Mohon tunggu...
chitania sari
chitania sari Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Batas Kebebasan Kita adalah Hak Orang Lain

28 September 2024   15:21 Diperbarui: 28 September 2024   15:22 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Dalam dunia demokrasi, kebebasan berekspresinya dilindungi. Seseorang bisa mengungkapkan apa saja yang menjadi angannya atau opininya. Hanya saja dalam kebebasan itu, ada batasnya, yaitu hak orang lain.

Di Indonesia, demokrasi sudah berkembang dengan demikian baik. Mulai dari kebebasan berpendapat tertuang dalam banyaknya media massa dan kebebasan berekspresi dalam media sosial. Kita bisa melihat ungkapan-ungkapan yang wajar sampai kebablasan dalam pemilu 2014- 2024 dimana banyak sekali narasi-narasi politik beredar di media sosial.

Dan ada satu tantangan dalam berdemokrasi adalah soal kebebasan agama. Hakekatnya setiap warga negara dijamin kebebasan beragamanya oleh konstitusi. Juga mendirikan rumah ibadah, meski ada beberapa agama pendirian rumah ibadah berdasar SKB 2 menteri. Namun mendirikan lembaga pendidikan berbasis agama dilindungi penuh oleh konstitusi.

Kita bisa melihat banyak sekakli pondok pesantren yang berdiri di seluruh negeri ini. Begitu juga dengan lembaga pendidikan berbasis Kristen Protestan atau Kristen Katolik ada di beberapa kota dan provinsi di Indonesia. Namun seperti yang saya ungkapkan di atas , ada tantangan soal pendirian lembaga pendidikan berbasis agama.

Contoh yang paling baru adalah penolakan pendirian sekolah Kristen di pare-pare. Alasan penolakan itu adalah izin yang tidak lengkap. Namun setelah ditelusuri, tidak ada masalah dengan perizinan karena sang pemohon sudah melengkapi syarakat peisinan dan membuat sosialisasi. Namun saat pemilik lahan ingin memulai Pembangunan, dihalang-halangi dengan alasan di atas.

Demokrasi memang berarti kebebasan berpendapat dan berekspresi. Namun seperti saya sampaikan di atas adalah batas kebebasan itu adalah hak orang lain. Kita bisa berkebaeratan dengan pendirian Gedung sekolah berbasis agama, namun orang lain juga berhak mendirikan gedung sekolah itu karena mereka punya izin yang lengkap.

Menolak pembangunan sekolah hanya karena alasan primordial bisa menghambat perkembangan hak-hak individu serta semangat Bhinneka Tunggal Ika yang mendasari keberagaman di Indonesia. Inilah yang sering menjangkiti umat beragama termasuk yang radikal dan intoleran. Mereka masih gagap mengadaptasi ekspresi religious ke dalam media baru sehingga menjadi mudah mengolok-olok umat beragama lain di banyak kesempatan.

Lebih jauh lagi, mengintegrasikan pemahaman pluralitas melalui sektor formal dapat membantu meredakan isu klasik yang mengakar, yaitu ketegangan antara kebebasan berekspresi di platform digital dan sensitivitas terhadap agama. Kebebasan berekspresi adalah hak, tetapi harus diimbangi dengan tanggung jawab menjaga bangsa dari konflik horizontal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun