Sepuluh tahun ini sentiment terhadap kerukunan umat beragama kian berkembang. Berbagai kejadian yang mengarah ke intoleransi kian kencang terdengar dari waktu ke waktu.
Tiga tahun lalu tepatnya di kabupaten Sigi terjadi pembakaran tempat pelayanan umat kristiani. Lalu ada gangguan terhadap tempat ibadah HKBP di Bekasi . Lalu ada peminadaan terhadap seoarnag ibu yang memprotes TOA masjid yang terlalu kencang.
Akhir-akhir ini kita juga menerima laporan soal pembatasan bahkan penyegelan gereja di satu kabupaten di Jawa Barat . Penutupan ini malah melibatkan pemimpin daerah setempat. Lalu ada permintaan penutupan atas patung yang ada di Kulonprogo Yogya selain pernah terjadi kejadian serupa di Tuban atas patung Budha.
Itu semua sebenarnya masuk dalam ranah intoleransi. Disamping ada juga beberapa kasus yang mengarah pada pelanggaran hak kebebasan dan berkeyakinan. Meski tidak banyak kasus yang dilaporkan (karena enulis yakin, banyak yang tidak melaporkan kepada yang berwajib), intoleransi dan pelanggaran hak kebebasan beragama makin hari makin meningkat.
Atmosfer intoleransi di sekolah dan beberapa lingkup sosial masyakarat juga meningkat. Terlebih dalam masa puasa seperti sekarang ini, intoleransi masih saja terjadi.
Tentu saja ini ironis dengan semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang ada pada lambing negara Indonesia Garuda Pancasila. Arti panjangnya, adalah semangat persatuan dalam keberanekaragaman merupakan identitas bangsa yang harus kita pertahankan untuk tetap ada.
Bhineka Tunggal Ika adalah frasa yang tertera pada Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantulan pada masa Kerajaan Majapahit, sekitar abad ke-14, yang memiliki arti 'terpecah-belahlah itu, tetapi satu jugalah itu' (Yayasan Arsari Djojohadikusumo, 2014). Frasa ini menjadi indikasi yang menunjukan tolerasi umat beragama leluhur bangsa Indonesia pada masa lalu. Secara lebih jelas, penggambaran kerukunan leluhur bangsa dapat kita temukan pada relief Candi Borobudur, peninggalan Kerajaan Mataram Kuno.
Bangsa kita sudah melampaui banyak hal. Jika kisah soal persatuan bisa diturunkan sejak abad ke 14 maka sebenarnya soal kerukunan dan saling menghormati bis akita pahami bersama dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H