kedua yaitu pentas seni. Begitulah kurikulum merdeka yang dijalani anak-anak. Hari demi hari terasa lebih berat karena dibebani proyek P5.
"Anak-anak berikut saya sampaikan proyek kegiatan P5 selanjutnya adalah pentas seni yang akan ditampilkan pada saat lustrum SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang ke 7. Dengan begitu kalian diminta membuat kepanitiaan satu kelas" ujar Pak Didik dengan lantang dan jelas. Anak-anak yang mendengar perkataan tersebut hanya bisa menarik napas dan menerima dengan perasaan tidak mengenakkan.
Berbagai pertanyaan muncul seketika. Banyak yang ingin mengajukan dirinya sebagai panitia. 2 jam pelajaran digunakan anak-anak untuk menentukan panitia. Selang beberapa waktu, anak-anak mulai meluapkan idenya untuk pentas seni yang akan ditampilkan. Divisi sutradara membuat jalan cerita yang nantinya akan dipresentasikan di depan kelas.
Latihan pun tiba, di tengah latihan "Guys, saya minta tolong dong proyek ini dibuat short film supaya kegiatan kalian bisa dilihat banyak orang, saya harap kalian semua ikut berpartisipasi membuat short film ini ya" ujar Bu Rani.
"waduh, boleh juga tuh bu.. siap bu laksanakan" jawab Malla dengan penuh semangat dan percaya dirinya.
Hampir seluruh anak-anak semangat menjalani perintah itu, namun sayangnya beberapa ada aja yang tidak senang membuat proyek iklan tersebut. Mereka senang tapi juga merasa terbebani karena harus latihan juga, di tengah-tengah latihan anak-anak harus membuat video iklan. Terbayang lelahnya anak-anak.
Saat latihan, anak-anak sudah mulai lelah dan pada kembali ke kelas. Pendhapa sudah mulai sepi karena anak-anak sudah bosan dan lelah. Saat dikelas ketua panitia berkata "guys ini kita short film mau dibuat gimana ya". Anak-anak pun terdiam dan tidak ada satupun yang menjawab pertanyaan itu. Suasana kelas sepi seperti tidak ada orang di dalamnya.
"Jadi mau gimana guys iklannya?" ujar ketua panitia kedua kalinya.
jawab Mertha "gimana kalau short film kita dibuat seperti horror gitu? jadi nanti di video itu menceritakan orang yang banyak pikiran karena terbebani dengan proyek P5 itu. Di dalam video itu ada anak yang pingsan lalu di dalam pikirannya selama pingsan anak itu melihat banyaknya masalah yang akan terjadi kedepannya". Anak-anak di kelas yang mendengar hal itu menganggukkan kepala dan bertanyalah Mertha kepada teman-teman "gimana? ada ide lain tidak? apakah setuju?".
"Boleh tuh, aku setuju.. bagus juga untuk menarik perhatian orang yang menonton. Yang lain gimana?" jawab Kezi. Teman-teman di kelasnya sudah lemas tak berdaya seperti kertas yang terkena air, sudah tidak ada tenaga untuk duduk tegak menganggukkan kepala.
Akhirnya satu kelas setuju. Tahap selanjutnya adalah memilih pemeran utama dan membuat jalan cerita untuk video itu.
"Siapa yang bersedia jadi pemeran utama?" tanya Malla kepada teman-temannya. Suasana kelas lagi lagi hening seperti hutan tidak berpenghuni. Tanya Malla sekali lagi "siapa yang mau jadi pemeran utama di short film guys?". Akhirnya satu anak mengangkat tangannya yaitu Callista. Callista bersedia untuk menjadi pemeran utama dalam pembuatan film pendek itu.
Leri, yang membuat jalan cerita untuk film pendek sudah memiliki ide. Dia membuat cerita dan menceritakan kembali ke teman-teman kelasnya. Teman-teman setuju dengan ide Leri. Besoknya kegiatan P5 adalah latihan, kesempatan itu juga dipakai syuting untuk film pendek.
Kurang lebih 2 minggu sudah berjalan. Mertha selaku videografi merasa sangat lelah sekali. Dia membutuhkan bantuan dari tim dokumentasi. Retha, orang yang membantu Bertha. Ia membantu Bertha membuat video film pendek itu. Retha membantu pencahayaan, video dan membantu mengatur anak-anak kelas.
Retha dan Bertha sudah lelah dengan projek ini. Mereka berdua saling mengeluh satu sama lain.
"gila capek banget ga sih ngatur mereka" ujar Retha kepada Bertha. "iya apalagi ngulang terus" jawab Bertha.
Sudah berminggu-minggu mereka berdua memikirkan hal yang sama. Sebentar lagi liburan akhir tahun tetapi mereka berdua masih saja memikirkan hal itu. Saat mereka mau membuat video bagian bertengkar, mereka sangat kewalahan mengatur teman-teman kelasnya. Ada saja yang ketawa saat sudah mulai direkam. Setelah beberapa menit kemudian, Retha dan Bertha sudah lelah dan berpikir menyudahi bagian itu dan dipilih yang paling bagus.
Liburan pun tiba. Bertha sibuk dengan video film pendek itu. Dia mengedit video tersebut sampai selesai. Sedangkan Retha sibuk memikirkan kamera yang akan digunakan saat lustrum berlangsung. Dia bingung karena kamera itu dipakai kakaknya.
"Sumpah kamera aku dipakai kakak, gimana ya" ujar Retha dengan lemas ke temannya. Hari demi hari pun berlalu. Retha terus menerus mengeluh ke temannya. Retha tidak mendapatkan solusinya.
Kurang 5 hari lagi acara lustrum tiba. Retha masih dengan kebingungannya. Ia berpikir untuk berbagi tugas dengan teman divisi dokumentasi yang lain. Alvin memegang kamera, Adri menggunakan hp dan Retha menggunakan hp. Gladi kotor dan gladi resik pun sudah dilalui. Esok adalah hari yang ditunggu tunggu.
Malamnya Retha bertanya lagi ke kakaknya apakah kameranya bisa dipinjam untuk hari besok. Ternyata kamera yang kakak mau pakai, bisa digunakan Retha untuk dokumentasi lustrumnya. Retha dengan gembira mengabari temannya dan berubah pikiran semua anak dokumentasi memegang kamera.
Saat lustrum tiba, tak disangka total kamera kelas antareja ada 4. Akhirnya alvin membawa 2 kamera, Retha 2 kamera dan Adri tetap menggunakan hp. Acara lustrum pun berjalan dengan lancar sampai akhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H