[caption id="attachment_412797" align="aligncenter" width="250" caption="republika.co.id"][/caption]
Tidak dapat dipungkiri bahwa motif aksi teror banyak terjadi karena masalah ideologi, baik yang berupa agama maupun non agama. Melihat hal tersebut, maka deideologisasi adalah solusi terbaiknya karena dapat digunakan untuk menghancurkan keyakinan tertentu yang menjadi landasan kuat terjadinya aksi teror.
Jika program deideologisasi berjalana sukses, hal tersebut sudah cukup menghilangkan motivasi seseorang untuk melakukam aksi teror. Dengan demikian, upaya untuk mencari solusi mendalam guna memberantas terorisme akan berjalan dengan sukses ketika ideologi radikal berhasil dikkis. Dalam hal ini, upaya menggalakkan paham moderat, plural, dan cinta damai menjadi komponen penting untuk ditanamkan sebagai ideologi baru yang bersifat semesta. Maksud semesta di sini adalah ditujukan bagi seluruh maayarakat tanpa terkecuali, termasuk para mantan pelaku teror (yang mungkin) termarjnalkan.
Namun ada kalanya program ideologisasi sulit mencapai hasil yang maksimal karena sulitnya untuk mengukur kondisinya secara kontinyu. Hal ini dikarenakan tidak mudah untuk merubah paradigma yang mendasar, semisal mengenai kesalah pahamam memaknai makna jihad.
Memang terlihat mustahil untuk mengubah keyakinan dalam waktu dekat. Meskipun beberapa tokoh teroris, seperti Nasir Abbas dan Ali Imron, dikabarkan berubah haluan menjadi moderat, namun masih saja ada tokoh-tokoh utama teroris di Indonesia yang tetap setia mendukung ideologi radikal yang mereka anut. Bahkan seorang Imam Samudra sempat menulis buku kontroversial dari balik jeruji penjara dengan judul "Aku Melawan Teroris" yang dapat diakses di berbagai toko buku umum. Hal ini mengisyarakatkan bahwa kita sebagai masyarakat Indonesia masih memiliki tantangan untuk bersama meredam radikalisme berkembang lebih jauh di tanah air.
Dengan kata lain, upaya deideologisasi terorisme di Indonesia masih terus berhadapan dengan musuh nyata yang tidak dapat dianggap remeh. Musuh nyata tersebut tidak jarang justru menimbulkan rasa simpati di benak masyarakat. Umumnya mereka (pelaku terorisme) menempatkan diri sebagai sosok di posisi yang tertindas dan terzalimi, sehingga mereka pun meyakini bahwa pembalasan dengan kekerasan adalah hal yang dimaklumi. Alih-alih ditentang, ideologi radikal justru berpotensi untuk didukung karena dramatisasi yang dilakukannya.
Oleh sebab itu mari bersama cegah terorisme dengan meyakini sepenuh hati bahwa ideologi sebagai warga negara Indonesia adalah Pancasila. Tidak ada lagi yang mampu menggantikan Pancasila sebagai dasar negara kita yang majemuk dan cinta damai. Dengan kuatnya keyakinan terhadap ideologi Pancasila, maka kita pun akan lebih mudah untuk bersama menanggulangi terorisme.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI