Dalam dua hari ke depan, kita akan menyambut Idul Fitri 1445 Hijriah. Hari besar dan ditunggu-tunggu ini setelah kita melewati bulan ramadan dimana bulan suci yang penuh dengan limpahan pahala untuk segala perbuatan yang kita lakukan.
Pada lebaran (kita sering menyebutnya begitu), jutaan orang bepergian, terutama dari kota besar ke kota-kota asal. Kita bisa melihat suasana Jakarta saat lebarang.Â
Jalanan akan terasa lengang, paling tidak selama seminggu.Sebagian penduduk Jakarta yang punya keterikatan dengan daerah tertentu, misalnya dia lahir di gunung Kidul atau ibu atau istrinya berasal dari kota itu, bisa dijamin, mereka akan mudik. Di daerah asal, mereka akan melepas rindu dan menghabiskan waktu dengan keluarga.
Saat sebagian penduduk Jakarta mudik, suasana Jakarta, sangat sepi. Bagi yang tidak mudik mereka akan menghabiskan waktu sebagian besar di Jakarta dan tempat wisata sekitar Jakarta seperti Puncak, Bogor, atau Sukabumi. Ada yang berlibur di daerah pantai. Pada hari pertama lebaran di Jakarta, biasanya suguhan utamanya adalah ketupat, opr , rendang dan lain-lain.
Ini berbeda dengan beberapa daerah di Jawa. Lebaran hari pertama biasanya mereka makan nasi biasa dengan berbagai lauk istimewa. Baru hari ke tujuh mereka merayakan hari besar dalam rangkaian Idul Fitri yaitu Hari Raya Ketupat, dimana ada sajian Istimewa berupa ketupat dan lauk pauknya. Tentu saja , "perpanjangan" dari perayaan Idul Fitri ini disambut dengan meriah dan sukacita.
Bila sebagian penduduk di Jawa Timur, perayaan lebaran ketupat itu di masing-masing keluarga di rumah masing-masing atau rumah keluarga besar, namun lebaran ketupat di salah satu dusun di Magetan ini berbeda.
Perayaan ini terjadi pada hari ke delapan Idulfitri. Lebaran ketupat di dusun Joso, desa Turi, Â kecamatan Panekan kabupaten Magetan dilakukan dengan cara menggantung ketupat di tali yang ditopang dengan bambu atau kayu di sepanjang jalan. Siapa saja yang lewat dapat menikmati ketupat itu dengan lauk dari masyarakat setempat.
Tak banyak yang tahu, sejatinya, ketupat punya arti yang dalam, yaitu semacam penebusan dosa. Hal ini tercermin dari anyaman ketupat yang polanya amat rumit dan ini menggambarkan dosa dan kesalahan manusia yang harus ditebus. Penebusan dosa ini dilakukan melalui silaturahmi dan saling memaafkan antar manusia.
Kegiatan unik yang punya makna mendalam ini seharusnya terus dilestarikan. Bagaimanapun filosofi tentang sesuatu (yang rumit) akan lebih gampang dicerna melalui hal yang dekat dengan kita yaitu makanan. Ini adalah bukti kemajemukan kita dalam beragama dan berbangsa, sehingga kita tak boleh menghilangkan perbedan begitu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H